3 - Perjalanan Mendekat Kepada Allah

741 105 12
                                    

"Husnah!"
Pekik jerit Zayla yang mengamuk pada setiap paginya di kost itu masih terbawa hingga disini. Hidup selama empat tahun dengan wanita yang sungguh luar biasa jika tidur. Bisa dibilang latihan menjadi mayat daripada disebut sebagai orang tidur.

"Mba, jangan terlalu keras kasihan telinga Husnah," kata Khadijah dengan lembut.

"Mundur Dijah. Orang lembut sepertimu gak akan bisa mengatasi manusia jelmaan kerbau ini," kata Zayla dengan kesal.

Ditariknya oleh Zayla tangan Husnah dengan kasar. Namun tak bergerak dan tak ada respon barang sedikit. Berpindah pada kakinya. Kaki Husnah ditarik oleh Zayla hingga seprai ikut tertarik kebawah.

"Mba jatuhkan saja ya?" Ia berbisik kepada Khadijah walaupun ia tahu dengan suara ditambah toa pun tak akan membangunkan seorang Husnah.

"Jangan, Mba, kesian nanti sakit," kata Khadijah dengan lembutnya.

Sejak pagi tadi Khadijah dengan lembutnya membangunkan Husnah. Ia tak menyerah menyentuh dengan lembut pipi Husnah berharap suara lembutnya bisa terdengar oleh Husnah. Namun sayang sekali nyatanya tidak sama sekali.

"Mundur," perintah Zayla kepada Khadijah yang setia berdiri di belakang Zayla.

"Husnah sorry, kesabaran aku udah sampai batasnya."

Zayla dengan tanpa ampun menyeret kedua kaki Husnah hingga jatuh ke lantai gadis berpiyama tidur biru itu.

"Ahhh!!!" pekik Husnah dengan mata tertutup kemudian.

"Bangooon!!" teriak Zayla tepat di telinga Husnah.

"Zayla!! Ngeselin banget sih!!" katanya tak terima. Ia terduduk dilantai dengan mata yang masih separuh tertutup rapat tak kuat menahan kantuk.

Adzan subuh akhirnya berkumandang dari benda kecil yang tergeletak diatas kasur.

"Alhamdulillah. Ayo sholat!"

Dengan berat langkah kaki Husnah mengikuti kemana arah leher bajunya ditarik oleh Zayla dengan kuat-kuat.

Sepasang manik mata Zayla yang penuh dengan kekaguman pada sosok sahabat di depannya itu. Wajah cantik yang selalu ia sembunyikan dibalik cadar menjuntainya. Dimana lagi dia bisa menemukan bidadari surga secara nyata jika bukan berada di hadapan Khadijah Amayyah Al - Arsyid.

Shaf sholat sudah ditata dengan posisi Khadijah sebagai iman sedang kedua sahabatnya berdiri di belakangnya sebagai makmum. Lantunan suara Khadijah yang membaca ayat - ayat suci sangat nyamam untuk di dengar. Suara lembut ditambah dengan keindahan Al - Quran tidak ada lagi syair yang lebih indah daripada ini.

"Assalamualaikumwarohmatulloh,"
Salam terakhir dan menjabat tangan masing - masing. Di cuaca dingin negeri yang mungkin jarang akan mereka temui makhluk seiman dengan mereka.

"Neng yang masak ya, Mba?" tawar Khadijah.

"Ya!"

Berjalanlah Khadijah dengan gamis merah muda dan cadar hitamnya menuju kearah dapur mini untuk melakukan kegiatan yang sudah menjadi rutinitasnya sejak ia kecil. Sifat kemandirian yabg ditanamkan oleh Umminya sungguh sangat berguna baginya sekarang.

"Dijah?"

Suara yang memanggil namanya secara otomatis mendapat sahutan lembut dari Khadijah. Husnah dengan ponsel merah maroon milik Khadijah datang ke dapur menyampaikan pesan dari sanak Khadijah.

"Dari Ummi," jelas Husnah. Ia memberikan ponsel merah maroon kepada khadijah.

"Assalamualaikum, Ummi?"
Suara lembut Khadijah memberi salam dengan sopan kepada sosok diseberang sana.

Syahadat & Seoul | Lee Jeno ✅Where stories live. Discover now