9. Kencan

734 24 0
                                    

Berharap akan baik-baik saja, tanpa ada permasalahan, yang jelas sekarang hanya ada kebahagiaan.

.
.
.
.

Hari ini, hari minggu. Aril berjanji akan mengajaknya jalan, entah jalan kemana Ninik tidak tau.

Sekarang Ninik sudah bersiap-siap, tinggal menunggu Aril datang menjemputnya.

Aril bilang, ia akan mengajaknya ke kafe. Tak apalah di kafe, yang terpenting mereka bisa jalan lagi.

"Kak, noh kak Aril udah nunggu di teras."

Ninik terperanjat mendengar perkataan adiknya, langsung saja ia menegakkan punggungnya dan melihat ke arah adiknya.

"Kenapa ngga di suruh masuk aja."

Aira hanya mengangkat bahunya acuh seraya berjalan menuju sofa dan memilih duduk di samping Ninik, dengan mata fokus ke arah televisi Aira berkata tanpa menoleh ke arah Ninik.

"Katanya ngga usah, nunggu di sini aja. Gitu, ya udah dia mintanya di teras."

"Ck, ya udah. Gue berangkat dulu, kalo bunda nyariin, ngomong aja gue udah berangkat."

Ninik hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat respon dari sang adiknya yang hanya mengangkat jempolnya saja sebagai tanda oke.

Sungguh dia mempunyai adik yang super dingin, jutek pula di tambah hidup lagi, sungguh komplit. Ninik merasa seperti sedang berbicara dengan tembok saja jika bersama adiknya, Ninik harus menyiapkan kesabaran yang ekstra untuk menghadapi sang adik yang seperti es kutub saja makin hari makin parah dinginnya.

Ninik melenggang pergi ke teras rumah, dan benar saja. Di sana ia bisa melihat Aril yang sedang duduk dan tersenyum ke arahnya.

Ninik duduk di kursi kosong yang berada di samping Aril.

"Kenapa ngga masuk?"

"Ngga, lebih enak di sini."

"Ck, kaya ngga biasanya aja kesini."

"Ya bukan gitu, gue gak enak aja sama adek lo."

Ninik mengernyitkan dahinya bingung dengan ucapan Aril.

"Emang adek gue kenapa?"

"Ya ngga kenapa-napa sih, cuman gue bingung kalo sama adek lo mau ngomong apa. Secara adek lo kan jutek plus dinginnya ngalahin kutub utara."

"Haha...., lo bisa aja. Emang tuh orang, kok bisa ya gue punya adek kaya gitu? Gue aja bingung harus ngomong apa sama adek gue, apa lagi lo."

"Emang bunda lo dulu ngidam apa sih sampe punya anak dinginnya ngalahin kutub utara?"

Ninik terkekeh pelan mendengar pertanyaan Aril mengenai adeknya.

"Yang gue tau sih, dulu bunda ngidam es kepal waktu hamil si Aira. Apa gara-gara itu ya bunda punya anak kaya si Aira?"

Aril terkekeh pelan mendengar jawaban Ninik pacarnya, tangannya terulur untuk mengacak pelan rambut Ninik membuat gadisnya itu kesal.

"Ih Aril! Jadi berantakan rambutnya!"

Ninik mengerucutkan bibirnya, membuat Aril gemas dengan tingkanya.

"Abisnya lo lucu sih."

Aril masih tertawa melihat ekspresi Ninik yang menggemaskan sekali menurutnya, sedangkan Ninik. Gadis itu sudah melayangkan tatapan tajam ke arah Aril yang tertawa puas, Aril sangat menyukai dimana Ninik kesal olehnya karena di sudah Aril jaili.

Terlanjur Sakit [ E N D ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang