DLH#14

4.9K 418 2
                                    

Ingat buku jurnal yang Somi pinjamkan pada Jimin?

***

Jimin tidak bisa tidur.

Perkataan Soyeon terus saja menggema di kepalanya. Gadis itu berada di sampingnya, tertidur dengan lelap. Jimin sudah mengubah posisi tidurnya agar Soyeon nyaman dengan tidurnya.

"Ah iya, aku belum membaca jurnalnya."

Jimin membuka laci di samping ranjang dengan sangat pelan. Dia takut akan menghasilkan decitan yang membuat Soyeon bangun. Helaan napas pun lolos saat lacinya terbuka dengan sempurna dan menampilkan sebuah buku jurnal berwarna hitam.

Jimin sudah lama memindahkan buku jurnal itu ke laci kamarnya.

Pria itu mendudukan dirinya sembari mengambil buku itu dari lacinya. Jimin melirik ke arah Soyeon yang masih berada dalam dunia mimpinya. Bibirnya sedikit terbuka, membuat Jimin menutup bibirnya dengan jari telunjuknya.

"Kebiasaan..." Jimin menggelengkan kepalanya. "Oke. Ayo kita mulai."

Jimin membuka buku itu. Halaman pertama menampilkan foto Soyeon yang terlihat ceria. Jimin tersenyum melihatnya. Jarinya membuka lembaran berikutnya.

Hai! Astaga, ini pertama kalinya aku menulis di buku ini. Tapi tidak apa-apa. Harus kumulai dari mana ini?! Ah iya!

Namaku Jung Soyeon. Dan.. aku baru saja lulus dari SMA Nasional Seoul! Yeay! Akhirnya, aku bisa menginjakkan kakiku ke Universitas Seoul. Ngomong-ngomong, aku baru dapat formulir pendaftarannya.

Ibu, ya. Karena Ibu, aku akan menulis semua kejadian yang ku alami. Mulai tahun ini, bulan ini, hari ini, detik ini juga.

Doakan aku agar bisa memenuhi permintaan terakhirmu, Ibu.


Jimin tertegun. Hanya membaca bagian pertama saja, dia sudah memikirkan banyak. Bagaimana dengan bagian berikutnya? Entahlah. Jimin belum bisa memperkirakannya.

Mei 2017
Masih di hari yang sama. Hari ini adalah hari kelima Ibu meninggalkan kami bertiga. Ibu sudah banyak berjuang untuk melawan penyakitnya. Nama penyakitnya kalau tidak salah... Kanker. Ibu mendapatkannya saat aku masih duduk di tingkat terakhir dalam sekolah menengah.

Kami bertiga hancur. Dipanggilnya Ibu membuat hubungan kami cukup regang. Sampai, aku dan Hoseok tidak sengaja bertemu di depan kamar Ayah. Kami berdua mendengar suara tangisan Ayah yang cukup keras. Khawatir? Jelas ada. Hoseok sempat marah saat kamar Ayah terkunci. Dia menendang pintu kamar Ayah, dan kami menemukan Ayah yang hampir melompat keluar dari jendela kamar.

Kami menangis. Lagi. Dan saat itu juga, kami saling menguatkan satu sama lain. Hubungan kami pun kembali erat. Aku harap, di atas sana, Ibu senang melihat kami bahagia tanpa beliau.


Jimin memejamkan matanya. Air matanya hampir jatuh. Pertahanannya runtuh secara perlahan.

"Ah, sial."

Maniknya menatap lama ke arah Soyeon yang masih tertidur. Tangannya terangkat untuk mengelus rambut halusnya.

"Aku harus membacanya."

Juni 2017
Oh, gosh. Aku baru ingat jika Ibu memintaku untuk masuk ke jurusan musik untuk meneruskan mimpinya. Dan parahnya lagi, itu permintaan terakhirnya.

Daddy's Lil Harley [✔]Where stories live. Discover now