VII. KNOW ROSIE

3.7K 761 110
                                    

KNOW ROSIE.

"Ih, Jeffrey telinganya merah," ledek Rosie. "Jangan-jangan lo juga suka sama gu─AAAHH!"

Mendengar ledekannya dan arah pembicaraannya sudah mulai ngawur, aku langsung menjatuhkan tubuh Rosie begitu saja membuat perempuan itu mengerang karena terjatuh di atas lantai parquet penthouse ku.

Tanpa menoleh ke arahnya, aku langsung berjalan menuju ke kamarku sesuai dengan rencana awal. Aku mengambil iPad, buku sketsa, dan pensil mekanikku dari atas meja kerjaku untuk ku bawa ke ruang santai.

Begitu aku keluar kamar, aku dapat melihat Rosie yang sedang memeluk lututnya seraya  menyembunyikan wajahnya di antara lututnya─masih di tempat yang sama di saat aku menjatuhkannya barusan.

Samar-samar aku mendengar suara napasnya yang sesak dan bahunya yang naik turun. Ada sedikit rasa panik yang kurasakan. Takut-takut, tindakanku barusan malah menyakitinya. Walaupun aku sebal dengannya, tapi aku juga tidak sampai hati untuk menyelakai perempuan gila di depanku.

Dengan langkah cepat, aku menaruh seluruh barangku di atas meja depan sofa dan langsung berjalan menghampiri Rosie.
Aku berjongkok di sebelahnya. Suara napasnya kini terdengar jelas di telingaku. Kali ini mulai teratur tidak seperti sebelumnya.

"Rosie, lo gak papa kan?" Dengan sedikit ragu aku menyentuh bahunya. Aku hilangkan rasa gengsiku demi meyakinkanku kalau Rosie baik-baik saja.

Namun seketika aku menyesal saat wajah itu mendongak ke arahku disusul dengan suara tawanya yang bikin sakit telinga.

"HAHAHA! Ternyata lo masih aja gampang ketipu," tawa Rosie disusul dengan cengiran lebar dan tatapan mata yang seakan-akan meledekku.

Memang dari awal tidak seharusnya aku mengkhawatirkan si perempuan gila. Pikirku menyesal.

"Gak lucu," desisku kesal seraya bangkit dan berjalan ke arah sofa.

"Tapi beneran sakit tahu! Pantat gue nih sakit!" ucapnya lalu bangkit seraya mengelus bagian belakang tubuhnya itu.

Aku tidak menghiraukannya. Fokusku kini sepenuhnya pada layar iPad. Melihat beberapa bangunan-bangunan arsitektural di Praha yang aku jadikan sebagai preseden penelitianku.

Niatnya, hari ini aku akan kembali berkeliling kota untuk melanjutkan penelitian tugas akhirku yang sempat tertunda.

Aku beralih pada aplikasi Sketchup di iPadku untuk melihat beberapa hasil kerjaku yang sempat di revisi oleh dosen pembimbing saat Rosie duduk di sebelahku seraya menaikkan kedua kakinya di atas sofa.

"Lo ngapain?" tanyanya yang lagi-lagi tak kuhiraukan seakan-akan Rosie tidak ada di sebelahku.

"Tsk." Rosie mendengus. Ia mendekatkan tubuhnya ke arahku, mengintip apa yang sedang kukerjakan dari balik bahuku. "Oh. Buat bahan penelitian?"

Lagi-lagi aku tetap menutup telinga. Tapi nampaknya Rosie sama sekali tidak terganggu dengan hal itu. Ia tetap membanjiriku dengan pertanyaannya.

"Kerjaan anak arsi kayak lo gini ya? Jalan-jalan, foto-foto, bikin sketsa di iPad, dan pura-pura gak denger kalau di ajak ngomong?"

Aku sedikit menaikkan salah satu alisku tanpa sedikitpun mengalihkan pandanganku dari iPad setelah mendengar sindiran halusnya.

Sampai,

"Berarti lo bakal jadi arsitek ya setelah selesai kuliah? Enak ya kalau punya cita-cita."

Perkataannya barusan mampu membuatku menoleh ke arahnya yang saat ini sedang memeluk lututnya dan menaruh pipi kanannya di atas lutut sambil memperhatikanku yang duduk di sebelahnya.

PRAGUE, FEBRUARY 2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang