Bab 23

3.9K 160 0
                                    


Malam itu Nara diantar pulang oleh Nico menuju apartemen miliknya, selama perjalanan Nara hanya melihat ke arah depan sambil memasang muka datarnya, sedangkan Nico berusaha untuk selalu mencuri pandang ke arah wanita cantik di sebelahnya, hingga tak sengaja ia hampir menabrak mobil di depannya yang berhenti mendadak.

"Apa kau mau membuatku jantungan, hah?" bentak Nara pada Nico yang tiba-tiba menginjak remnya dalam-dalam.

"Maaf, aku tak sengaja, mobil itu berhenti tiba-tiba" jawab Nico dengan nada lelah tak tahu bagaimana lagi menghadapi sikap wanita di sebelahnya.

"Hmm," gumam Nara.

Nico kemudian mulai mengemudikan mobilnya lagi secara pelan, dan kembali memfokuskan dirinya pada jalanan di depannya.

"Apa kau selalu memasang muka datar pada semua orang, maksudku seperti sikap dinginmu padaku?" tanya Nico hati-hati.

"Tidak juga, aku biasanya hangat pada siapapun, terutama Alexa, sahabatku," jawab Nara.

Nico mendesah kecewa, ia merasakan beban di pundaknya bertambah karena kesalahannya sepertinya sulit termaafkan meskipun ia telah berkali-kali meminta maaf apalagi melihat wajah Nara yang selalu memasang muka datar saat bersamanya.

"Jadi, kau memasang muka datarmu hanya untukku, apa sebagai calon tunanganmu aku tak pantas melihat senyum bahagiamu?" tanya Nico kecewa.

"Ya, kau memang tak pantas," jawab Nara dingin, masih memasang wajah datarnya.

Nico mengerang dalam hati mendengar jawaban dingin Nara, setelah percakapan singkat itu suasana kembali menjadi hening, Nico hanya fokus pada jalanan di depannya, sedangkan Nara larut dalam pikirannya sendiri.

Lima belas menit kemudian mereka telah sampai di depan gedung apartemen dimana Nara tinggal, kemudian Nico turun, dan bersikap layaknya gentleman, membukakan pintu mobil untuk Nara.

Namun sebelum Nara melangkah menjauh dari mobil, Nico lebih dahulu mengahalangi langkah Nara dengan memeluk tubuhnya dari belakang.

"Maafkan aku Brie, aku telah berbuat banyak kesalahan, aku membuatmu menangis, aku janji suatu saat aku bisa tertawa bersamamu, aku akan selalu membuatmu tersenyum," kata Nico, sambil mendekap Nara erat, sedangkan wanita itu hanya bisa memasang muka datar tanpa berusaha membuat Nico melepaskan pelukannya, tubuhnya terlalu letih untuk meninju muka Nico, atau bahkan sekadar menyikut badan lelaki itu.

"Kau baru saja menambah daftar kesalahanmu dengan memelukku tanpa izin, dan yah, kau terlalu optimis Mr. Franklin, jangan berusaha terlalu keras, aku tak ingin membuat orang lain menderita karena ulahku," sindir Nara, yang berhasil membuat Nico langsung melepaskan pelukannya.

"Kau tak berusaha melepaskan pelukanku, maka aku akan berusaha memelukmu untuk selamanya," Nico tersenyum lebar sedangkan Nara hanya mendengus dan bergegas meninggalkan Nico yang masih terlihat dengan senyum lebarnya.

"Besok aku akan mengantarmu ke resto, dandanlah yang cantik untuk menyambut  tunanganmu ini," kata Nico melalui jendela mobilnya, sambil menampilkan ekspresi gembiranya.

"Tak perlu Mr. Franklin, aku bisa naik taksi," jawab Nara tanpa membalikkan tubuhnya dan terus berjalan memasuki gedung apartemennya.

"Semuanya akan aku lakukan agar aku bisa melihat senyummu lagi, Brie," gumam Nico, lalu melajukan mobilnya menuju mansion kakeknya.
Sementara itu Nara memasuki apartemennya dan langsung menuju sofa, menghempaskan tubuhnya, memejamkan matanya sejenak lalu mencari remote control dan menyalakan televisi di hadapannya. Setelah beberapa menit memindah-mindah saluran televisi yang sama sekali tak menarik minatnya untuk menonton, sampai akhirnya ia menemukan sebuah acara yang membuat kepalanya pening, dimana dalam acara itu terlihat dirinya dan Nico terlihat tengah jalan bersama memasuki mansion keluarga Franklin.

Between Love and Dream (END)Where stories live. Discover now