Chapter 21 : Sincere

540 166 31
                                    

Sunhee's POV

Jarum panjang jam dinding berada di angka empat, sedangkan jarum pendek telah berada di angka tujuh dimana Chanyeol baru saja tiba setelah membelikan nasi ayam jahe sesuai permintaan gue.

Hal-hal kecil yang kami lakukan bersama dahulu kembali ke dalam pikiran gue akhir-akhir ini, sehingga membuat gue merasa gue perlu 'mereka ulang' semua itu. Bukan, bukan semacam rindu. Lebih tepatnya, berusaha membawa kembali kenangan manis ke kehidupan yang pahit saat ini.

Chanyeol duduk menghadap dinding, lalu meletakan makanannya di atas meja di samping ranjang. Mulutnya mulai mengunyah nasi hangat yang pulen, dengan cepat melahap semua itu. Gue melirik bungkusan kedua milik gue yang bahkan belum disentuh sama sekali. Persis seperti Tarzan kelaparan, huh.

"Chanyeol-ah.."

"Um?" Ia menoleh, dengan dua butir nasi yang menghiasi kedua ujung bibirnya—nampak lucu.

Gue menunjuk bibir, memberi tanda bahwa terdapat sesuatu di sana. Kedua alis Chanyeol meninggi, bingung.

"Ada nasi di bibir lo."

Chanyeol pun memegang butiran nasi itu, lalu membuangnya ke lantai dan tertawa geli. "Aigoo, seharusnya gue suruh lo bersihin, ya?"

Gue hanya tersenyum tipis, kemudian mulai menyantap sarapan dengan perlahan. Ah, apa yang lo pikirkan, Sunhee? Gue membuka ponsel gue dengan menyuap sesendok demi sesendok ayam dengan tangan kiri, mengecek pesan dari Mama yang akan tiba di rumah sakit satu jam lagi bersama Papa dan Minseok, adik gue.

Seharusnya, keluarga gue telah tiba sejak pukul 7, namun dikarenakan Minseok yang masih harus menyelesaikan urusan sekolahnya, terpaksa Mama dan Papa memberi toleransi waktu kepada adik gue yang badung satu itu.

Pesan dari Mama, Pak Junmyeon, hingga Seungmin memenuhi kotak pesan gue sedari malam. Tetapi, pesan dari Lay Zhang masuk empat hari lalu. Tak ada perubahan. Di mana dia ketika gue dilanda kerinduan yang amat sangat?

"Pasti mikirin Lay." Chanyeol yang melirik ke arah layar ponsel gue, menyengir kecil.

Gue memutar bola mata gue, kemudian mengunci layar. "Engga, kok." Gue tersenyum kecut, lalu merapikan kotak ayam yang telah kosong dan memasukkannya kembali ke dalam kantong plastik.

"Jujur aja. Gue engga marah."

Gue mengerling ke arah Chanyeol, kemudian kembali berbaring lesu. Otak gue rasanya akan meledak beberapa waktu terakhir ini.

Chanyeol yang seolah menunjukkan 'pertanda kembali', Lay yang menghilang bagaikan ditelan bumi dan kondisi gue yang tak memungkinkan untuk mencari tahu alasannya memperkeruh seluruhnya.

Mengapa benang yang kusut ini tak kunjung terurai juga? Semakin terlilit hingga akhirnya gue merasa.. itu akan terikat mati.

"Ke teras, yuk. Mataharinya lumayan terang pagi ini." Chanyeol tiba-tiba membuka suara, seraya mengelus tangan gue dengan pelan. Napas gue benar-benar tercekat. Nadi-nadi gue berdetak begitu kencang di permukaan. Tak mungkin gue merasakan hal ini kembali. Gue sudah bertekad kuat.

"Tunggu terapisnya aja."

"Kelamaan. Kapan sembuhnya?" Chanyeol pun membantu gue turun dari ranjang, dan menopang badan gue untuk berjalan.

Benar-benar kaku, lemas. Kaki gue ada, namun tak dapat dirasa.

Gue pun duduk di sebuah bangku kecil di teras kamar dengan begitu pelan, sembari menikmati pemandangan langit yang memang cerah hari ini.

Mizpah | Park Chanyeol✔️Where stories live. Discover now