Break up

1.4K 165 36
                                    

Suasana cafe sore ini benar-benar terasa lain dari biasanya. Lebih dingin meskipun hujan tak lagi deras dan lebih hening meskipun pengunjung sudah mulai berdatangan lagi.

Jinhwan, gadis 23 tahun itu masih menatap coklat hangat yang belum tersentuh di depannya dengan tatapan kosong. Lain lagi dengan namja yang duduk di hadapannya, pandangan tajam yang mengarah pada luar jendela kini mulai beralih pada ice americano nya yang tinggal setengah.

"Kutukan 5 tahun yang selalu kau bilang konyol itu ternyata benar"ucap Jinhwan.
"Jinhwan-ah"
"Kau sendiri yang tak percaya jika di tahun 5 akan ada banyak rintangan tapi sekarang kau juga yang tak sanggup mengatasi nya"lanjut Jinhwan.

Hening.

"Hanbin-ah"panggil Jinhwan.
"Ya?"
"Mungkin lebih baik kita berpisah saja"
"Ke.. Kenapa?"tanya Hanbin terkejut.
"Dari pada aku selalu curiga saat kau pergi dengan teman yeoja mu dan dari pada kau selalu malu karna sikap posesif ku"
"Apa tidak bisa di bicarakan lagi?"
"Semalam saat kita bertengkar, kau sendiri yang bilang lebih baik sendiri. Benar kan?"

Hanbin menunduk. Pertengkaran yang terjadi memalui sambungan telepon semalam kembali muncul dalam ingatan Hanbin. Namja itu terlalu emosi dan tanpa sadar mengatakan bahwa dia akan sangat bahagia jika bisa hidup sendiri. Tanpa Jinhwan. Tanpa kekasihnya.

"Hiks hiks hiks"

Lamunan Hanbin buyar kala isakan yang berasal dari bibir mungil Jinhwan tertangkap indera pendengaran nya. Gadis itu menunduk dalam dengan jemari yang saling menggenggam erat satu sama lain.

"Hei, maafkan aku. Sayang"ucap Hanbin yang sudah beralih berlutut di depan Jinhwan tanpa peduli pandangan orang di sekitarnya.
"Jika aku tau akhirnya akan seperti ini, aku tidak akan jatuh cinta terlalu dalam padamu"ucap Jinhwan di sela tangisnya.
"Maafkan aku"
"Kau menyakiti ku, Hanbin-ah"
"Aku meminta mu menjadi kekasih ku bukan untuk aku sakiti, maafkan aku"
"Kita akhiri saja"

Hanbin terdiam, hatinya terasa berat namun mengingat semua kejadian akhir-akhir ini yang membuat hubungan keduanya semakin memburuk dan memudarkan perasaannya perlahan sepertinya memang ini jalan terbaiknya.

"Tidak ada yang bisa kita pertahankan lagi"bisik Jinhwan lirih.
"Apa ini yang terbaik? Apa menurutmu dengan perpisahan membuat kita tak lagi saling menyakiti?"tanya Hanbin ragu.
"Setidaknya dengan adanya perpisahan ini membuatmu bahagia"jawab Jinhwan.

Hancur sudah. Hati Hanbin terasa perih kala gadis di hadapannya ini masih saja memikirkan Hanbin dibandingkan dirinya sendiri. Sepertinya tamparan lebih pantas untuk Hanbin tapi Jinhwan tak melakukan nya, Jinhwan tak melakukan itu.

"Beri aku satu hari sebelum kita benar-benar berpisah"pinta Hanbin.

Jinhwan mengangkat wajahnya, terlihat basah dan kacau. Mata sembab, hidung memerah dan bibir yang melengkung sedih. Benar-benar membuat Hanbin merasa semakin bersalah.

"Bersedia berkencan denganku besok? Untuk yang terakhir?"tawar Hanbin.
"Eum~"

Hanbin tersenyum, setidaknya ia bisa menebus rasa bersalah besok meskipun pada kenyataannya tak akan merubah apapun termasuk perasaan nya yang sudah mulai memudar itu.
.
.
.
"Taman hiburan?"gumam Jinhwan setelah Hanbin membawanya kesana.
"Hm, tempat dimana aku meminta mu menjadi kekasihku"
"Untuk apa kemari?"tanya Jinhwan.
"Mengakhiri kisah kita di tempat kita mengawali semuanya. Aku hanya ingin itu"

Jinhwan mengangguk paham lalu mulai menggenggam jemari Hanbin, menyeret namja itu masuk ke dalam toko aksesoris.

"Aku ingin bando minnie mouse!"seru Jinhwan riang.
"Mickey mouse untukku"pinta Hanbin.

Keduanya berjalan keluar toko setelah selesai membeli bandana, langkah mereka berhenti di depan komedi putar, wahana kesukaan Jinhwan dan hanya satu-satunya wahana yang bisa di naiki Jinhwan dengan senyum cantiknya. Yang lain? Jangan tanya. Hanya akan ada jeritan dari si manis.

"Kau mau naik ini?"tanya Hanbin.
"Nanti saja, ku simpan sebagai wahana terakhir sebelum kita pulang"
"Baiklah, lalu sekarang kau mau naik apa?"
"Bianglala kesukaan mu?"tawar Jinhwan.
"Kau yakin?"

Jinhwan mengangguk lucu.

"Jangan berteriak minta turun"goda Hanbin.
"Aku tidak!"
"Jangan ketakutan"
"Tidak!"
"Kita lihat saja, cantik"

Dan tebakan Hanbin memang benar jika gadis itu akan ketakutan. Jinhwan memang tidak berteriak namun jemarinya menggenggam jari Hanbin erat.

"Uwaa Hanbin-ah, kita jatuh"ucap Jinhwan sembari bergidik.
"Kau bilang tidak akan ketakutan"olok Hanbin.
"Aku takut"

Hanbin terkekeh, di rengkuhnya tubuh mungil yang pas dalam pelukannya itu lalu menepuk punggung si cantik pelan agar gadis itu tenang.

"Ada aku disini"bisik Hanbin.
"Dulu juga aku tetap takut meskipun kau disini"balas Jinhwan.
"Tapi kau tetap bisa menaiki nya sampai selesai kan?"

Jinhwan mengangguk dalam pelukan Hanbin lalu kembali mengeratkan cengkraman nya pada baju Hanbin sambil menggumamkan kata takut.
.
.
.
"Lapar?"tanya Hanbin.
"Aku ingin sosis saja"jawab Jinhwan.
"Tunggu disini ya"

Jinhwan mengangguk, maniknya mengikuti pergerakan Hanbin yang kini mengantri di stan penjual sosis. Senyumnya terulas manis di wajah cantiknya kala mengingat kejadian yang sama seperti sekarang 5 tahun lalu.

"Sepertinya baru kemarin, nyatanya kita sudah sampai di akhir"ucap Jinhwan miris.

"Ini sosis nya dan ini jus melon nya. Kau mau naik apa lagi sekarang?"
"Kau tidak lelah ya? Kita sudah banyak menaiki wahana"
"Kau sudah lelah?"

Jinhwan menggeleng diikuti senyum manisnya.

"Tidak. Aku hanya tidak ingin terjebak terlalu lama lagi denganmu. Pasti akan lebih sulit lagi"terang Jinhwan jujur.
"Baiklah. Komedi putar sebelum pulang?"
"Eumm"

Dan disinilah mereka berdua, di atas wahana komedi putar yang berputar pelan. Hanbin dan Jinhwan memilih duduk di kereta kuda dari pada yang lain. Mereka bisa duduk berdampingan dengan Jinhwan yang menyandarkan kepalanya pada bahu sang namja.

"Hanbin-ah"panggil Jinhwan.
"Hm?"
"Belajarlah bangun pagi mulai sekarang, kau harus memasang puluhan alarm sebelum kau tidur. Tidak akan ada lagi yang akan menelpon mu berkali-kali hingga kau bangun"
"Ya, baiklah. Aku mengerti"
"Dan juga pasang alarm lain untuk jam makan mu. Kau akan sakit perut jika telat makan. Karna tidak akan ada lagi yang mengingatkan mu untuk makan"
"Eumm"
"Dan satu lagi"
"Apa?"tanya Jinhwan.
"Jika suatu saat nanti kau menemukan gadis baru, jangan pernah menyerah pada hubungan kalian meskipun kau merasa bosan. Lawan rasa bosanmu. Jangan mengatakan cinta mu memudar dengan mudahnya. Itu akan menyakiti nya dan hubungan kalian akan berakhir seperti hubungan kita ini"terang Jinhwan dengan nada suara yang ia buat setenang mungkin. Jari mungil itu mengusap tangan Hanbin lembut agar Hanbin bisa mengerti apa yang ia pesankan.
"Jinhwan-ah, maafkan aku"sesal Hanbin.
"Tidak perlu, aku sudah mempersiapkan diriku untuk ini semalam. Jadi jangan pernah meminta maaf lagi padaku. Aku mengerti"

Tidak terasa wahana itu telah berhenti, Jinhwan dan Hanbin berjalan menuju pintu keluar taman hiburan itu dengan tangan yang masih saling menggenggam dengan erat.

Jinhwan yang pertama melepas genggaman nya, maniknya menatap setiap bagian dari wajah Hanbin, seolah merekam semuanya dengan sempurna sebelum benar-benar melepaskan namja tercintanya itu.

"Aku pulang sendiri saja"ucap Jinhwan.
"Aku bisa mengantarmu"kata Hanbin.
"Tidak. Saat kita keluar dari sini, kau dan aku bukan siapa-siapa lagi. Jadi jangan melewati batas, Hanbin-ah"

Hanbin terdiam, ia memeluk tubuh mungil itu erat sebagai ganti kata maaf yang tak boleh lagi ia ucapkan.

"Berhati-hati lah, tak akan ada yang akan menggandeng tanganmu"bisik Hanbin.
"Eummm"
"Jangan ceroboh, lihat jalan dengan baik"ingat Hanbin.
"Baik"

Hening.

"Hanbin?"
"Hm?"
"Semoga kau bisa menemukan kebahagiaan yang baru, meskipun tanpa aku. Maaf karna tak bisa memberi mu bahagia yang kau inginkan. Aku menyayangimu"bisik Jinhwan sebelum melepas pelukannya lalu berjalan memunggungi Hanbin tanpa melihat lagi wajah namja Kim yang saat ini sudah basah. Tak jauh berbeda dengan kondisi wajah Jinhwan sekarang.

END

Binhwan - ikon 💗Where stories live. Discover now