🔷Memories🔷

4.3K 342 18
                                    

◀◀◀

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

◀◀◀

Mengenangmu sama saja seperti memutar musik kesukaanku. Akan berhenti kalau musiknya habis.

▶▶▶

Pagi-pagi buta, layar handphone Gigi menyala dan suara dering alarm handphonenya berdering keras membangunkan dirinya. Gigi mengerjap-ngerjapkan matanya, samar pandangannya melihat jam di dinding. Waktu padahal masih menunjukkan pukul 01.00 pagi. Ia menggapai handphone yang ada di nakasnya. Sebuah pengingat yang tampil di layar handphone bertuliskan

Anniversary 4th with My love Damian.

Gigi menaruh handphonenya sembarang dengan sedikit membantingnya ke atas nakasnya. Matanya memejam. "Sial," batinnya. Dia lupa menghapus jadwal kalender dalam handphonenya. Padahal satu tahun lalu Gigi mantap membakar segala hal tentang Damian bahkan menjual cincin pertunangannya lalu menghabiskannya dalam satu hari, tanpa sisa.

Kini, karena reminder tersebut, Gigi kembali teringat luka yang telah dia usahakan untuk tidak muncul lagi dari ingatannya. Ironisnya, alarm yang hanya berbunyi sepersekian detik malah mengingatkannya pada pria yang telah ia cintai sejak 3 tahun yang lalu.

Gigi dibawa oleh kenangannya ke masa awal pertemuannnya dengan Damian

*

Gigi mengintip keluar jendela kamarnya. Tamu-tamu mamanya sudah berdatangan, padahal sebelumnya, dia sudah berjanji untuk pergi dengan Firli, Bagas, dan anggota kelompok belajar lainnya untuk mengerjakan tugas paktikum di sekolahnya. Tapi, karena banyak tamu, dan mamanya sibuk sejak pagi, dengan sangat terpaksa ia mengulur kehadirannya.

"Gigi... bantu mama sebentar, nak!" teriak mamanya. Sambil berdumel sendiri, Gigi akhirnya keluar kamar dan membantu ibunya.

Gigi tiba di dapur, dan mamanya memerintahkannya memotong kue-kue dan menatanya di atas piring saji. Sang Mama bertolak menyambut tamu yang datang. Sepertinya tamu yang baru saja tiba adalah tamu yang paling ditunggu-tunggu, karena suara ibu-ibu yang telah hadir terlebih dahulu meningkat volumenya dan saling tumpah tindih satu sama lain. Berisik sekali.

"Oh, bawa aja ke belakang ya. Ada anak tante lagi siapin kue juga." Suara mamanya luar biasa besar, sehingga Gigi bisa mendengar dari dapur.

"Lumayan ada yang bantuin," pikirnya jahil.

Gigi tahu bahwa ada suara langkah kaki yang semakin mendekat, tapi ia tetap cuek dan fokus memotong kue bolu menjadi persegi.

"Kalo elo bawa kue, taro aja di meja. Dan kalo elo enggak sibuk, bantuin gue siapin piring-piring buat nata ini ya. Piringnya ada di lemari bawah." Gigi berbicara
tanpa memandang siapa yang datang.

Seorang yang datang itu sedikit tidak percaya karena perempuan dihadapannya bicara dan menyuruhnya tanpa memandang ke arahnya. Karena tidak punya pilihan, orang itu meletakkan bawaannya di atas meja dan mengambilkan piring, sesuai instruksi Gigi. Dengan mudah ia menemukan piring lalu mengambilnya beberapa. Ia mendekati Gigi dan berdehem sebelum berkata, "Ini piringnya."

Gigi terkejut luar biasa karena indera pendengarnya menangkap suara bariton di sebelahnya,lalu dia menoleh. Mulut Gigi membentuk huruf 'o' dan ia menjatuhkan pisau yang dipegangnya. Bisa dipastikan wajah putih Gigi merona merah karena ternyata orang yang dia suruh barusan adalah seorang pria.

"Sorry, gue kira elo perempuan." Gigi mengatakannya sambil gugup. Lalu pria yang kini di sebelahnya malah tersenyum manis.

"Enggak apa-apa, tapi bicara kesopanan, sebaiknya saat bicara tatap mata lawan bicara, ya kan?" Pria itu menggoda Gigi. Dia mengambil pisau yang jatuh, lalu memberikannya kepada Gigi.

Gigi mencoba menetralkan dirinya yang gugup. "Biasanya yang dateng ke arisan cewek. Makanya gue
todong aja minta bantuin."

Pria itu hanya tersenyum, lagi-lagi cukup manis. "Sini, gue yang potongin kue-kuenya, elo tata aja yang udah dipotongin."

Gigi memberikan pisaunya, mengambil piring lalu menata kue-kuenya. Keduanya asik dengan kegiatan mereka tanpa sepatah kata atau perbincangan. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah mereka sama-sama bingung mau mulai dari mana.

Selesai menata kue, Gigi mengantarkan semua makanannya ke tamu-tamu yang datang. Dia benar-benar senang sekali karena ternyata Damian cukup telaten untuk pekerjaan perempuan. Saat kembali ke dapur, Gigi senyum sendiri ketika masih melihat Damian membereskan dapurnya.

"Oke, thanks yaa udah dibantuin." Gigi datang menghampiri Damian, lalu menyodorkan minuman kaleng padanya.

"Sama-sama. Gue Damian, by the way."

"Oh, ya ampun sampai lupa nanya nama. Gue Algifanya, panggil aja Gigi." Keduanya saling berjabat tapi tidak ada satupun yang ingin melepaskan.

"Gigi ompong?"

Gigi tertawa tipis, lalu menghempas tangan Damian. "Garing."

Percakapan demi percakapan diantara keduanya semakin dalam. Pada akhirnya, Gigi mengenal Damian, pria tampan, usia 21 tahun, semester 6 dan sudah menjadi salah satu internet marketer handal diusianya yang terbilang muda. Dalam satu minggu, dia dijadwalkan mengisi seminar untuk para pebisnis muda yang ingin terjun ke dunia internet marketing.

Begitupun sebaliknya. Damian mengenal Gigi, sebagai gadis manis yang duduk dibangku 2 SMA.

"Kayaknya nyokap udah kelar tuh. Sebelum gue balik, boleh enggak gue minta nomor telepon elo?" Damian langsung memberikan ponselnya pada Gigi. Tanpa ragu, Gigi mengambilnya lalu mengetikkan nomornya.

"Elo belum punya pacar, kan?" tanya Damian.

"Belum sih, tapi temen gue cowok semua."

"Salah satu dari mereka ada yang elo taksir?"

"Enggaklah, emang kenapa?"

"Bagus deh, nanti gue hubungin elo lagi."
Damian mengakhiri percakapan mereka lalu pergi meninggalkan Gigi yang masih terpesona karena percakapan mereka tadi.

*

Dan kenangan-kenangan lain terputar sampai dimana hal yang tidak ingin dikenang Gigi. Memori tadi seperti menina bobokannya, membawa Gigi kembali tertidur lelap. Dan larut dalam dunia mimpi.

Bersambung...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
OneWhere stories live. Discover now