Di batas ketidak sadaran

9.6K 723 30
                                    

Sudah tiga hari Lovia di rawat, namun keadaannya tak kunjung membaik.
Suhu tubuhnya semakin tinggi, Sudah sejak kemarin Lovia menolak makan. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur karna pusing di kepalanya membuat Lovia susah membuka mata, sesekali dia terbangun hanya merintih kesakitan tak lama dia kembali tertidur dengan keadaan lirih mengigau memanggil mama dan papa nya.

Hisyam sudah merasa tak sanggup melihat keadaan Lovia yang seperti ini, di sisi kanan adiknya itu dua orang sahabat setia Lovia membaca ayat suci, memohon kesembuhan untuk si bungsu yang malang.
Berulang kali sudah Hisyam mencoba menghubungi orang tua nya namun tetap tak bisa, mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama hingga tak mengaktifkan ponsel mereka.

Bi Yani sudah berada disini sejak kemarin, mengurusi Lovia dengan sepenuh Hati seperti putri nya, mulai dari menyuapi hingga mengganti pakaian Lovia di lakukan oleh Bi Yani.

"Ma.. mama..."
Di sela rintihan nya Lovia memanggil sang mama, namun mama nya telampau jauh untuk mampu mendengar rintihan rindu Lovia, bahkan do'a saja seperti tak cukup bisa menggerakkan hati mama untuk balik merindukan Lovia.

"Kakak di sini, Vi"
Hisyam menggenggam jemari adiknya erat. Ini sungguh memilukan, Bi Yani, Zee, dan Rini bahkan sudah menangis menyaksikan kesedihan Lovia.

Lovia perlahan berusaha membuka kelopak mata nya yang terasa begitu berat

"Kak, Mama mana?"

Entah sudah yang keberapa kalinya Lovia terbangun dan menanyakan keberadaan mamanya, Hisyam tak lagi mampu menjawab. Dia hanya mempererat genggaman di jemari adiknya.

"Via, ini kan sudah ada Bi Yani."
Bi Yani mendekat ke tempat pembaringan Lovia, berusaha tersenyum di sela tangisnya..

Suhu tubuh nya sangat tinggi, dan tubuh lovia mendadak kejang, tak terkendali.

"Vi!! Via...!! LOVIA SAUMI!!!" Hisyam kalut melihat adiknya seperti itu.

dengan sigap Zee menekan tombol darurat untuk memanggil perawat di dekatnya, tanpa butuh waktu lama perawat dan dokter datang untuk menangani Lovia dan meminta keluarga untuk menunggu di luar, namun Hisyam keukeuh untuk tetap menemani adiknya di ruangan ini. Perawat yang tak punya waktu berdebat membiarkan saja Hisyam disana, dengan tangisnya.

Setelah kejang yang di alami Lovia reda, dokter meninggalkan ruangan dan meminta Hisyam segera menyusul keruangannya.
Hisyam mencium tangan adiknya yang tak sadarkan diri saat ini, lalu pergi mengikuti dokter.

Dalam ruangan, dokter menanyakan banyak hal mengenai riwayat penyakit dari Lovia namun Hisyam tak mengetahui hal tersebut, seketika Hisyam merasa telah menjadi kakak yang gagal. Tapi seingatnya memang Lovia tak pernah mengeluhkan penyakit apapun selama ini.

"Apa kah pasien mengonsumsi alkohol atau narkoba?"

Hisyam hampir saja memukul dokter yang lancang menanyakan hal itu. Adiknya yang manis tak mungkin melakukan hal semacam itu!

"Tidak kah kau bisa lihat? Bahkan jilbab nya saja tak diizinkan dilepas dalam kondisi seperti ini! Pertanyaan apa itu?!"

"Sabar pak, saya hanya harus memastikan semuanya. Dari gejala kejang hingga tak sadarkan diri pasien tak terindikasi mengalami epilepsi, dan saya harus mencari tau penyebabnya sekarang. Pasien koma dan kita harus mengambil langkah yang tepat kan? Saya harus mendapat informasi detail dari keluarga agar tak sembarangan diagnosis."

Hisyam berusaha meredam emosi nya, memang benar dokter harus dapat informasi lengkap.

"Koma?"

"Iya, Diagnosis dari rumah sakit sebelumnya dia menderita tifoid dari gejala yang nampak memang  benar itu adalah gejala tifoid tapi setelah kejang dan koma saya punya asumsi lain. Kita akan melakukan pemeriksaan fisik dan tes darah. Saya minta tolong untuk panggil kan orang yang tau kondisi pasien sebelum ini. Terimakasih."

Surga Sederhana [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang