Lima

862 162 47
                                    

Malamnya chat dari Edward masuk. Aku mulai membaca :

Bismillahirrahmanirrahim.

Mush'ab bin Umair Al Abdari. Pemuda idaman dari Suku Quraisy.

Dia adalah anak orang terpandang. Statusnya di tengah kabilah sangat terhormat. Mush'ab dikenal memiliki kemampuan retorika yang memukau sehingga seringkali diundang untuk tampil di tengah majelis. Ibunya sangat memanjakannya. Makanannya makanan kelas atas dan pakaiannya adalah pakaian terbaik orang-orang Arab. Parfumnya parfum kelas satu. Apabila Mush'ab berjalan di pasar, maka wangi badannya akan tertinggal untuk beberapa saat sehingga orang-orang yang datang belakangan bisa menciumnya dan berkata, "Pastilah Mush'ab bin Umair lewat di jalan ini tadi." Gadis-gadis Makkah sibuk membicarakan ketampanannya.

Ketika risalah Islam mulai muncul menerangi alam semesta, Mush'ab bin Umair merupakan bagian dari segelintir manusia yang pertama kali menjemput seruan Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wasallam. Mush'ab adalah Assabiqunal Awwalun.

Begitu mengetahui bahwa Mush'ab telah memeluk agama baru dan mengkhianati agama nenek moyang, sontak Ibunya murka. Ibu Mush'ab yang dulunya sangat penyayang, kini berbalik seratus delapan puluh derajat menjadi sangat jahat dan memusuhi Mush'ab. Diusirnya Mush'ab dari rumah. Musha'b harus menjalani penyiksaaan yang tidak manusiawi, sampai-sampai kulitnya terkelupas sebagaimana ular berganti kulit.

Di tengah kondisi yang begitu sulit, Rasulullah memerintahkan Musha'b agar berangkat ke Madinah untuk mendakwahkan Islam. Mush'ab menjadi duta Islam pertama yang diutus ke sana. Ia menerima perintah Nabi dengan sepenuh hati.

Begitu tiba di Madinah, Mush'ab tidak membuang waktu. Ia langsung menemui pemuka-pemuka kabilah dan membacakan kepada mereka beberapa ayat Al-Qur'an. Mush'ab adalah seorang muqri yang sangat ahli melantunkan kalam Ilahi. Dan hasilnya tidak mengecewakan. Mush'ab berhasil mengislamkan puluhan orang dari penduduk Madinah. Mush'ab adalah pembuka jalan bagi proses Hijrah Rasululullah Salallahu 'Alai Wasallam ke Madinah.

Begitulah Mush'ab bin Umair, meninggalkan kemewahan dunia demi mendapatkan kemuliaan Syurga.

Saat Perang Uhud meletus, Mush'ab bertempur dengan sangat gagah berani. Ia adalah pemegang panji Kaum Muslimin.

Saat Kaum Quraisy berhasil melakukan serangan balik, mereka segera menyerang Mush'ab bin Umair karena menyangka bahwa Mush'ab adalah Rasulullah. Mush'ab tak merasa gentar sedikit pun. Dengan panji yang tergenggam di tangan, ia berusaha membendung serangan musuh.

Mush'ab menunjukkan sikap kepahlawanan yang pantas dicatat dengan goresan tinta emas. Ketika pedang lawan Mush'ab berhasil menyabet tangan kanannya, segera ia memegang panji dengan tangan kirinya. Ketika tangan kirinya terpotong, segera ia menahan panji dengan kaki kanannya. Ketika kaki kanannya terpotong, segera ia menahan panji dengan kaki kirinya. Dan ketika kaki kirinya ditebas, maka dadanyalah yang menahan Panji Kaum Muslimin agar tetap berdiri. Dan akhirnya, Allah mentakdirkan Mush'ab bin Umair Al Abdari, pemuda idaman dari Suku Quraisy, gugur di medan juang, mati syahid di jalan kemuliaan.

Ketika jenazah Mush'ab bin Umair akan dikuburkan, Rasululullah Salallahu 'Alaihi Wasallam menangis. Betapa tidak. Kain kafan yang akan digunakan tidaklah cukup untuk untuk menutupi seluruh tubuh Mush'ab. Jika kepala Mush'ab yang ditutupi kain, maka kakinya akan kelihatan. Jika kakinya yang ditutupi, maka kepalanya yang kelihatan. Hingga akhirnya, orang-orang menggunakan rerumputan untuk menutupi kaki Mush'ab bin Umair. Rasulullah merasa terharu. Padahal dulunya Mush'ab adalah seorang yang serba berkecukupan. Tapi sekarang, kain kafan pun ia tak punya.

Kelak di kemudian hari, Abdurrahman bin Auf selalu menangis ketika terkenang masa-masa sulit bersama Mush'ab bin Umair. Dirinya tidak mampu memakan roti yang ada di hadapannya, karena teringat masa-masa penuh penderitaan bersama saudara-saudaranya.

"Aduh, Mush'ab telah mendahuluiku di Syurga." Ujarnya selalu.

Edward : Gue nangis setiap kali membaca kisah ini. Gue ingin seperti Mush'ab bin Umair, Yo.

Aku duduk terdiam, merenung sendirian. Berulang kali kubaca kisah itu. Cerita Mush'ab bin Umair sangat mirip dengan apa yang dialami Edward selama ini. Edward seperti Mush'ab bin Umair abad dua puluh satu. Sungguh benar kata orang-orang, sejarah akan selalu berulang, hanya pelakunya yang berbeda.

Aku jadi bertanya-tanya pada diri sendiri, berapa banyakkah manusia seperti Mush'ab bin Umair di dunia ini? Berapa banyakkah manusia yang rela menjual kesenangan dunia demi kemuliaan akhirat itu?

Aku tersenyum getir. Segera kuambil hape-ku, kubuka oborlan WA-ku dengan Edward, dan segera kutulis sebuah kalimat,

Aku : Congratulations, Ed. Bagi gue lo udah seperti Mush'ab bin Umair.

EDWARDWhere stories live. Discover now