X. BUCKET LIST

3.2K 686 85
                                    

BUCKET LIST.


"Gue tertarik sama astronomi," cerita Rosie saat kami berdua sedang berada di dalam metro menuju planetarium.

Seperti janjiku kemarin, malam ini aku menemani Rosie untuk pergi ke planetarium setelah aku selesai survey. Sebenarnya tubuhku masih cukup lelah karena hampir seharian ini berkeliling Kota Praha. Tapi aku tidak tega membatalkan janjiku itu setelah melihat Rosie sudah berdandan rapi―siap untuk pergi―ketika aku kembali ke penthouse.

"Bunda pernah beliin gue buku ensiklopedia tentang astronomi. Awalnya gue gak begitu tertarik, tapi selama sebulan gue gak punya apa-apa sebagai pelepas rasa bosan. Jadi mau gak mau, gue terpaksa baca buku ensiklopedia itu dan ternyata gue malah tertarik tentang segala hal mengenai astronomi," lanjutnya.

"Oh ya? Kenapa lo gak bercita-cita jadi ahli astronomi? Atau kerja di NASA?" tanyaku yang mendadak ingat kalau perempuan yang duduk di sebelahku ini pernah bilang kalau ia tidak punya cita-cita. Tapi ternyata dia punya sesuatu hal yang ia suka.

"Gue cuma tertarik. Gak sampai suka atau mendalami." jawabnya.

"Loh kenapa? Sayang banget lagi. Jarang juga kan ada orang yang tertarik tentang astronomi? Gue bahkan gak pernah suka pelajaran itu waktu SMA. Terlalu banyak hitungan dan hafalan. Apalagi ngafalin nama-nama bintang," ceritaku mengingat betapa aku tidak menyukai mata pelajaran yang satu itu.

Dulu bahkan guru fisikaku mengadakan ujian lisan menghafal naman-nama bintang. Mungkin nama bintang yang sampai sekarang aku hafal hanya Sirius, Canopus, Vega, Cassiopeia. Dan sisanya, aku sama sekali sudah lupa.

"Gue gampang bosen. Apalagi gue pernah bilang kan kalau orang-orang di sekitar gue beranggapan kalau gue gak punya masa depan. Jadinya gue gak tertarik untuk mendalami suatu hal."

Aku membulatkan kedua mataku. Terkejut setelah mendengar jawabannya. "Jadi yang waktu itu bukan bercanda?"

Kini giliran Rosie yang memandangku dengan ekspresi terkejut. Namun tak berlangsung lama sampai suara tawanya terdengar di telingaku. "HAHAHA.. Tentu aja gue bercanda!"

"Aneh," gumamku. Lalu, selama beberapa menit tidak ada yang bicara lagi di antara kami. Suasana di dalam metro juga cukup sepi karena hanya ada sepuluh orang termasuk aku dan Rosie yang berada di dalam gerbong yang kami naiki.

"Lo udah pernah ke planetarium?" tanya Rosie yang sepertinya tidak betah dengan keadaan sunyi seperti saat ini.

"Pernah waktu SD. School trip dari sekolah," jawabku.

Rosie mengangguk sebelum menyendarkan bagian belakang tubuhnya pada punggung kursi. "Kalau gue belum pernah sama sekali. Makanya hari ini gue excited banget bisa pergi ke planetarium."

"Emang SD lo gak pernah ngadain school trip ke planetarium?" tanyaku yang langsung di balas gelengan kepala oleh Rosie.

"Bunda gue dulu pernah janji mau ngajakin gue pergi ke planetarium. Tapi sampai sekarang pun bunda belum ngajakin gue pergi. Mungkin dia sibuk," jawab Rosie.

"Emang bunda lo kerja a―" belum sempat aku bertanya pada Rosie, tiba-tiba saja suara pemberitahuan dari kereta menginterupsiku.

"Kita udah sampe!" seru Rosie seraya berdiri dari kursinya dan menarik pergelangan tanganku dengan semangat.

Kami pun melangkahkan kaki keluar dari kereta dan berjalan meninggalkan stasiun bawah tanah. Hanya butuh waktu sepuluh menit dari stasiun untuk sampai ke planetarium dengan berjalan kaki.

PRAGUE, FEBRUARY 2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang