1 - Ketika Allah Mencintai Seorang Hamba

1.6K 138 16
                                    

"Assalamualaikum Ya Ummi, ananda mau berijin......"

Ditutuplah telfon itu, ia letakkan di saku kiri tas yang ia gendong.
"Alhamdulillah," ucapnya kemudian meletakan tas punggung yang ia gendong dan beralih mengambil sebuah koper besar di atas lemari kamar 4x4 nya.

Berberes hendak pergi. Ia letakkan semua barang yang kiranya ia butuhkan seringkas mungkin, sebelum ia kembali mengambil ponselnya di saku tas.

"Assalamualaikum ya ukhti, aku sudah berijin kepada Ummiku, jadi aku bisa berangkat hari ini sesuai jadwal," katanya di dalam telfon, ia dengarkan kata perkata yang dilontarkan dari lawan bicaranya diseberang sana. "Baiklah, assalamualaikum"

Ia gendong kembali tas pungungnya sembari membawa koper hitam besar keluar dari ruangan yang 4 tahun terakhir ia tempati.

Bismillah tak lupa ia ucapkan sembari menyeret benda hitam besar di tangan kirinya serta ponsel di tangan kanannya.

"Mas Rayhan jadi menjemputku?" ucapnya diseberang dengan hantaran ponsel merah maroon yang selalu ia bawa kemanapun. "Baiklah, aku tunggu di depan kost mas" ia mematikan ponselnya dan beralih ke arah tempat duduk di depan kost yang ia tempati selama kuliah di Jakarta.

Tak lama sebuah mobil berhenti di depan gerbang, wanita bercadar hitam itu berjalan menuju mobil yang datang.
"Assalamualaikum," ia mencium bolak-balik tangan lelaki yang berada di belakang setir itu.

"Walaikumsalam," jawab lelaki itu dan ia tersenyum senang melihat adiknya yang mengaku sudah dewasa, namun tangannya tetap sekecil saat ia berumur 5 tahun baginya.

"Ayo mas, temanku sudah menunggu di bandara," perintahnya setelah selesai menyesuaikan barang-barangnya di tempat nyaman di dalam mobil.

"Sesenang itu mau pergi?" tanya Rayhan Hussein Al-Arsyid, yang tidak lain adalah kakak laki-laki sedarah daging dengan Khadijah Amayyah Al-Arsyid yang sudah menjadi yatim sejak umur mereka 7 tahun dan 10 tahun.

Khadijah tak menjawab, malas saja menambah dosa durhaka terhadap saudara, karena ia tau tak akan menang melawan Rayhan, kakaknya.

"Ingat jaga imanmu, selalu istiqomah di negeri yang jarang penghuni seiman denganmu, Neng," nasihatnya kepada adik satu-satunya itu.

"Bismillah Mas, doakan saja supaya neng Dijah tetap istiqomah, insyaallah," balas Khadijah kemudian. Air matanya ia tahan untuk tidak mengalir, mengapa harus menangis Dijah, kau hanya harus berpisah selama 6 bulan tidak lebih.

Pikirannya berkelabut, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi saat ia jauh. Tapi bukankah selama ini ia memang telah berjauhan dengan keluarganya? Entahlah mungkin perasaannya saja yang membuatnya khawatir.

"Assalamualaikum," ucap karib Khadijah sejak ia SMA kepadanya dan kakak laki-lakinya yang idaman bagi wanita seusianya.

"Walaikumsalam ukhti." Senyum semanis gula tak lupa Rayhan pancarkan kepada dua sahabat hijrah adiknya itu. Walaupun para sahabat adiknya belum berhijrah sepenuhnya namun ia dukung selalu untuk memperbaiki diri.

"Sudah lama menunggu?" tanya Rayhan kembali, yang membuat jantung kedua sahabat Khadijah itu berdetak tak keruan. "Maafkan mas, tadi mampir sebentar ke makom, Dijah rindu Abah katanya," tambahnya dengan suara lembut ditambah senyuman disetiap akhir katanya.

"Ya Mas, gapapa lagian masih lama juga nunggu pesawatnya," jawab Zayla, salah satu sahabat Khadijah yang tertua diantara mereka.

Rayhan masih menunggu keberangkatan adiknya, dengan susah hati rasanya melihat adiknya yang 4 tahun terakhir memang tidak bersamanya dan Umminya sekarang bahkan akan pergi lebih jauh untuk mengejar asa dan citanya.

Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang