15-Wherever You Are

117K 8.5K 1.6K
                                    

((bagian ini dibaca berdasarkan sudut pandang orang ketiga))

Susana suram tampak melingkupi sebuah rumah besar lantai dua di sudut Metro Jayatri Selatan.

Rumah di atas bukit kecil yang ditutupi pepohonan, bak hutan. Terpencil. Tertutup. Tersembunyi.

Menunjukan aktivitas apapun di tempat itu tidak untuk diketahui orang awam.

Pria itu terduduk di sofa, di markas preman terbesar di bagian selatan. Tidak banyak bergerak karena luka-lukanya. Memakai setelan warna hitam, ia duduk dengan pandangan dingin.

Haris, temannya yang selama ini menunggunya di rumah sakit, menyusul duduk di dekatnya kemudian.
Pandangannya ikut dingin sembari mengedarkan tatapan ke yang lain.

"Lo nggak apa-apa? Maksud gue luka lo." Tanya Haris. Pria itu menggeleng. Entah apakah itu jawaban dia baik-baik saja atau jawaban sebaliknya.

"Mau kemana kelompok kita selanjutnya?" Tanya pria itu kemudian setelah jeda panjang. Haris menghela nafas.

"Nggak tahu." Haris mengedikkan bahu "mau ikut yang lain atau kita ajuin ketua yang baru."

"Gue nggak mau ketua yang lain." Potong pria itu tajam. "Bagi gue Bang Pras sudah yang paling baik."

"Gue juga sama." Ujar Haris lelah "tapi jelas kita nggak bisa lama-lama emosi kek gini. Biar nanti ketua Kobra Merah yang ngurus---"

"Kenapa harus dia?" Nada suara pria itu meninggi "dia itu orang asing!"

"Tapi dia yang paling dicari kalau ada masalah kayak gini. Dia itu bahkan lebih tinggi dikit dari Bang Pras." Haris berusaha menenangkan.

"Halah, maen sama pejabat aja sampai dianggap tinggi. Dia itu licik!" Hardik pria itu emosi.

Haris ingin mengatakan sesuatu, tapi tiba-tiba keadaan menjadi senyap. Berganti bisikan halus kasak-kusuk.

Di tengah ruangan luas itu, berdiri seorang pria yang berpawakan seperti anak sekolahan dan berwajah serupa artis yang masih usia belasan. Dikelilingi oleh beberapa orang berpostur tinggi menyeramkan khas kriminal.

Membuat muak.
Tapi yang lebih memuakan bagi si pria adalah, mereka berdua kerap kali disamakan satu dengan yang lain.
Apalagi kenyataan mereka dulu sangat dekat.

"Gue Ernest, sebagai perwakilan Kobra Merah, ikut berduka atas insiden yang menewaskan Pras dan beberapa anak buahnya serta anggota Macan Metro."
Pria benama Ernest itu membuka suara, menatap ke sekelilingnya.

"Berdasarkan kesepakatan antar kelompok di Metro Jayatri, kita pernah sepakat kalau terjadi sesuatu dengan salah satu kelompok diluar Perang Kawasan, kita akan memberi pilihan; akuisisi atau mencari ketua baru."

Suasana menegang seketika.

"Jika kalian ingin akuisisi kalian berhak memilih ikut kelompok manapun."

Tidak ada tanggapan. Ernest menghela nafas. Ia tahu kelompok Serigala Selatan adalah kelompok dengan harkat tinggi. Mereka tidak mau berada di bawah kelompok manapun.

Jadi pasti mereka akan memilih opsi kedua.

"Tapi jika ada yang ingin mengajukan ketua, gue dengan senang hati akan mengatur itu semua."

"Kenapa dia musti ikut campur di hal-hal yang nggak perlu, tapi malah sok apatis di hal-hal penting." Desis pria itu, membuat Haris menangkap kata-katanya melalui rungunya.

Test Drive(r)Where stories live. Discover now