Emma and George

569 74 6
                                    

San Francisco.

Miko masih sibuk dengan segudang pekerjaan di kantor developer game. Beberapa hari ini ia memilih untuk lembur mengerjakan desain karakter game terbaru. Belum lagi acara costume play yang membuat Miko sering ke luar kota sehingga waktunya habis di perjalanan.

Sebentar-sebentar ia mengerjapkan mata yang mulai lelah. Menyandarkan punggung di kursi berporos sembari menatap langit-langit. Getar ponsel di meja kerja mengusik ketenangan, tangan kanannya terulur meraih ponsel ber-wallpaper Mei.

Emma: "Are you busy now? George wants to meet you."

Miko menghela napas sembari menegakkan kembali punggung yang semula tersandar. Miko menengok ruang sebelah yang hanya dibatasi kaca. William sepertinya masih ingin melanjutkan pekerjaan meski jam pulang kerja sudah berlalu sejak sejam yang lalu. Miko menghampiri William dengan sekaleng softdrink.

"William," panggil Miko. Ia meletakkan sekaleng softdrink di meja William kemudian duduk di kursi.

"Yes, what do you want?" William menghentikan aktivi-tas. Ia meraih kaleng softdrink dari Miko dan meneguknya sedikit.

"George wants to meet me." Miko mulai bercerita sembari menggerakkan kursi berporos ke kanan dan ke kiri.

William adalah satu-satunya teman yang persis seperti Miko di tempat kerja. Ia masih berdarah Indonesia. Hingga berteman dengan William dirasa tepat dan mereka memang terkadang memiliki pemikiran yang sama.

"George? Emma's son?" William bertanya dengan dahi yang mengernyit.

Miko hanya mengangguk pelan kemudian menggaruk sebelah lehernya. Akhir-akhir ini ia dipusingkan dengan Emma, mantan kekasih semasa kuliah. Miko, William, dan Emma dulu bersahabat baik. Sewaktu baru tiba di San Francisco, Miko teramat kikuk dan kebingungan dengan lingkungan baru yang berbeda dengan Indonesia. Hingga ia bertemu dengan William dan Emma, manusia blasteran Amerika-Indonesia yang sudah lama tinggal di San Francisco. Berbeda dengan Miko, mereka berdua sudah berbaur dengan budaya di Amerika. Clubing, one night stand, minum, merokok, itu sudah biasa mereka lakukan. Emma sendiri mulai berhenti minum dan merokok semenjak mulai menjalin hubungan serius dengan Miko—pacaran.

"George ... anakmu?" William melontarkan kata-kata yang sedikit membuat Miko mendelik dan mendesis kesal.

"Hey, come on! I think that you know what happend to us!" gerutu Miko dengan ekspresi frustrasi.

William tertawa kecil, ditepuknya bahu Miko beberapa kali. "Kamu dulu pacarnya, wajar kalau semua orang menuduhmu ayah dari George," cecar William.

Miko menatap William yang masih terkekeh. Lelah sudah memberikan penjelasan pada orang-orang dengan apa yang terjadi padanya dan Emma. Saking lelahnya Miko lebih memilih bungkam meski tudingan itu kerap menyakitkan dan menurunkan reputasinya kalau tinggal di Indonesia. Berbeda di sini, di Amerika tidak akan mempermasalahkan memiliki anak tanpa adanya ikatan pernikahan. Dan Miko tak menginginkan hal itu. Melihat George yang kerap memanggilnya Daddy saja Miko terkadang risih. Akan tetapi Miko acap kali tak tega bila meminta George untuk tak memanggil dengan sebutan Daddy padanya. Sehingga membiarkan George menyebut Miko demikian menjadi pilihan terbaik.

"Ya sudah, temui saja dia. Dia masih kecil dan tak berdosa, tak seharusnya menanggung beban dosa Mommy Emma dan Daddy Miko!" William lagi-lagi memojokkan.

"Oh, shit! Percuma saja bicara denganmu!" Miko bangkit dan berlalu meninggalkan William yang masih terkekeh dengan gelengan kepala.

William tahu apa yang terjadi 5 tahun lalu pada kedua sahabatnya. Andai saja saat itu Miko percaya padanya dan tak bersikeras mencintai Emma. Mungkin semua tak akan terjadi. William tahu seberapa keras Miko mempertahankan budaya ayahnya dari Indonesia. Sehingga hampir dikatakan mustahil Emma memiliki anak dari Miko. Dan masalah berat Miko sekarang adalah bagaimana ia bisa menjelaskan pada kekasih barunya yang tinggal di Indonesia sekarang? William bisa merasakan betapa pusing Miko menghadapi masalah tentang Emma dan George. William memilih menghela napas berat dan kembali bekerja dengan bahasa pemrograman di layar komputer.

Miko Mei (Antara Jakarta & San Francisco)Where stories live. Discover now