Wattpad Original
This is the last free part

6. Setelah Sekian Lama

132K 6.3K 462
                                    

Maaf, aku terlambat."

Satu kalimat, tiga kata dari suara yang masih dapat kukenali siapa pemiliknya mengguncang seluruh jiwaku. Setelah sekian lama aku mendengar suara lembut nan merdu itu lagi. Dadaku terasa begitu sesak. Ingatan masa lalu yang selama ini aku kubur rapat, muncul kembali. Sesaat aku begitu kesulitan untuk bernapas, saat dia berdiri nyata di hadapanku Senyumnya perlahan memudar.

"Akhirnya Pak Dokter yang super sibuk ini datang!" ujar Kak Risa, sepertinya mereka sudah saling kenal. Rupanya aku yang terlambat tahu siapa calon suami Danisa.

"Mbak Alana, ini Mas Jevano, calon suamiku," ujar Danisa memperkenalkan calon suaminya.

Aku masih terlalu bingung harus bereaksi seperti apa. Haruskah aku pergi saja? Melihat dia berdiri nyata di hadapanku sungguh menyakitiku. Sangat sakit, terlebih saat ada wanita lain yang mengatakan dia sebagai calon suaminya. Kenapa harus dia, dari milyaran laki-laki di dunia ini?

"Jevano," ucapnya sambil mengulurkan tangannya, seolah kami baru pertama kali bertemu. Hebat sekali dia.

Aku menetralisir semua rasa sakit dalam hatiku. Seperti dia, aku juga akan bersikap yang sama. "Alana," ucapku membalas uluran tangannya. "Silakan duduk, kita akan segera memulai rapatnya," lanjutku, tak lupa aku juga tersenyum. Tenang saja aku sudah mulai ahli dalam menyembunyikan perasaan. Sungguh.

"Baik, Mbak. Silakan di mulai."

"Kami memiliki beberapa contoh konsep pernikahan, kalian bisa melihat-lihat sebagai referensi. Jika kalian memiliki konsep lain, kalian juga bisa mengajukan pada kami," ujarku sambil menyodorkan sebuah album foto.

Kebahagiaan dapat jelas terpancar dari raut wajah Danisa. Dia sangat antusias membuka lembar demi lembar album itu. Tidak ada yang salah memang, ekspresi wajah Danisa adalah ekspresi normal yang diperlihatkan setiap calon pengantin.

"Mas, ini yang pink sama putih lucu deh," ujarnya sambil menunjukkan gambar itu pada Jevano yang hanya meresponsnya dengan senyuman. "Nggak suka ya?"

"Dan, kita pulang aja ya. Kepala aku tiba-tiba sakit," ujarnya yang meredup senyum di wajah Danisa.

"Tapi, Mas, nggak enak sama Mbak Alana-nya dong."

"Kalau pusing nggak usah dipaksa, kita bisa atur jadwal lagi nanti," ujarku menyela mereka. Sebenarnya aku juga tidak nyaman dalam kondisi seperti ini. Aku belum siap untuk berhadapan dengan dia lagi, bahkan aku mungkin tidak akan pernah siap bertemu dia lagi.

"Beneran nggak apa-apa?"

"Iya nggak apa-apa."

"Ya udah ya, Mbak. Aku pergi dulu, maaf karena buat Mbak Alana harus kerja dua kali," ucapnya sebelum dia mengikuti Jevano yang sudah berjalan mendahuluinya.

Akhirnya oksigen bisa sampai ke paru-paruku dengan lancar. Aku bahkan merasa kehilangan banyak tenaga hanya karena berhadapannya. Hingga aku kehilangan keseimbangan saat aku hendak berdiri.

"Lan, kamu nggak apa-apa?" tanya kak Risa cemas.

"Aku baik-baik!" Pembohong!

"Baik-baik saja apanya! Kamu nyaris pingsan. Biar kakak antar kamu pulang, ini pasti karena kamu terlalu lelah!"

Kak Risa benar aku tidak baik-baik saja, bagaimana aku bisa baik-baik saja jika aku baru saja berhadapan dengan sumber rasa sakit yang aku rasakan selama ini. Jujur sangat sulit untuk berpura-pura baik-baik saja. Berhadapan dengannya lagi setelah sekian lama, rasanya masih sama menyakitkannya seperti saat aku meminta kami untuk berpisah.

Hujan turun lebat hari itu, sekitar bulan Oktober lima tahun yang lama. Sudah lama memang, tapi aku masih ingat rasa sakit itu. Entah sudah berapa hari aku mengurung diri di dalam kamar. Aku tak memiliki keinginan untuk bertahan hidup kala itu, hidupku sudah seperti gelas kaca yang jatuh ke lantai. Hancur dan berserakan, tidak ada kesempatan untuk menjadi utuh lagi.

Aku tak meminta banyak darinya, aku hanya ingin dia memberiku waktu untuk bisa menerima keadaan, itu saja. Namun dia tak bisa menungguku dan hari itu dia memutuskan untuk pergi.

"Sampai kapan kamu akan begini, dia sudah pergi. Kamu hanya menyiksa dirimu sendiri?" Aku hanya menatapnya, aku tak percaya dia mengatakan itu dengan begitu mudah. Seolah dia yang pergi tak memiliki arti untuknya. "Lan, aku tahu kamu sedih, aku juga sedih, tapi itu nggak akan buat dia kembali." Kata-katanya sungguh menyakitkan, yang lebih menyakitiku adalah tak ada lagi perasaan bersalah dalam kata-katanya.

"Kamu sama sekali tak merasa bersalah? Dia pergi gara-gara kamu, kalau aja kamu nggak lebih milih pergi sama temen-temen kamu dia mungkin masih di sini!" Aku ingin memastikan yang dia rasakan saat mengatakan itu dengan mudahnya.

"Semua yang terjadi itu takdir, meski aku tak pergi dia tetap akan pergi. Tidak ada seorang manusia pun yang bisa mencegah kematian!" Dia memang benar, tidak ada seorang manusia pun yang bisa mencegah kematian, tapi jika dia ada setidaknya aku tidak akan menangis sendirian.

"Ayo kita berpisah saja!" Meski aku menyalahkannya dan aku mengatakannya lagi. Namun sungguh aku tak pernah berpikir berpisah dengannya, tapi kata-katanya seperti garam yang ditabur di lukaku yang basah.

"Baiklah, jika itu mau kamu, kita bercerai! Aku juga lelah hidup seperti ini. Aku melepas impianku untuk menikah denganmu! Sekarang tidak lagi! Kau benar lebih baik kita berpisah. Tidak ada alasan untuk kita bersama lagi."

Itu adalah hari terakhir kami bicara. Dia tak pernah lagi terlihat, dia benar-benar pergi. Semuanya berakhir begitu saja. Memang aku yang meminta pertama kali untuk berpisah dengannya, tapi aku tak mengira dia menyetujui dengan mudahnya.

Dia bilang dia melepas impiannya, apakah dia tidak tahu jika aku juga melakukan hal yang sama. Rasa sakitku tumbuh menjadi rasa benci, aku selalu berdoa agar kami tidak dipertemukan lagi. Namun sepertinya takdir terlalu kejam padaku, dia membawanya lagi ke dalam hidupku dengan cara yang tak pernah aku duga.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
icon lock

Show your support for Etik Nurhidayah, and continue reading this story

by Etik Nurhidayah
@Kite_Nh
Alana, seorang wedding organizer, dipertemukan kembali dengan mantan...
Unlock a new story part or the entire story. Either way, your Coins help writers earn money for the stories you love.

This story has 31 remaining parts

See how Coins support your favorite writers like @Kite_Nh.
My Ex-Husband Wedding (END) ✓Where stories live. Discover now