BAB X ; BERUSAHA KEMBALI

78 7 7
                                    

"Apa kau berdoa untuk keluargamu?" seorang wanita paruh baya iba-tiba mendekati Sungjae.

Sungjae tersenyum sambil menggeleng. "Bukan, dia musuhku." Ia berhenti sejenak, kemudian melanjutkan kalimatnya "Mungkin sebentar lagi dia akan menjadi temanku."

"Apa dia sedang sakit?"

"Iya." Sungjae menunduk, ia tidak tahu kenapa ia merasa sesedih itu, padahal Kwangmin bukanlah teman dekatnya. "Aku. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba aku merasa kasihan dengan bocah itu. Padahal awalnya aku sangat membencinya. Aku bahkan selalu berusaha menjatuhkannya, aku selalu iri dengannya. Ada seseorang yang selalu disampingnya, dia memiliki sikap yang sangat dingin dan juga cuek, aku bahkan selalu mengumpatinya ketika dia lewat disampingku." Sungjae tersenyum miris kala mengingat hal itu. "Aku tidak tahu, kenapa sekarang aku tiba-tiba mendoakannya." Sungjae menatap patung Budha didepannya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Didunia ini tidak ada yang abadi. Semua pasti akan berubah beiringan dengan waktu." wanita itu menepuk-nepuk pundak Sungae dengan pelan. "Tidak ada namanya orang yang tidak kenal takut, karena dia pasti juga pernah merasa khwatir, dia juga pernah cemas." Wanita itu diam sesaat. "Aku harap, rasa bencimu juga akan berubah. Sama seperti dunia yang selalu berubah, dan juga sama seperti orang pemberani yang merasa ketakutan. Temanilah dia, walaupun dia bersikeras mengatakan bahwa dia tidak membutuhkan dirimu, karena orang seperti itu adalah orang yang paling kesepian didunia ini. Ubahlah dunianya."

Ada ratusan beban yang tiba-tiba menghilang dari benak Sungjae, berkat wanita itu. Tidak bisa dipungkiri jika Sungjae masih merasa bahwa ia membenci Kwangmin, dan kini Sungjae berusaha agar ia bisa menyukai Kwangmin sebagai sahabatnya. Bukan, sepertinya dia sudah sangat menganggap Kwangmin sebagai sahabatnya. Sungjae bahkan kini sudah merasa jika dirinya mulai merasa khwatir dengan keadaan Kwangmin dan ia berdoa setulus hatinya agar diberi kesempatan untuk menjadi sahabat Kwangmin lebih lama lagi.

"Khamsahamnida, Eomoni. Jeongmal Khamsahanida." Sungjae memegang tangan wanta paruh baya yang tidak ia keahui namanya tersebut. Ia benar-benar merasa beruntung bisa bertemu dengan wanita itu, ia harap wanita itu juga selalu dilimpahi dengan keberuntungan dan selalu diberi kesehatan. Sungjae juga berharap bisa kembali bertemu wanita itu suatu hari nanti, dalam keadaan yang lebih baik dari sekarang.

##########

"Kwangmin-ah." Youngmin menggenggam tangan kurus Kwangmin dengan lembut, seakan tanan itu adalah sebuah benda rapuh yang harus berhati-hati saat menyentuhnya.

Kwangmin perlahan membuka matanya lalu menatap Youngmin yang sudah duduk disebelahnya. Mata sendu itu benar-benar berbeda dengannya, Kwangmin selalu menemukan seribu perbedaan anatara dirinya dengan Hyungnya, walaupun mereka termasuk kembar identik, tapi mereka tidak benar-benar sama. Sorotan mata mereka juga berbeda, Youngmin selalu mempunyai sorotan mata yang lembut, sedangkan Kwangmin mempunyai sorotan mata yang tajam.

"Aku ingin duduk." Pinta Kwangmin dengan suara yang lemah. Dengan segera Youngmin mengambil remot kontrol untuk menaikkan bagian atas ranjang Kwangmin.

"Apa kau sudah merasa baikan?" tanya Yongmin setelah berhasil membantu Kwangmin.

Kwangmin tersenyum tipis "Nde, gwaenchana."

Youngmin benar-benar tidak bisa melihat Kwangmin dalam kondisi seperti ini. Kwangmin terlihat bukan seperti Kwangmin yang ia kenal, Kwangmin seperti orang lain. Wajahnya pucat, pipinya yang semakin tirus dan juga sorotan matanya yang semakin melemah. Melihat Kwangmin seperti ini, membuat Youngmin merasa seperti dicabik-cabik. Ia selalu bertanya, apa dosanya, kenapa tuhan melakukan ini padanya. Kenapa ia tidak bisa seperti anak lain, yang sangat bahagia memiliki saudara yang sehat.

A LIFE FOR YOUWhere stories live. Discover now