A13

3.1K 159 6
                                    



Adnan pergi ke kampus untuk konsultasi skripsi karena ini tahun terakhir Adnan berada di kampus ini. Adnan berusaha keras agar skripsinya selesai lebih cepat biar dirinya lebih leluasa mencari pekerjaan.

Setelah selesai konsul, Adnan langsung balik karena memang tidak ada jadwal perkuliahan dan dirinya harus mengajar lagi. Tetapi sebuah mobil mewah berwarna hitam terparkir di depan gerbang kampus Adnan. Tentu saja Adnan sangat mengenali mobil tersebut milik siapa. Seorang pria dengan setelan hitam menghampirinya.

"Mari masuk," pinta pria tersebut.

"Tidak mau," tolak Adnan.

"Saya mohon, kali ini saja." Pria itu membungkuk untuk memohon pada Adnan agar mau masuk kedalam mobil tersebut.

Karena tidak ingin menjadi pusat perhatian kampus, Adnan akhirnya mau masuk kedalam mobil tersebut. Semakin ia keras kepala, yang ada malahan pria itu tetap berada disana dan akan menjadi pusat perhatian beberapa mahasiswa yang kebetulan berlalu-lalang disana.

"Ada apa lagi?" tanya Adnan dingin.

"Kita bicara di tempat lain," kata pria paruh baya yang duduk di samping Adnan.

Mobil melaju menuju sebuah restoran yang memang sudah di booking terlebih dahulu. Adnan keluar dari mobil begitu saja dan masuk ke dalam restoran diikuti oleh pria tadi beserta ajudannya yang mengenakan setelan jas serba hitam.

Para pelayan restoran langsung membungkuk menyambut kehadiran Adnan yang bersama pria paruh baya dengan wibawa yang begitu kuat dan penuh martabat tersebut. Begitu mereka tiba di meja yang sudah dipilih, Adnan langsung duduk begitu saja.

"Langsung ke intinya saja," kata Adnan datar. Bahkan sejak tadi Adnan tidak menunjukkan wajah ramah sedikitpun.

"Adnan, kamu tidak ingin makan terlebih dahulu?" tawar pria tersebut. Adnan memutar bola matanya kemudian mendesah berat.

"Saya bisa beli makan sendiri tanpa uang dari Anda," ujar Adnan sarkatis sembari menatap sinis kearah pria yang duduk dihadapannya.

Pria tersebut menyunggingkan senyumnya, seolah-olah tidak merasa tersinggung sedikitpun. Adnan semakin merasa jengah dengan kondisi saat ini.

"Sebentar lagi kamu selesai kuliah, gimana rencana kamu ke depannya?" tanya pria tersebut. Adnan menatap pria itu dan tersenyum miring.

"Bukan.urusan.anda!" jawab Adnan penuh penekanan pada setiap kata-katanya.

"Adnan..." lirih pria tersebut.

"Baiklah, kalau memang tidak ada yang mau anda bicarakan lagi, saya permisi."

Adnan bangkit dari duduknya. Pria itu berusaha menahan Adnan, tetapi Adnan sangatlah keras kepala.

"Adnan, jangan pergi!" pinta pria tersebut.

Adnan tetap melangkah meninggalkan restoran tanpa memperdulikan panggilan dari pria tersebut. Pria itu kemudian mengejar Adnan sampai ke depan restoran.

"Adnan, berhenti bersikap begini. Kita mulai dari awal lagi. Saya minta maaf dan saya mohon dengarkan penjelasan saya," pintanya.

Adnan menatap tajam kearah pria tersebut.

"Tidak ada yang perlu di jelaskan lagi. Saya sudah cukup dewasa untuk mengerti semuanya," sahut Adnan dingin.

"Tidak, Adnan. Kamu belum mengerti," bantah pria tersebut. Adnan  justru tersenyum kecut.

"Belum mengerti pada bagian mana? Drama apa lagi yang ingin anda tunjukkan pada saya? Sudah cukup anda menyakiti saya," sahut Adnan sarkatis. "Saya harap anda tidak pernah muncul di hadapan saya lagi."

Adnan langsung meninggalkan restoran tersebut dengan berjalan kaki. Pria tadi hanya bisa pasrah dan menatap punggung Adnan yang semakin menjauh lalu menghilang.

"Adnan, andai saja kamu mau mengerti dan sedikit menurunkan egomu. Kali ini, saya akan melakukan semuanya dengan cara saya," gumamnya.

*

Adnan berhenti tepat di depan kampus karena motornya masih berada di lingkungan kampus. Saat hendak mengendarai motornya, ponselnya bergetar. Adnan menggenggam erat ponselnya kemudian mematikan notifikasinya lalu memasukkan kembali kedalam kantong celananya. Adnan mengendarai motornya menuju suatu tempat.

Adnan berhenti di sebuah toko bunga. Penjaga toko menghampiri Adnan.

"Mau bunga apa, tuan?" tanya penjaga toko.

"Mawar putih," jawab Adnan.

Penjaga toko itu mengerti dan langsung membuatkan sebuah buket mawar putih. Setelah membayarnya, Adnan melajukan motornya lagi menuju suatu tempat.

Adnan berhenti tepat di sebuah pemakaman umum. Adnan berjalan sambil membawa buket tersebut. Adnan berdiri di depan sebuah makam lalu ia meletakkan buketnya di makam tersebut.

"Halo, ma. Adnan rindu..." lirih Adnan pelan. Raut sedih terlihat jelas di wajah tampan Adnan meskipun ia memaksakan diri untuk tetap tersenyum.

"Ma, apa mama sudah bahagia di sana? Adnan sekarang juga sedang berusaha bahagia bersama istri Adnan. Adnan harus apa, ma? Apakah Adnan harus memaafkan pria itu?"

Adnan mendesah berat. Ia tidak suka dengan perasaan ini, tetapi untuk berdamai dengan dirinya sendiripun rasanya masih sulit.

Malam telah tiba. Saatnya ritual api unggun. Para murid duduk membentuk lingkaran dengan api unggun berada di tengah. Julian mengambil tempat di samping Adel, tetapi Adel langsung pindah tempat ke samping Luna.

"Udah dong marahnya, Del," bujuk Luna.

"Lu gak usah ikut campur, Lun!" sahut Adel ketus. Seperti inilah Adel, ketika dia marah sama seseorang, semua orang pasti akan kena semprotnya.

"Kan cuma masalah sepele, Del," lanjut Luna.

"Bagi gue itu besar," jawab Adel kesal.

"Udahlah, Lun. Adel perlu waktu," ungkap Jenneth menengahi.

Tiba-tiba Julian maju ke depan dan berdiri di tengah-tengah lingkaran sambil membawa gitar.

"Halo, semuanya. Malam ini gue bakal nyanyi buat ngehibur kalian semua sekaligus mau minta maaf sama orang yang baru aja gue bikin sakit hati."

Julian mulai memetik gitarnya dan menyanyikan alunan nada dengan merdu. Para murid disana mulai ikut menikmati alunan musik Julian.

You gotta go and get angry at all of my honesty

You know I try but I don't do too well with apologies

I hope I don't run out of time, could someone call a referee?

'Cause I just need one more shot at forgiveness

I know you know that I made those mistakes maybe once or twice

By once or twice I mean maybe a couple of hundred times

So let me, oh let me redeem, oh redeem, oh myself tonight

'Cause I just need one more shot at second chances

'Justin bieber - Sorry'

Julian menghentikan permainan gitarnya. Ia menatap sekilas kearah Adel tetapi Adel langsung membuang muka. Para murid memberikan tepuk tangan atas penampilan Julian tadi. Julian kemudian kembali ke tempat duduknya.

Adnan terlihat gelisah karena sudah beberapa kali ia berusaha menghubungi Adel, tetapi ponselnya tidak aktif. Adnan juga menghubungi Arnessa untuk mengetahui kabar terakhir Adel, tapi hasilnya nihil karena Adel juga tidak memberi kabar pada mamanya.

"Tuh anak ya. Sekali dikasih izin langsung ngilang," gusar Adnan karena istri kecilnya yang hilang tak ada kabar sama sekali.

Mi dispiace (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang