Chapter 9 - Time Flies

154 7 3
                                    


Semua orang berubah seiring berjalannya waktu. Mungkin fisiknya, atau sifatnya, atau kebiasaannya. Pasti ada yang berubah. Hal yang wajar dan memang tidak bisa dihindari. Perubahan itu datang sedikit demi sedikit, berdasarkan hal-hal yang kita lihat, yang kita rasakan, dan kita pelajari setiap hari. Kadang kita tidak menyadarinya, sampai tiba-tiba saja semua sudah berubah.

Dan sekarang, gue Arika. Mahasiswi semester akhir. Bukan lagi anak SMP imut dengan ransel pink. Waktu terasa begitu cepat dengan berbagai kesibukan yang mengisi hari-hari gue. Kalau kalian tanya lagi tentang Gema, gue nggak bisa cerita banyak, selain cerita tentangnya waktu SMP.


Kalau dipikir-pikir lagi, gue jahat juga ya, waktu itu. Atau lebih tepatnya, gue benar-benar nggak bisa mengendalikan emosi. Gue harap kalian tidak mencontoh perilaku buruk gue terdahulu itu, ya. Mungkin buat Gema, tidak membalas pukulan gue hari itu adalah hal yang sudah seharusnya dia lakukan sebagai seorang cowok. Tapi cara dia menghadapi kemarahan gue dan gimana dia masih mau ngobrol sama gue setelah kejadian itu, seakan dia mau bilang kalau dia udah memaafkan apa yang telah gue lakukan.

Secara tidak langsung, gue banyak belajar dari Gema. Entah gue harus menyesal atau bersyukur karena kejadian itu. Karena jika hari itu tidak ada, mungkin sampai sekarang gue masih Arika yang egois dan nggak bisa mengendalikan emosi.


Sekarang aku tahu bahwa diam bukan berarti lemah,

dan menjadi kuat bukan berarti menyakiti.


Gue bukan tipe orang yang suka mengungkit-ungkit masa lalu. Tapi nostalgia sedikit nggak ada salahnya kan? Gue selalu menepiskan kalimat ini. Tapi sekarang mungkin akan gue biarin aja.

Gue kangen sama Gema.

Gue masih ingat, bahkan hal-hal kecil yang sering Gema lakukan. Gue kangen cara dia manggil gue, "Eh, Rik". Kangen cara dia ngelap keringatnya pake sapu tangan habis selesai ketawa ngakak. Kangen lawakan recehnya, juga tatapan anehnya.

Haha! Apaan sih gue.


***


Sesekali gue kangen tatapan aneh Gema ke gue sambil bertopang dagu. Mungkin dia emang lagi liatin guru ngajar. Tapi sebenarnya pernah suatu hari, pas gue nengok dan bilang, 'Iiih.. Ngapain siih Gem..' dia cuma tersenyum dan bilang,

"Gapapah.. Lagi ngeliatin lu aja."

Dan karena gue nggak tahu harus bilang apa, akhirnya gue memilih buang muka dan kembali memperhatikan papan tulis.


***


Atau kisah ketika pagi itu gue memulai hari bersamanya.


Saat aku si Putri Tidur tiba-tiba berusaha bangun pagi.

Walau pagiku tidak dapat mengalahkan paginya.


Anak laki-laki itu sudah duduk di tempatnya, tepat di sebelah tempat duduk gue. Tangannya dilipat di atas meja, membentuk tumpuan untuk merebahkan kepalanya. Iya, dia tidur. Jaket hoodie hitam-nya dipakai untuk menutupi wajahnya. Tapi gue tahu pasti kalau itu Gema.

Karena nggak mau mengganggu tidurnya, gue pun duduk perlahan. Sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan suara. Namun ternyata Gema menyadari kehadiran gue. Dengan gerakan pelan, ia menepiskan jaketnya hingga wajahnya terlihat.

"Hai," sapa gue pelan. Nyaris tidak terdengar.

"Eh Rika," jawabnya sambil tersenyum.


Ya, dia hanya tersenyum melihat kehadiranku.

Mungkin dalam hatinya dia menertawaiku karena tak dapat mengalahkannya.

Namun tak ada kalimat lain.

Hanya ada keheningan yang tak dapat kukendalikan.


"Haha.. Kenapa? Udah sana tidur lagi," hanya itu yang gue bilang, sebelum akhirnya Gema kembali menutupi wajahnya dengan jaket.


Pagi itu, satu dongeng lagi tercipta.

Tentang si Putri Tidur yang merelakan mimpi indahnya demi bertemu Pangeran Pagi.


***


Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Akhirnya gue tahu, kalau 7 Juni bukanlah hari ulang tahun Gema. Salah tanggal, bahkan salah bulan. Haha! Pinter banget nggak sih gue?

Pada masa itu memang sosial media belum se-update sekarang. Wajar saja cukup sulit untuk mengetahui hari ulang tahun seseorang. "Pintar"-nya, ingatan gue benar-benar "bisa" diandalkan. Dan mungkin kalo dulu udah ada WhatsApp, gue nggak perlu resah apakah pesan gue udah nyampe atau belum. Bahkan gue bisa tau pesan gue udah dibaca, kalau udah ada ceklis biru.

But well, that's the story.


8 tahun lebih sudah berlalu sejak hari terakhir gue ketemu Gema. Semuanya berjalan begitu damai. Nggak ada obrolan apa pun. Nggak pernah ada cerita apa pun lagi.


***


Kini aku tak bisa lagi membedakan,

apakah kisah ini adalah potongan dari ingatan yang mulai pudar,

atau hanya mimpi yang sangat kusukai jalan ceritanya.


Terlalu semu untuk dikatakan sebagai kisah yang pernah ada.

Namun terlalu nyata untuk dianggap fiksi belaka.


***


Ini Aku, ArikaWhere stories live. Discover now