3. A Failed Date

780 118 17
                                    

MARK × RENJUN

Just-Tya

A Failed Date•

...

Kepulan asap keluar dengan cantik dari dalam cangkir seputih porselen itu, menguarkan aroma addict di tengah ruangan yang berisi dua orang yang saling bergerumul di balik selimut dengan layar televisi yang menyala.

"Apa hujannya belum berhenti?" Renjun berucap, setelah meletakan cangkirnya di atas meja, kembali mengeratkan selimut di tubuhnya.

"Jika pun sudah berhenti aku tidak akan mengantarmu pulang, ini sudah terlalu larut untukmu pulang."

Renjun berdecak di dalam selimut, menyandarkan kepalanya di bahu Mark dan mulai memejamkan matanya. "Tapi aku harus berangkat pagi besok."

Mark menunduk, mengecup puncuk kepala Renjun sebelum menjawab. "Aku akan bangun lebih dulu darimu besok, tidurlah.."

Mata Renjun kembali terbuka. "Tapi filmnya belum selesai.."

Mark meremat jemari Renjun dari dalam selimut. "Aku akan menggendongmu nanti setelah filmnya selesai."

Bibir Renjun mengerucut. "Lebih baik bangunkan aku nanti, aku ini berat."

Mark terkekeh, matanya tak berpaling dari layar televisi. "Seberat kapas kurasa.."

Renjun berdecak pelan, tapi tidak menyurutkan niatnya untuk kembali memejamkan matanya.

"Terserah, tapi aku tidak seringan kapas.." Renjun bergumam sebentar, sebelum menyandarkan kepalanya pada dada Mark, meminta yang lebih tua memeluknya lebih erat.

Lima belas menit berlalu dengan cepat ketika Mark mendapati Renjun sudah mendengkur halus dalam tidurnya.

Film di layar televisi tak lagi menarik perhatiannya. Wajah damai dalam pelukannya jauh lebih menarik dunianya.

Tangannya terulur, menyibak poni kekasihnya yang mulai menutupi matanya. "Kurasa kau butuh memotong rambutmu, ini sudah terlalu panjang." Mark bermonolog, sebelum menjatuhkan satu kecupan di kening Renjun.

Akhir pekan dengan kegagalan rencana, dimana keduanya telah memutuskan akan berkencan dari pagi hingga petang. Tapi nyatanya kota Seoul terus terguyur hujan hingga malam.

Mata Mark memincing pada jedela yang belum tertutup gorden, hujan semakin deras saat malam.

Sudut bibirnya tertarik ke atas, mengulas senyum tipis sebelum kembali mengecup dahi kekasihnya, setidaknya tidak terlalu buruk untuk akhir pekannya. Hujan turun ketika si manis telah sampai di depan pintu apartemannya. Setidaknya mereka terjebak berdua seharian, menghabiskan waktu di dalam apartemannya bukanlah sesuatu yang buruk, banyak hal yang bisa mereka lakukan disini, seperti berbincang sepanjang hari.

...

Renjun berdecak sebal, kedua tangannya berkacak pinggang, menatap Mark yang masih berbalut dengan selimut ketika ia memasuki apartemen sang kekasih.

Sudah lima belas menit ia menunggu pemuda itu bangun dengan menyibukkan diri di dapur—sekedar memanaskan makanan yang ia bawa untuk sarapan, tapi pemuda keturunan Kanada ini tak kunjung terbangun juga.

HEALINGWhere stories live. Discover now