01 • End for Start

11.8K 950 56
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Hye Jin



Bising.

Hanya satu kata itu yang terus terngiang di telingaku. Perdebatan tiada akhir yang semakin membuatku muak dan ingin mengakhirinya secepat mungkin meskipun kenyataannya aku tidak akan pernah bisa melakukannya. Mereka terus menyebut namaku dengan intonasi tinggi dan selalu membuatku berada dalam masalah, seakan mereka tak mau tahu bahwa aku bisa mendengarnya juga dengan sangat jelas.

Diam seribu kata, aku terus menatap piring kotor yang mulai kemarin belum sempat kusentuh sedikitpun. Kuremas celemek cokelat motif kotak-kotak yang kini kupakai, hanya salah satu caraku agar aku bisa menahan air mataku keluar. Air dari kran masih mengalir deras, aku sama sekali tak terusik untuk mematikannya, meskipun aku sadar hal ini akan membuatku menjadi bahan omelan, lagi dan lagi.

Suara kaca pecah kini terdengar kembali, sama seperti kekacauan yang terjadi minggu lalu. Disaat aku kembali dari supermarket untuk membeli stok ramen yang menipis, kulihat paman tiriku lewat kaca depan rumah mendorong istrinya di ruang tamu lalu mendengus sembari keluar rumah mengucapkan sumpah serapah. Aku terlalu takut untuk menolong bibi sehingga kakiku secara tak sadar berbalik lalu bersembunyi di gang tempat pembuangan sampah. Aku tidak peduli pada kenyataan tempat ini bukanlah tempat yang cocok untuk pelarian diri. Aku tidak punya teman untuk bercerita. Gang inilah satu-satunya tempat dimana aku bisa meluapkan segala kesedihanku yang terpendam.

Meskipun aku tinggal serumah dengan paman dan bibi, hal tersebut tidak membuat hidupku menjadi lebih mudah. Suami bibi, kakak kandung dari ayahku meninggal karena terlibat skandal buronan narkoba sehingga ia banyak diburu oleh banyak pihak dan berakhir dengan tembakan yang berasal dari rivalnya. Lalu bibi menikah kembali dengan kekasih gelapnya dan berakhir dengan kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis.



Tebaklah siapa yang mereka salahkan.



Aku. Tentu saja.



Paman tiriku sangat tak menyukaiku berada di rumah mereka. Aku hanya dianggap sampah, tidak berguna dan pantas dibuang. Dia tidak pernah sekalipun menatapku saat berbicara, jangankan berbicara, menyebut namaku saja dia enggan. Dia pikir akulah yang membuat hidup mereka berat, aku menumpang di rumah mereka dan hanya menghabiskan uang jatah bulanan bibi. Padahal aku tidak pernah meminta uang pada bibi untuk keperluan pribadiku. Justru terkadang bibi memohon padaku untuk meminjamkan uang dari tabungan yang ditinggalkan ayahku.



"Keparat! Hye Jin keparat! Kenapa dia tidak bisa pergi saja, hah?" teriak paman tiriku, suaranya menggema di seluruh penjuru ruangan dan tentu saja aku mendengarnya. Selalu seperti ini.

"Hae Sung! Tak bisakah kau tak menamparku saat membahas masalah ini?!" suara bibiku kini menyahut, semakin membuatku getir. Bibirku berkedut, mataku mulai berair meskipun aku sudah menahannya.

SKETCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang