Serpihan Masa Lalu

65 3 0
                                    

Kami di sini, di sudut gelap di bawah jerit keputusasaan.


"Sekarang apa yang akan kita lakukan, Tuan?" Tanya makhluk kecil berbentuk seperti kurcaci yang sedang berdiri di samping sebuah makhluk hitam besar.
"Aku ingin mengambil jiwanya, setelah itu aku akan mendapatkan kekuatan yang sangat besar" makhluk itu kemudian menghilang secara perlahan.

****

DANI.

" Beby masih panas?" Tanyaku ketika Kinal selesai mengompres dahi Beby. Sebenarnya aku ingin sekali menemui Beby dan memberikan ketenangan untuknya, tapi saat aku melihat wajahnya, bayangan Iblis itu muncul begitu saja.
" Udah agak mendingan kok Dan, kamu enggak nengokin Beby dulu?" Tanya Kinal setelah menaruh baskom kecil.
Aku menggeleng pelan," Aku... Mungkin nanti aja, Nal"
Kinal menarik tanganku keluar dari kamar Beby dan menutup pintu. Dia menarikku ke ruang tamu, lalu dia menuju dapur.
Sebenarnya ini sudah sangat malam saat kami tiba di rumah Kinal, Ibunya  ingin pergi ke apotik untuk membeli obat. Tapi aku malah membantu dan membelikan obat untuk Beby, saat aku kembali, Ibu Kinal sudah tertidur. Mungkin karena dia kecapekan.
" Aku mungkin izin untuk beberapa hari Dan, sampai kondisi Beby membaik" ucap Kinal sambil membawa kopi hangat dari belakang.
" Aku akan membuatkan surat izin untukmu" jawabku cepat.
Kinal memberikan kopi hitam itu untukku dan segera kucicipi karena tidak terlalu panas.
Kami sama-sama diam, ditemani suara jam dinding dan cicak yang ada di rumah. Aku bingung harus mengatakan apa lagi kepada Kinal. Dia sedang diam, melihat ke arah vas bunga yang berada di samping sebuah lemari, tatapannya kosong.
Kembali kuminum kopiku yang sedari tadi belum aku letakkan.
" Aku gak nyangka kalau kita bakal jadi seperti ini" ucap Kinal tiba-tiba.
" Maksudnya?"
" Kakek itu berkata bahwa kita harus segera membuat Iblis itu kembali ke neraka. Sepuluh nyawa hanya bisa dibayar dengan satu nyawa"
" Mungkin kita dilahirkan untuk itu" balasku ketika aku paham kemana arah pembicaraan Kinal.
" Mungkin saat ini Iblis yang berada di tubuh adikku sedang mengawasi kita, atau bahkan dia bersama kita sekarang"
Aku mengangguk pelan, tapi tidak takut sedikit pun.
" Kenapa orang biasa seperti kita harus berurusan dengan hal seperti itu, Dan? Bahkan nyawa satu manusia  di sini tidak begitu berharga"
Aku menghabiskan kopiku dalam sekali tenggak dan segera bangun dari tempat duduk, " Cukup. Kita akan akhiri ini secepatnya. Aku balik dulu, nanti kalau ada apa-apa segera hubungi aku" balasku lalu segera keluar dari rumah Kinal.
Aku tidak ingin mendengar apapun darinya.

*****

Sudah 1 minggu sejak meninggalnya Kak Nisa, Keadaan Rio pun tidak berubah. Dia bahkan sering melamun di kamar Almarhumah Kak Nisa sambil memandang ke luar jendela. Kinal maupun Beby juga perlahan menjauh dariku. Setelah kejadian malam itu aku dan Kinal belum terlibat percakapan yang serius. Hanya bertegur sapa seperti orang yang baru kenal. Beby juga masih belum masuk sekolah, aku beberapa kali mencoba menghubunginya, tapi selalu tak ada jawaban.
" Dani!! kamu keluar kelas sekarang!!" ucap Pak Rahmad, guru matematika di kelasku yang terkenal sangat galak.

" Sa-saya Pak?" balasku gugup.

Pak Rahmad memicingkan matanya seperti seekor harimau yang mengintai mangsanya. suasana di kelas berubah menjadi hening. Susah payah aku meneguk ludah. 

" Iya, Pak" Aku segera bangkit dari tempat duduk dan keluar dari kelas.

Biasanya saat aku atau Rio di usir dari kelas, kami akan pergi ke kantin lalu menuju perpustakaan. Bukan untuk membaca, tapi untuk tidur setelah makan kenyang di kantin. Saat aku memasuki kantin, suasana tampak sepi. Hanya ada dua orang perempuan yang sedang makan dan menggunakan pakaian olahraga.

" Buk, bakso sama es teh ya.." teriakku begitu aku duduk di meja pojok kantin, meja favorit kami berdua.

" Ini pesanannya, Mas" Kata Ibu kantin sambil meletakkan pesananku di meja.

" Makasih, Bu" balasku tanpa mengalihkan pandanganku dari layar hp.

" Mas Rio gimana keadaannya Mas?" tanya Ibu kantin tiba-tiba.

Aku menghentikan kegiatan bermain gameku sejenak lalu menatap Ibu kantin, " Baik kok Bu, cuma mungkin sekarang dia sedang sakit" balasku.

" Semoga Mas Rio baik-baik aja ya, soalnya dia orangnya baik, gak tau neko-neko. Apalagi Almarhumah Bu Nisa, duh dia orangnya baik banget Mas" Ibu kantin yang tidak aku ketahui namanya duduk di meja depanku lalu mulai bercerita. " Saya dulu cuma pedagang jalanan, dagangnya di pinggir jalan Mas. Lalu suatu hari ban mobil Bu Nisa pecah di depan warung saya. Sambil menunggu supirnya betulin ban, Bu Nisa mampir ke warung saya untuk makan. Saat Bu Nisa makan ada preman yang datang terus ngacak-ngacak warung saya Mas, Bu Nisa marah-marah dan berkelahi sama preman itu" 

Aku meneguk ludah mendengar cerita Bu Kantin. Kak Nisa adalah juara satu karate tingkat Nasional, dia adalah  pemegang sabuk hitam . Mungkin itu pula yang menjadikan Rio sangat takut pada Kakaknya itu.

" Akhirnya empat preman itu K O sama Bu Nisa, kemudian Bu Nisa ngajak saya jualan di sekolah ini Mas. Duh, saya jadi terharu saat inget cerita itu" lanjutnya sambil berkaca-kaca.

" Iya- Bu.."

" Ya sudah lanjut aja mas, saya mau ke dalam lagi. Bentar lagi istirahat soalnya" Pamitnya lalu buru-buru pergi ke dalam standnya.

Aku kembali menikmati baksoku yang tertunda karena cerita Bu Kantin.

***

Rio terbangun saat sinar matahari menyusup masuk melalui jendela kamarnya. Perlahan dia membuka kedua matanya, badannya terasa kaku, kepalanya seperti ditusuk oleh puluhan jarum kecil. 

" Sial! kenapa sakit semua?" ucapnya sambil sedikit meremas rambutnya sendiri. Semalam, saat dia sudah bertemu dengan seorang Kakek yang pernah membawanya keluar dari alam antah baratah, Dia seperti terlempar ke masa lalu. Rio melihat seorang Pria yang duduk bertapa di sebuah gua yang cukup besar, lalu semua berubah. Dia berada di rumah sakit, dia melihat seorang wanita yang melahirkan dua anak kembar, kemudian salah satu diantara mereka berhenti bernafas dan meninggal. Rio kemudian terlempar lagi, dia melihat anak perempuan yang berdiri sendirian di sebuah pemakaman. Gadis kecil itu menangis sambil mencengkeram sebuah buket bunga yang berada di tangan kirinya. Setelah itu dia bangun dari tidur.

Saat dia mencoba bangun, seorang Kakek yang dia temui di dalam mimpi sedang duduk di meja belajarnya.

" Selamat pagi Rio" sapa si Kakek lembut.

" Siapa Lo?" Rio sedikit membentak.

Kakek itu masih tetap tersenyum, " Aku bukan siapa-siapa, aku hanya diutus untuk menyampaikan sesuatu" 

Rio merasakan kepalanya kembali berdenyut, kali ini berdenyut dengan kencang. Sempoyongan dia mengambil stik drum yang berada di depannya " Siapa lo? kenapa lo bisa masuk kemari?" pandangannya semakin berkunang-kunang.

" Tenang Nak, sebaiknya kau jangan buang-buang tenagamu untuk hal yang tidak perlu. Duduklah, aku akan memberimu sesuatu" si Kakek berjalan dan mendekat ke Rio. 

" Berhenti, tetap di tempat!" Rio bersiap-siap memukul. Kakek itu berjalan tenang ke arah Rio, rasa sakit dikepala Rio semakin menjadi-jadi. Kakinya sudah tidak sanggup untuk menopang badannya. Sejurus kemudian si Kakek memegang tangan Rio dan menariknya sangat kencang. Rio dan si Kakek menghilang dari dalam kamar secara sekejap.



Perjanjian ( Selesai)Onde histórias criam vida. Descubra agora