Penculik!

53.7K 4.1K 52
                                    

Yeayyy... muncul lagi... Apa kabar kalian hari ini?

****

Abel bingung bagaimana caranya dia bisa kabur. Dia tidak tahu ini di mana. Dia paling tidak tahu arah. Di kotanya sendiri saja dia kadang kesasar, apalagi di sini. Mau telepon seseorang pun tidak bisa karena ponselnya ketinggalan di rumah.

Kakaknya juga tidak bisa Abel mintai pertolongan. Karena dia ikut dengan rombongan bus. Tadi saja saat Garry menculiknya, kakaknya itu diam saja. Abel tidak mengerti dengan jalan pikiran Risty. Seharusnya dia khawatir jika adiknya diperlakukan seperti itu. Abel hanya bisa meratapi nasibnya sekarang, terjebak macet dengan pria yang sama sekali tidak diinginkannya.

Abel menatap ke luar jendela. Rintik hujan mulai turun, membasahi kaca mobil. Perjalanan termasuk lancar, mengingat ini musim liburan. Dan pastinya banyak orang yang pergi ke luar kota untuk liburan atau sekadar pulang ke kampung halaman.

Abel bergerak tidak tenang. Beban pikirannya semakin berat ketika teringat akan online shop miliknya. Apa Ririn dan Tika bisa mengatasi semuanya?

Abel membenturkan kepalanya ke kaca di sampingnya. Tiba-tiba saja ada tangan yang menarik rambutnya dengan pelan.

"Jangan menyakiti diri sendiri," ujar Garry. Ia mengusap kening Abel .

"Jangan menyentuhku!" bentak Abel sambil menampik tangan Garry.

"Aku bebas menyentuh apa yang menjadi milikku."

Abel terkejut karena Garry tiba-tiba menarik tubuhnya dan mengecup keningnya.

"Pria sialan!" maki Abel.

Garry menahan tangan Abel yang ingin memukulnya. Suara klakson bersahutan karena mobil Garry tak bergerak padahal lampu sudah berubah warna menjadi hijau.

Abel mengembuskan napas kasar. Seperti apa nasibnya nanti? Dia tidak membawa pakaian ganti. Dia juga takut jika pria di sampingnya ini berbuat macam-macam.

"Tidur saja dulu. Nanti kalau sudah sampai aku bangunin."

Abel cemberut. Bagaimana dia bisa tidur kalau kepalanya penuh dengan pikiran buruk?

"Aku ingin pulang." Abel sudah tidak peduli jika dia seperti anak kecil yang merajuk. Dia ingin bekerja, mengurusi online shop miliknya dan menghadapi para pelanggan dengan tingkah ajaibnya. Setidaknya itu semua lebih baik daripada berhadapan dengan Garry.

"Kamu akan suka dengan pemandangannya nanti."

"Aku lebih suka pemandangan di rumahku."

Hawa dingin langsung menyergap kulit Abel begitu dia turun dari mobil. Ia hanya pakai kaos dan celana pendek. Siapa yang tahu kalau ia akan diculik dan dibawa ke Puncak?

Abel menggosok-gosokkan tangannya. Garry memang keterlaluan. Menyiksanya sampai seperti ini.

Abel menoleh ketika merasakan kehangatan dari belakangnya. Ternyata Garry berada di belakangnya dan sedang memakaikan sebuah long coat padanya.

"Ayo masuk." Abel menatap sebuah vila di depannya. Vila itu tidak besar. Tapi tampak asri dengan taman di depan vilanya.

"Memangnya ini muat untuk semuanya?" tanya Abel penasaran. Karena rasanya tidak mungkin rumah ini bisa menampung para karyawan. Kecuali kalau mereka akan tidur di lantai dan berdesakan.

"Kamu akan tinggal denganku. Mereka akan tidur di vila sebelah." Garry menunjuk Vila berlantai 2 yang berada tidak jauh dari vila yang akan dia tinggali sekarang. "Aku rasa vila itu cukup untuk 20 orang. Untungnya banyak yang tidak ikut liburan ini. Banyak yang lebih memilih liburan sendiri."

Abel menatap Garry dengan ngeri. Tinggal satu atap dengan pria ini? Dia tidak mau! Lebih baik dia ikut dengan para karyawan itu. Sayangnya mereka belum tampak sampai sekarang.

"Mereka belum datang?" tanya Abel.

"Sebentar lagi. Ayo kita masuk."

"Tidak. Pria dan wanita yang tidak punya ikatan resmi, tidak boleh tinggal bersama. Aku akan tinggal dengan Kak Risty saja. Hei... hei!" Abel berteriak karena Garry menariknya dengan paksa. Ia berusaha lepas tapi tidak bisa karena perbedaan tenaga yang cukup besar. Mana tidak ada orang di sini yang bisa membantunya.

"Kamu tidak akan macam-macam kan?" tanya Abel ketika mereka sudah masuk ke dalam vila itu.

"Ini kamar kamu. Aku akan tidur di kamar sebelah."

"Aku tidak mau tinggal denganmu."

"Abel, cukup satu telepon dariku untuk membuat bus itu berbalik arah saat ini juga. Dan mereka semua akan kembali pulang ke rumah masing-masing."

Abel menelan ludahnya ketika Garry menyudutkannya di tembok. Dirinya benar-benar akan terjebak dengan pria ini di sini. 'Bagaimana bisa nasibku sesial ini?' batin Abel kasihan dengan dirinya sendiri.

"Ayo aku tunjukkan apa saja yang ada di kamarmu."

Berbagai kemungkinan buruk terlintas di kepala Abel. Garry bisa saja melakukan hal yang tidak-tidak padanya.

"Aku tidak akan macam-macam."

Mata Abel terbelalak ketika merasakan tangan yang melingkar di pinggangnya. Baru juga Garry bilang kalau dia tidak akan macam-macam. Tangannya sudah bertengger manis di pinggang Abel.

"Lepaskan!"

Garry mengangkat kedua tangannya dengan cepat.

"Maaf tanganku licin."

'Alasan apa itu?!' kesal Abel. 'Kenapa tidak sekalian saja bilang kalau ini semua salah sarden. Jadi badannya licin seperti belut.'

"Tidak perlu menunjukkan kamarku. Aku bisa sendiri." Abel mendahului Garry. Untungnya pintu kamar itu tidak terkunci. Abel langsung membanting pintu begitu dia masuk.

Abel memperhatikan kamar bercat biru muda itu. Tampaknya kamar ini dibersihkan dengan rutin karena dia tidak melihat debu sedikit pun. Tempat tidurnya juga rapi.

"Abel, kamu bisa pakai baju yang ada di dalam lemari. Itu semua untukmu." Garry mengetuk pintu kamar Abel.

"Iya," jawab Abel sambil membuka lemari baju. Deretan baju berbagai warna menyambut Abel begitu almari itu terbuka. Abel mengambil satu baju berlengan panjang dan satu celana panjang. Dia tidak tahu baju-baju ini punya siapa. Tapi karena dirinya sedang kepepet tak membawa ganti satu pun jadi baju-baju ini bisa menjadi penyelamatnya.

Abel tentu saja tidak percaya dengan ucapan Garry kalau semua baju ini adalah miliknya. Garry tidak tahu ukurannya dan untuk apa Garry membuang-buang uang untuknya?

Di dalam kamar mandi sudah tersedia peralatan mandi yang lengkap, dari sabun mandi, sampo, sikat dan pasta gigi hingga sabun wajah.

Abel berganti pakaian dengan cepat karena tadi dia sudah mendengar suara bus dan juga suara ramai dari vila besar yang tadi dilihatnya.

Ketika Abel keluar kamar, ia tak melihat keberadaan Garry. Memanfaatkan kesempatan emas itu, Abel segera keluar dan berlari menuju vila yang mulai ramai.

"Kak Risty!" teriak Abel tanpa malu. Ia tidak peduli dengan perhatian yang didapatnya karena berteriak seperti orang gila.

Risty hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan adiknya. Dia yang ingin masuk ke vila pun tidak jadi gara-gara mendengar teriakan menggelegar Abel.

"Kakak pinjam HP."

Risty membuka tasnya dan memberikan ponsel Abel. Adiknya bisa gila jika berpisah terlalu lama dengan benda kesayangannya itu. Tadi sebelum Risty berangkat ia sempat mengambil ponsel Abel dan berpesan kepada Tika dan Ririn serta tetangga dekatnya untuk menitipkan rumah.

"Ah! Kakak pengertian sekali! Aku bisa menghubungi Albert untuk menjemputku." Abel memeluk Risty erat. Ia kemudian mencari kontak Albert di ponselnya.

"Mau hubungi siapa?" tanya seseorang di belakang Abel. Abel memegang ponselnya dengan erat. Tidak berani berbalik.

"Turunkan aku! Penculik!"

*****

See ya...

(Not) YoursWhere stories live. Discover now