Patah Hati

2.1K 60 1
                                    


KELUARGA Yuli datang ke rumahnya membicarakan maratak tango, mamendekkan hetongan, batimbang tando (maminang) sekaligus menetapkan uang jemputan. Tentulah keluarga Hasan tak banyak meminta meski anaknya bekerja di pemerintahan, baginya menikahkan anak adalah tanggung jawabnya dan merupakan ibadah. Mereka hanya menjalankan adat saja.

Namun apa yang terjadi dengan Hasan, lelaki gagah yang menanti cintanya sejak lama, yang kini justru berjodoh dengan Uda kandungnya? Bagaimana bisa ia hidup dengan orang yang ia cintai yang akan menjadi Kaka iparnya. Hatinya hancur, bagaikan panah menembus jantungnya.

Hasan menghindar dari acara itu, ia memilih untuk kembali ke kosannya di Padang. Inilah kedua kalinya ia patah hati karena ulah wanita. Sejak Siti menolak cintanya, ke dua ketika ia menempuh jalan lurus mengukuhkan hatinya untuk tidak pacaran, menjaga hati untuk ia yang pantas yaitu Yuli. Namun apalah daya pupus sudah harapan, bahkan takdir lebih kejam singgah pada catatan takdirnya, mengapa harus ia ber Kaka ipar Yuli wanita yang teramat ia cintai.

Teringat akan Siti wanita yang masih berharap padanya. Memang cintanya masih ada untuk Siti, tapi apalah daya ia sudah berjanji bahwa ia akan tetap setia pada hati keduanya yaitu Yuli. Hatinya berduka, bak ketimpahan bumi rasanya berat ia memikulnya. Hatinya menangis bagaimana ia bisa ikhlas menerima kenyataan itu.

Sudah dua hari Hasan tak pergi ke rumah sakit. Hatinya masih merana, hingga kekuatannya seakan pudar. Hanya pada daya ingatnya, raut wajah masih terbayang akan sosok gadis yang akan diperistri oleh Uda Nasir. Kesakitan manusia menempuh hidup sangatlah sengsara, hingga duka enggan bersahabat dengan gembira. Demikian pulalah hati Hasan yang enggan menerima kenyataan yang ada.

Pergilah Hasan menghadap laut, menangislah ia dengan sembunyi-sembunyi. Budi yang sejak lima tahun berteman dengannya, saat sama-sama menuntut ilmu. Ia tau betul bagaimana perasaan Hasan terhadap Yuli sejak semester ke empat. Tapi apalah daya, ia telah terlanjur berjanji kepada Hasan, bahwa ia tak akan membocorkan perasaan hatinya pada gadis itu. Sebab cinta dalam diam jauh lebih indah, dari pada secara terang-terangan. Teringat pada satu buku yang pernah ia baca, jikalau kita mencintai seseorang, simpanlah dalam hati sebab kau sedang berjihad melawan nafsu, maka percayalah kau akan mendapat seseorang yang kau butuhkan jika waktunya sudah tepat. Ia percaya itu, maka disimpanlah perasaannya terhadap Yuli, namun apa yang ia harapakan, tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan. Hasan terlalu cepat mengambil kesimpulan.

"Apa yang membuatmu berlama-lama di sini San, tak ada gunanya kau menangisi sesuatu yang sudah terjadi. Jika kau tak ikhlas, maka rebutlah Yuli dari Udamu itu."

"Gila kau ini Bud. Mana mungkin aku tega merebut calon istri Udaku sendiri."

"Lantas mengapa kau terus berduka! Seakan memikul bumi yang berat."

"Aku hanya ingin berteman dengan hatiku saja Bud. Masih aneh rasanya harus memanggilnya Kak Tangah, dengan jatung yang terus berdebar untuknya."

"Berarti kau belum juga mengikhlaskannya. Jika kau mengikhlaskannya tak mungkin kau berlarut-larut dalam kekecewaan San. Percayalah mungkin saja Yuli bukan gadis yang kau butuhkan, akan ada gadis yang lebih baik darinya. Kau percaya pada takdir bukan!"

Hasan termenung apa yang dikatakan Budi memang ada benarnya. Ia hanya berat menerima takdir yang ada. Tak berapa lama samar-samar terdengar suara Udin bercampur dengan suara ombak dari kejauhan memanggil-manggil namanya, ia berlari-lari di atas hamparan pasir dengan wajahnya begitu cemas. Seketika ia berusaha mengatur nafasnya, agar sampailah pesan penting itu kepada Hasan.

Muaro Cinta di Ranah Minang (Sudah terbit)Where stories live. Discover now