PROLOG

1.6K 109 16
                                    

Dua minggu sebelum hari pernikahan.

"Kim Jisoo," panggil sang ibu dari seberang sana.

Entah sudah keberapa kali sang ibu memanggil Jisoo dengan nada lembutnya. Justru membuat Jisoo tersenyum simpul. Rindu.

"Ia aku akan pulang minggu depan." Pasrah Jisoo. Bila tidak segera menjawab dan memberi kepastian sang ibu akan terus menerornya dengan panggilan dan pesan yang akan membuat ponselnya tidak berhenti beristirahat.

"Minggu depan terlalu lama," Protes sang ibu cepat.

Lagi-lagi Jisoo hanya bisa tersenyum dan menghembuskan napas pelan. Tangannya terlalu sibuk memasukkan barang-barang kedalam koper. Untung saja ia memakai earphone agar lebih mudah berbincang tanpa perlu menempelkan ponsel ketelinganya.

"Lusa. Lusa kamu harus pulang!" kini nada lembut sang ibu berubah menjadi lebih tegas dengan penekanan.

Jisoo menarik napasnya dalam-dalam. Sebelum akhirnya kembali berkata. "Baiklah," ujarnya tidak lagi bisa berkata-kata.

Setelahnya terdengar tawa kecil kemenangan dari sang ibu disana. Membuat Jisoo sedikit dongkol.

"Baiklah putriku tercinta. Jaga kesehatanmu, karena harimu sudah dekat."

Kalimat terakhir sang ibu membuat Jisoo berdehem. Tenggorokannya tiba-tiba saja terasa kering. "Hmm," hanya gumaman Jisoo yang menjadi akhir pembicaraan mereka.

Jisoo melepas earphone dari kedua telinganya. Menyimpan di samping ponsel putih yang tergeletak begitu saja diatas lantai kayu kamarnya.

Pandangan mata Jisoo berdar kesetiap penjuru flat.

Flat bercat putih dengan dekorasi wallpaper bergaya musim gugur dan dingin yang ia tempel guna mempercantik ruangan, sebentar lagi akan berubah menjadi sebuah kenangan.

Jisoo akan segera meninggalkan flat yang lebih dari lima tahun menemani harinya. Kini sudah tidak ada barang-barang apapun. Kosong. Hanya tersisa satu tempat tidur, lemari besar tempatnya biasa menyimpan berbagai pakaian dan meja rias.

Beberapa barangnya sudah ia berikan pada sebagian teman. Sang ayah menyuruhnya untuk tidak membawa barang-barang tidak berguna. Ia hanya diperbolehkan membawa barang-barang yang dianggap penting. Itulah pesan sang ayah.

Bagi Jisoo berat memang, harus meninggalkan negara yang sudah seperti rumah kedua baginya. Inggris.

Harimu sudah dekat.

Suara sang ibu tadi membuat Jisoo menghempaskan dirinya keatas lantai kayu Tangan kananya terjulur mengambil ponsel dan menyalakannya. Ujung ibu jari Jisoo bermain diatas layar touch screen ponselnya. Membuka salah satu situs pencarian berita terbesar di Korea Selatan. Rumah pertamanya.

Baru saja terbuka pada halaman utama Jisoo sudah menarik napasnya berat. Judul berita yang sengaja dibuat lebih tebal langsung terbaca olenya. Sejenak ragu. Ibu jari Jisoo memilih judul yang menjadi headline portal berita dan tampilan layar ponselnya langsung berubah.

Jisoo tidak berniat sama sekali untuk membaca isi berianya. Ia lebih tertarik pada foto yang sengaja disisipkan untuk memperjelas isi berita. Foto seorang laki-laki dan perempuan. Jisoo menekan foto yang terpajang disana. Membuat artikel yang sudah ia tau isi beritanya menghilang. Tergantikan dengan foto kedua pasangan menyabotase satu layar penuh diponselnya.

Wanita ini. Benarkah aku?

===

"Matikan." Perintah Jinyoung penuh penekana pada Jaebum yang memegang kendali remot televisi. Ia sudah lelah membaca berita-berita di internet, koran, televisi, billboard besar yang terpasang digedung kantor dan mall-mall. Semuanya seakan kompak bersama-sama menampakkan foto wajah Jinyoung. Bahkan beberapa diantarnya turut menyelipkan video-video Jinyoung diberbagai event yang ia datangi.

"Aku yakin banyak gadis yang patah hati saat ini." Jaebum membuka suara diikuti anggukan Irene setuju.

Jinyoung yang menjadi subjek disini hanya bisa mengurut-urut pangkal hidungnya. Ia sama sekali tidak terkejut dengan berita yang tersebar dan berubah menjadi topik panas. Tapi bukankah ini terlalu berlebihan?

"Kamu sudah bertemu dengannya?" tanya Irene disambut gelengan pelan Jinyoung.

"Tidak apa-apa. Kalian kan sudah saling mengenal." Jaebum dengan santai.

Menanggapi kata-kata Jaebum Jinyoung hanya dapat melenguh berat.

Irene tidak pernah melihat Jinyoung seperti ini. Mendapat teror dari deadline kerjaan yang bagi Irene menjemukan dan membuat kepala seakan ingin meledak. Laki-laki itu akan tetap menjadi yang tertenang dan dingin menghadapinya.

Semuanya mungkin akan berbeda. Jika saja bukan dia yang fotonya bersanding bersama Jinyoung menjadi headline semua portal berita.

'Park Jinyoung(Wakil Direktur Taeyang Grup) dan Kim Jisoo (Putri kedua Pemilik Shihan Grup). Resmiakan menikah.'

-TBC-

STAND by METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang