Why Am I Not Good Enough?

486 65 29
                                    


Sejak kecil aku sangat mengagumi Allmight. Tentu saja hal itu cukup wajar, karena aku memang memimpikan untuk menjadi seorang pahlawan.

Aku memiliki quirk yang hebat, walau jarang ada orang yang mengetahui kalau aku pernah kesulitan untuk mengendalikannya. Aku terus berlatih sejak kecil, walaupun itu kulakukan dengan diam-diam.

Aku berlatih untuk dapat bertarung, untuk dapat menciptakan teknik dari quirkku, agar nantinya akan berguna untukku saat diterima di sekolah pahlawan.

Aku tidak pernah berlatih mengendalikan quirkku di depan mata orang lain. Bahkan, aku selalu menghindari berlatih di depan orang tuaku.

Alasannya sederhana, karena aku tidak mau seorang pun melihatku putus asa. Itu benar, aku pernah merasa putus asa. Jangan terkejut! Aku bukanlah orang yang terbuat dari berlian seperti kata orang-orang lain di sekitarku.

Aku hanya terus berusaha agar dapat menjadi sosok yang mereka bayangkan terhadap diriku.

Bertalenta, kuat, dapat mendapatkan apapun tanpa berusaha keras dan selalu menjadi pusat perhatian. Itulah pandangan mereka terhadap diriku.

Aku berputus asa ketika aku terus tidak bisa mengendalikan quirkku yang telah berkembang saat menginjak kelas 1 SD dan meledakkan apapun yang kusentuh. Aku terus merusak, menghancurkan apapun. Bahkan, sesuatu yang kujaga dengan baik.

Aku tidak menduga kalau percikan yang ditimbulkan dari kedua tanganku saat TK akan menjadi sebuah ledakan mematikan. Aku pernah merasa takut terhadap quirkku sendiri setelah aku nyaris melukai tangan ibuku ketika ia menggenggam tanganku.

Tapi, aku sadar kalau aku tak bisa seperti ini. Sejak saat itulah aku terus berlatih agar dapat mengendalikan quirkku bagaimana pun juga. Aku tidak mau lagi menjadi penyebab kerusakan yang tidak ingin aku sebabkan.

Akhirnya, tekadku untuk mengendalikan quirkku dapat menekan rasa frustasi dan putus asa yang aku rasakan saat itu.

Sampai pada akhirnya, aku berhasil diterima di sekolah pahlawan yang aku impikan. Saat itu aku merasa sangat bangga terhadap diriku sendiri. Karena aku dapat masuk ke sekolah ini dan menjadi peringkat pertama saat ujian pendaftaran dengan usahaku sendiri.

~~~###~~~

Saat pertama kali aku bertemu dengan Allmight. Aku harus mengerahkan seluruh tekadku untuk tidak menunjukkan wajah bodoh seperti Deku.

Tidak, aku menolak untuk menunjukkan kekagumanku pada Allmight karena aku ingin dia melihatku sebagai seseorang yang akan melampauinya nanti, bukan penggemar fanatik yang hanya bisa bermimpi.

Ketika latihan tanding pertamaku di U.A tiba. Aku benar-benar merasa percaya diri untuk menunjukkan seluruh kemampuanku di depan Allmight. Ditambah lagi lawanku pada saat itu hanyalah Deku. Tentu saja aku sangat yakin untuk memenangkan pertandingan ini dengan mudah.

Oh, andai saja aku tahu betapa salahnya diriku waktu itu.

Aku tidak tahu darimana dan sejak kapan hal itu bisa terjadi. Hal yang pasti aku ketahui adalah kenyataan bahwa aku telah kalah oleh Deku di pertandingan pertamaku di sini. Pertandingan pertamaku yang dilihat oleh Allmight.

Saat itu aku sangat marah kepada Deku, marah karena tindakannya kepadaku. Di kepalaku terus terisi pertanyaan menyedihkan akan kekalahanku.

Kenapa, kenapa aku bisa kalah? Kenapa baru kali ini aku bisa kalah dari Deku?
Kenapa Deku malah mengalahkanku disaat seperti ini?
Kenapa dia malah mengalahkanku tepat saat Allmight sedang melihatku?

Perasaan marah yang kurasakan bukan hanya berasal dari kekalahan pertama yang kuterima, tapi juga karena aku gagal membuat Allmight terkesan olehku. Aku ingin dia mengakuiku, tapi kesempatan itu telah dihancurkan oleh Deku.

Just My SelfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang