Believe Me

1K 93 13
                                    

Sebulan itu waktu yang cukup lama bagi Mei. Dua tahun lalu ia hampir setiap hari bertemu dengan Miko. Tapi, waktu itu mereka belum memiliki hubungan yang serius. Mei yang masih suka kocar-kacir dirundung galau di antara dua laki-laki, Miko dan Brian, membuat hubungannya dengan Miko sedikit tersendat. Sekarang sudah memiliki hubungan yang serius malah jarang bertemu.

Mei mendengus kesal. Memutar ponsel di meja karena sebal tak kunjung mendapat kabar dari Miko. Mei sudah yakin sekali tadi pagi menghitung tanggal di kalender, ini adalah hari ke-30 Miko sibuk. Miko bilang sebulan sibuk mengurusi costume play. Ini sudah sebulan, Mei juga yakin bulan ini ada 30 hari.

"Mei, ada proposal dari jasa tour and travel, nih. Kayaknya kamu bakalan seneng, deh, bacanya." Ratna serta merta duduk di samping Mei.

Mei bergeming. Ia masih saja melamun menatap pada ponsel di meja yang sedari tadi ia putar-putar tak jelas. Ratna yang menyadari tidak ada tanggapan dari Mei langsung menggoyangkan telapak tangan kanannya di depan wajah Mei.

"Woi, ngalamun aja!" Ratna mencibir sembari menepuk bahu Mei.

"Eh, iya ... apa tadi?" Mei tergagap menyadari sedari tadi ia terlalu sibuk melamun di kantor penerbit sembari menunggu Ratna.

Ratna hanya menipiskan bibir. Tangannya membuka map berisi proposal dari jasa tour and travel dan Mei mulai menyimak.

Sebuah jasa tour and travel mengadakan tour bersama penulis bestseller. Dan beruntungnya Mei yang mendapat kesempatan ini. Pihak jasa tour and travel menginginkan wisata ke San Francisco bagi penggemar novel Mei. Dan sampai sekarang sudah ada sepuluh orang yang mendaftar untuk mengikuti tour tersebut. Untuk Mei gratis karena memang Mei-lah yang menjadi penarik para pengguna jasa travel and tour tersebut.

"Entar kita berangkat bareng penggemar kamu, Mei. Tujuan wisatanya adalah Pier 39, wisata cable car, dan tempat-tempat lain di mana pernah kamu kunjungi bersama Miko. Pokoknya persis sama yang ada di novel kamu. Gimana? Setuju?" Ratna menaik-turunkan kedua alisnya.

Mei hanya takjub. Bibirnya sedikit membuka tak percaya. "Ini gratis?" tanya Mei masih tak percaya.

"Iya." Ratna mengangguk mantap.

"Ke San Francisco?"

Ratna kembali mengangguk diiringi senyum.

"Aku mau banget! Kapan?" Mei begitu antusias. Digenggamnya erat tangan Ratna dan menggoyang-goyangkan dengan histeris.

"Seminggu lagi, Mei. Gimana? Mau?" Ratna mencolek dagu Mei, menggoda Mei yang kegirangan.

Mei mengangguk terharu disusul senyum kebahagiaan. Keduanya terkekeh bersamaan hingga terdengar dering ponsel, Mei menghentikan keasyikan mereka. Mei buru-buru menjauh dari Ratna mengetahui nama Miko yang tertera dalam layar ponsel. Ratna tersenyum, mengedikkan bahu kemudian keluar dari ruangan.

"Halo, kenapa baru telepon sekarang? Ini sudah hari ke-30 kamu sibuk. Apa kamu masih sibuk juga? Nggak jadi dikasih cuti?" Mei lantas membombardir Miko dengan segudang pertanyaan.

"...."

"Oh, begitu. Ya sudah, nggak apa-apa. Jangan lupa makan dan jangan terlalu lelah," pesan Mei dengan raut wajah nelangsa.

"...."

"Miss you too." Mei mengakhiri panggilan.

Air mata yang menggenang membuat pandangannya kabur.

Beberapa menit bercakap-cakap dengan Miko melalui telepon mengubah drastis raut wajah Mei. Entah harus bagaimana lagi. Harus mengerti, memahami atau marah padanya. Miko bilang tidak jadi ke sini sekarang. Ada urusan mendadak yang mengharuskan ia kembali ke San Francisco setelah tour costume play di Thailand selesai. Meski Miko berjanji setelah urusannya selesai ia akan sesegera mungkin menjenguk Mei. Tapi, itu semua tak lekas mengobati kekesalan Mei. Ia sudah terlalu lama menahan kerinduan. Tiga puluh hari jarang berkomunikasi apa itu kurang cukup untuk menyiksanya?

Miko Mei (Antara Jakarta & San Francisco)Where stories live. Discover now