Sept 16, 2018 [2]

2.8K 379 32
                                    







"Jimin?!"







Yoongi membulatkan mata terkejut melihat pria di depannya.

Ini sudah dua minggu sejak terakhir dia bertemu dengan Jimin. Dan Yoongi sama sekali tak menyangka bahwa dia akan bertemu Jimin di apartemen pria Park itu dalam kondisi menyedihkan.

"Astaga Jimin!!"

Yoongi berlutut di belakang Jimin, tangannya mengurut pangkal leher Jimin pelan-pelan sementara yang lebih muda mengeluarkan isi perutnya.

Yoongi cemas setengah mati, melihat muntahan Jimin yang hanya berupa liur dan raut wajahnya yang tersiksa.

Badan Jimin semakin kurus, punggungnya bergetar dan tangan yang menopang di pinggir kloset tampak begitu kecil dan rapuh.

Dada Yoongi serasa diremas oleh tangan tak kasat mata melihat itu semua.

"Jimin..."

Yoongi mengusap tengkuk Jimin pelan-pelan, sebelah tangannya menopang lengan yang lebih muda.

Tapi Jimin menolak, lengannya menampik lemah uluran tangan Yoongi.

"Pe―pergi."

Suara bergetar Jimin menggema di kamar mandi.

Yoongi menautkan alis, menatap khawatir Jimin yang tampak rapuh.

"Jimin, jangan keras kepala. Aku bi―"

"Pergi!"

Suara Jimin kembali terdengar, lebih keras dari sebelumnya

Yoongi mengepalkan tangannya, menahan diri untuk tidak mengeluarkan kata kasar yang nantinya akan melukai Jimin.

"Jangan―jangan disini, j―jorok."

Jimin terbata berkata, anak itu menangis.

Yoongi menggigit bibir bawahnya gusar.
Bisa-bisanya Jimin mengkhawatirkan Yoongi sementara dia yang seharusnya dikhawatirkan disini.

Yoongi meraih beberapa lembar tisu, menyeka mulut Jimin meski pria itu berontak menolak.

Tapi Yoongi tidak menyerah.

Pria Min itu telaten menyeka mulut Jimin, setelahnya dia memencet tombol flush untuk membersihkan sisa muntahan Jimin.

Tidak hanya itu, Yoongi juga menghapus air mata Jimin dengan telapak tangannya.
Teramat hati-hati dan lembut.

Sementara Jimin masih memberontak lemah, perlakuan lembut Yoongi justru membuatnya semakin ingin menangis.

Yoongi menyibak helai poni Jimin, tatapan matanya tidak lepas dari wajah Jimin.

Jimin terus memberontak, hingga mau tidak mau Yoongi terpaksa mencekeram kedua pergelangan tangannya.

"Kenapa?"

Satu pertanyaan dari Yoongi mengambang di udara.

Jimin menggeleng, wajahnya berantakan dengan mata sembab dan hidung memerah.

Orang terakhir yang ingin Jimin temui kini berada di hadapannya, memperlakukannya dengan sangat lembut.

Bisa apa Jimin selain menolak?

Meski hal itu sia-sia karena tenaganya terasa terkuras habis.

Yoongi merasakan tubuh Jimin yang mulai diam kelelahan, perlahan cengkeraman tangan Yoongi terlepas, kemudian pria itu memajukan tubuh, memeluk Jimin erat.

Yoongi memejamkan mata erat, tangannya bergetar memeluk Jimin, merasakan betapa kurusnya pemuda itu sekarang. Tulang-tulang Jimin menonjol dan wajahnya semakin tirus, Yoongi merasa tidak berguna.

"Jimin. Jimin."

Yoongi berulang kali merapalkan nama Jimin.

Tangannya memeluk erat sepanjang punggung dan kepala Jimin, mengusap bagian belakang kepalanya hati-hati.

Jimin terdiam, napasnya pendek-pendek karena menangis sesenggukan.



"Hyung...."





.
.
.

―Celestaeal; Sept 16, 2018 [11.48 pm]

Jangan tanya, akupun juga bingung

Petite PièceWhere stories live. Discover now