×16°

2.6K 443 21
                                    

"Apa pendapatmu tentang hujan?"

Minho menoleh bingung ke arah Hyunjin. Jarang-jarang Hyunjin bertanya seperti itu pada Minho. Hujan. Sesuatu yang sepele, orang bahkan enggan membahas hujan jika memang tidak benar-benar penting.

"Hujan adalah peristiwa jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi," jawab Minho sekenanya. Itulah yang dia ingat dari pelajaran ilmu pengetahuan alam ketika SMA.

Hyunjin mendelik. "Bukan! Itu definisi hujan. Yang aku tanyakan padamu itu pendapatmu tentang hujan, bukan definisi hujan. Kalau soal definisi dan proses terjadinya hujan sih aku sudah tahu." Hyunjin menggerutu. Merutuki betapa bodohnya Lee Minho.

"Kenapa kau bertanya begitu?" Tanya Minho keheranan. Masih bingung dengan maksud pertanyaan Hyunjin, lebih tepatnya dia penasaran dengan tujuan Hyunjin bertanya seperti itu.

"Aku hanya ingin tahu pendapatmu tentang hujan."

"Haruskah aku menjawabnya? Itu tidak terlalu penting, bukan?"

Oh, shit! Siapapun pukul Lee Minho, umpat Hyunjin dalam hati. Dia benci Minho yang gemar bermain dengan kalimatnya. Sekeras apapun Hyunjin berusaha melawan argumen Minho, dia selalu kalah. Minho itu pandai memanipulasi kata, wajar dia selalu menang dalam sebuah perdebatan.

"Cepat jawab. Sebelum aku memukulmu."

"Hey, mana sopan satunmu? Aku lebih tua darimu, Hwang Hyunjin." Minho menyeringai.

"Masa bodoh." Hyunjin acuh tak acuh.

Minho menarik napas sebentar. Dia memang harus sabar menghadapi Hyunjin. "Baiklah. Hujan, ya? Menurutku hujan itu menyenangkan..." Minho berhenti sejenak, "mengapa? Sebab kau bisa merasakan sejuknya udara di tengah polusi dan suhu udara yang tinggi di kota ini. Hujan juga memberikan kehidupan bagi tanaman dan beberapa hewan. Dan satu hal yang paling penting dalam hidupku adalah, hujan mempertemukanku dengan seseorang."

Hyunjin mengangkat sebelah alisnya. "Seseorang?"

"Iya. Seseorang." Minho tersenyum miring. Dia memandang keluar jendela, membayangkan wajah orang yang dia maksud sedang tersenyum ke arahnya. Ah, manis sekali. Minho ingin memeluknya.

"Tunggu, kau sedang menyukai orang itu. Apa aku benar?" Tanya Hyunjin baru saja connect dengan apa yang dimaksud Minho.

"Menurutmu?"

Hyunjin berdecak. "Hah! Aku baru tahu orang sepertimu bisa jatuh cinta. Apa orang itu Han Jisung? Si bodoh cerewet itu?"

"Bukan. Kenapa kau berpikir itu Jisung? Kau tahu kan kalau aku dan Jisung bertemu saat SMP, bukan bertemu saat hujan di tahun ini," bantah Minho.

"Huh? Bukan Jisung, ya? Kupikir karena Jisung menyukaimu, kau juga menyukainya."

Minho memutar bola matanya malas. "Jisung itu sudah kuanggap seperti adikku sendiri, tidak mungkin aku jatuh cinta padanya," katanya. "Dan aku heran, kenapa kau tiba-tiba membahas soal hujan dan hal-hal yang berbau percintaan? Bukankah kau tidak suka?"

Hyunjin tersenyum misterius, membuat sejuta tanda tanya besar di otak Minho.

"Ada seseorang yang penuh kejutan dekat denganku ketika hujan."

***

"Jisung bicara apa saja sama kamu?" Tanya Felix ketika berjalan bersama Jeongin menuju ke halte. Kebetulan hari ini Felix tidak dijemput, jadi dia terpaksa naik bus untuk pulang.

"Hah?" Jeongin kebingungan. Tidak paham ke arah mana topik pembicaraan Felix menuju.

Felix menghela napas, kemudian mulai bercakap, "Soal rencananya memasukkan Hyunjin ke tim proyek game kita. Bukankah Kak Changbin sudah merasa Hyunjin tidak dibutuhkan lagi, semenjak kamu bergabung, tetapi kenapa tiba-tiba Jisung memintamu mendekatinya agar dia mau bergabung? Aneh sekali."

"Dia hanya memintaku untuk membujuk Kak Hyunjin, itu saja," jawab Jeongin sejujurnya.


Felix mengernyitkan dahinya, "kamu yakin dia hanya memintamu membujuk Hyunjin? Tidak ada maksud lain selain itu?"

Jeongin mengendikkan bahunya tanda tidak tahu. "Aku tidak tahu."

Satu helaan napas lolos dari mulut Felix. Ia yakin Jisung pasti punya maksud lain, seperti mendekati Minho contohnya. Ah, Minho! Benar juga. Jisung pernah bercerita padanya kalau Minho menyukai Jeongin, Felix juga pernah mendengarnya langsung dari Minho. Mungkin itulah alasan Jisung, menjauhkan Jeongin dari Minho dengan eksistensi Hyunjin.

Felix tidak habis pikir, kenapa Jisung sampai berpikiran seperti itu? Apa semua orang buta hanya karena cinta? Ya cinta memang membutakan pintu hatimu, tapi kamu masih memiliki mata dan pikiran untuk melihat, jadi tidak ada salahnya kalau melawan hal-hal negatif yang timbul akibat terlalu mencintai seseorang. Ah, sejak kapan Felix jadi berpikiran seperti itu. Tapi menurutnya, kata-kata barusan cukup bagus, bisa dijadikan caption postingan di akun instagram-nya.

"Kenapa Kak Felix mengira Kak Jisung punya maksud lain memintaku untuk membujuk Kak Hyunjin untuk bergabung?" Tanya Jeongin penasaran bagaimana Felix bisa berpikir sejauh itu.

"Entahlah, mungkin karena dulu Jisung sering kesal sendiri kalau berbicara soal Hyunjin, tapi sekarang dia malah memintamu merekrut Hyunjin, padahal dia sudah muak pada Hyunjin. Bukankah itu aneh?"

Jeongin menggigit bibir bawahnya. "Iya juga sih."

"Aku hanya ingin apa maksud Jisung yang sebenarnya. Aku tidak mau gara-gara ini, tim proyek game kita hancur."

***

Malam harinya, Jeongin tidak bisa tidur. Dia kepikiran ucapan Felix tadi sore. Terus tergiang-ngiang dalam kepalanya. Menghipnotisnya untuk selalu memikirkannya.

Tim proyek game mereka bubar.

Hal yang tidak pernah terbayangkan oleh Jeongin. Oh, ayolah, mereka belum menghasilkan sebuah karya besar, jadi izinkan mereka tetap bertahan. Jeongin yakin, Changbin juga tidak ingin hal itu terjadi. Dia ingin semuanya berjalan lancar. Mimpinya berjalan lancar. Mimpi mereka semua. Maka cara mereka melakukannya adalah dengan cara mempertahankan tim proyek game tersebut. Menjaganya agar jangan sampai bubar.

Andai Jeongin adalah murid permanen, dia ingin banyak membantu. Sayang sekali dia hanya sebatas murid pertukaran pelajar, tak banyak yang bisa dia lakukan untuk tim. Jika semester ini selesai, maka Jeongin harus mengucapkan selamat tinggal kepada semuanya yang ada di Seoul.

"Kamu belum tidur? Ini sudah larut lho," kata Chan mendapati Jeongin masih belum tidur di kamarnya.

"Belum, aku tidak bisa tidur, Kak," balasnya tersenyum kecil pada si kakak sepupu.

Chan menggelengkan kepala. "Cepatlah tidur, besok kamu harus bersekolah, bukan?"

"Iya."

"Selamat malam."

"Selamat malam, Kak Chan."





~TBC~

Cloudburst | hyunjeong ✔Where stories live. Discover now