Lebam

20.9K 3.2K 197
                                    

•h a p p y r e a d i n g•
~fellas~

•h a p p y r e a d i n g•~fellas~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🍁

Saeron menidurkan kepala di meja, sementara jemarinya memainkan lembaran buku, ia melakukannya cukup lama sampai helaan napas kasar keluar. Saeron langsung menutupi wajahnya dan mendengus kasar memikirkan kejadian kemarin sore.

Sore itu, Saeron yang baru saja keluar dari gerbang sekolah, ingin pergi menuju kafe tempatnya bekerja, secara tidak sengaja bertemu dengan Sanha. Samar-samar terlihat warna kebiruan di parasnya, tepatnya di area pipi, yang mana itu menyita perhatian Saeron. Jangan lupakan sudut bibir yang berdarah.

Ia mendekat, meraba pipi Sanha, yang langsung mendapat tepisan dari pemiliki.

"Mau partime kan? Ayo bareng!" Tukas Sanha, sebelum Saeron bersuara.

"Berantem?"

Pertanyaan itu mendapat anggukkan pelan dari Sanha. Saeron menghela napas, sebelum akhirnya mengajak temannya ke taman dekat sekolah. Dikeluarkannya kotak P3K ㅡomong-omong Saeron selalu membawanya untuk berjaga-jagaㅡ dan dengan cekatan mulai membersihkan juga mengobati luka pemuda di hadapannya, disertai omelan ringan tentunya.

Sementara itu, Sanha hanya sibuk memerhatikan Saeron, sesekali meringis saat rasa sakit berkunjung.

Ia sama sekali tidak mengindahkan omelan itu, lagian ia tidak salah, suruh siapa anak-anak itu mengejeknya terlahir tanpa orangtua? Begitu pikir Sanha.

Tadinya Sanha sempat tidak bersyukur dengan keadaannya, sampai ia bertemu dengan teman kerjanya di kafe, terutama Saeron. Gadis yang selalu melukis senyuman di paras ayunya, Sanha tentu menaruh perasaan lebih untuk Saeron. Oh, ayolah, kalian pikir kenapa Sanha senang sekali menjaili gadis itu juga minta diajari ini itu? Berdasarkan novel remaja yang Sanha baca, itu cara untuk dekat dengan orang yang ia suka.

Basi memang, tapi siapa yang peduli? Selagi bisa jadi dekat, kenapa tidak dicoba? Kira-kira begitu yang Sanha pikirkan.

Sanha tidak yakin kenapa ia bisa terjatuh pada peson temannya, apa itu karen Saeron mengatakan 'yang susah bukan cuma kamu, ayo berjuang bareng-bareng! Jangan nyerah sama keadaan' saat ia merasa putus asa, atau ada alasan lainnya. Awalnya, ia ragu dengan perasaannya sendiri karena 3 bulan bukanlah waktu yang lama untuk jatuh. Sampai akhirnya, ia sadar jika jatuh pada pesona Kim Saeron tidak memerlukan waktu yang lama.

"Sanha! Kamu dengerin gak si?!" Saeron setengah berteriak.

Yang mana itu membuat Sanha mendelik kecil sangking terkejutnya. Kemudian, ia menggedikkan bahu, "Engga."

Saeron mendengus, lantas membereskan kotak P3K dan beranjak, "Terserah. Aku mau partime, kamu hari ini berangkat nggak? Kalo enggak, nanti aku izinin."

"Partime laaaaahhh. Ayo bareng!" Sanhan meraih tangan Kanan Saeron, yang mana itu langsung ditepis oleh Saeron.

Kedua alis Sanha menukik, saat menemukan Saeron yang meringis. Dialihkannya atensi pada tangan kanan Saeron, kemudian ia mendelik kecil dan meraihnya.

"Ini kenapa?" Tanya Sanha mendapati luka panas yang tidak seberapa besar itu. Bodoh! Kenapa ia baru menyadarinya?

"Hngㅡkemarin ketumpahan air panas di rumah." Balas Saeron tidak sepenuhnya berbohong.

Sanha mengangkat pandangannya, "Ini luka baru." Ia berdecak seraya merotasikan mata, "Kim Saeron itu pembohong yang buruk, kenapa masih berusaha untuk bohong?"

Saeron menarik tangannya, kemudian tersenyum, "Yang penting kan, udah berusaha." Katanya santai saja, "Biarin aja, ayo partime!"

"Bentar." Sanha menahan tangan kiri Saeron, menatap tepat pada kedua maniknya, "Sori." Ia memeluk Saeron begitu saja.

Yang mana itu membuat Saeron mendelik kecil, "Ha? Apaan si? Lepas-lepas."

"Sebentar, mau cerita. Waktu itu belom sempet cerita."

Saeron mengernyit, "Apa?"

"Aku suka sama orang, hebat kan?"

"Ck, wajar kalik."

"Iya, orangnya yang lagi aku peluk." Sanha menghela napas, "Sorry but i've fallen for you." Ujarnya, kali ini dengan suara yang lebih pelan.

Dan itu berhasil membuat Saeron menarik dirinya dari pelukan Sanha. Katanya, semua itu tidak harus diungkapkan oleh kata, apalagi untuk sesuatu yang sifatnya bertolak belaka, karena ada perasaan lain yang harus dijaga. Jadi Sanha sudah tau jawabannya, saat kepala itu tertunduk dan memberikan gelengan pelan.

Kedua sudut bibir itu tertarik, membentuk senyuman tulus. Tangannya tergerak, mengusap pelan surai gadis di depannya, "Gak usah dipikirin, aku cuma mau ngasih tau. Ayo berangkat partime!" Ajak Sanha lalu menarik Saeron menuju halte bus.

Tentu saja itu alibi, bukan semata agar Sanha tidak terlihat sedih, tetapi juga agar Saeron tidak merasa bersalah. Karena Sanha tau jelas, jika gadis Kim itu mudah sekali merasa bersalah terhadap sesuatu yang bahkan itu bukan disebabkan oleh dirinya.

















Saeron menggeleng pelan, berharap itu bisa mengusir pikirannya. Ia merasa sangat bersalah terhadap teman kerjanya itu.

Kemudian, pandangannya teralih saat pintu kelas terbuka dan Renjun masuk dengan wajah lebamㅡbagus, kenapa ia harus melihat wajah lebam dua hari berturut-turut?

Diliriknya jam kelas, ini bahkan sudah jam dua belas siang dan Renjun baru datang. Ah, memang enak sekali kalau orangtuanya berada di jajaran orang penting sekolah.

"Muka lo kenapa?" Hwang mendekat, air wajah terkejut terlukis jelas.

"Kena bogeman."

"GILAAAAAA!" Daehwi berteriak, "Bogeman apa? Cinta gue?!" Tambahnya.

Yang mana itu membuat Guanlin menoyor kepala Daehwi lumayan keras, "Berisik!" Ia menoleh pada Renjun, "Siapa yang bogem elu?"

"Huang Jackson."

Teman-temannya sontak mendelik kecil, "LAAAAHHHHH?????? ITU KAN BOKAP LOOOO????" Teriak mereka.

Renjun berdecak seraya merotasikan mata, "Yang bilang sopir gue siapa?"

"Jauh jauh lo! Gue mau tidur." Usir Renjun yang langsung dituruti oleh mereka. Ia baru akan memejamkan matanya, tetapi bahunya lebih dulu ditepuk seseorang.

"Ck, apa lagi?" Tanya Renjun sambil membalikkan tubuh, menghadap Saeron.

Saeron mengerjap, lalu perlahan menyodorkan kotak P3K-nya, "Hngㅡbuat luka kamu."

Atensi Renjun berpendar pada kotak merah muda dan tanpa cakap lagi membukanya. Setelah itu, Renjun kembali memberikan benda itu untuk Saeron. Ia beranjak, memutar kursinya dan kembali duduk di sana.

Renjun menatap Saeron lekat, tangannya mengacak poni Saeron dan detik selanjutnya ia menidurkan kepala di meja Saeron.

"Tolong obatin." Katanya sebelum menutup kedua mata dan membiarkan gadis itu mengobati wajahnya.

•To Be Continued•

•To Be Continued•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
[1] Bullying ; Renjun ✔Where stories live. Discover now