XII ; AKU, MENYERAH

101 8 4
                                    

Kwangmin membuka matanya yang masih terasa sangat berat. Bukankah ia seharusnya merasa bersyukur, karena masih bisa membuka mata dan melihat segala isi dunia hari ini. Namun kenyataannya tidak, ia merasa sakit. Walaupun ia masih bisa melihat isi dunia, namun ia tak dapat menggenggamnya seperti yang lainnya. Kwangmin tidak bias bergerak semaunya, itu salah satu hal yang belum dapat ia genggam saat ini.

Kwangmin menengok kearah jendela, terlihat sinar mentari sudah menembus tirainya. Walaupun ini masih pagi, tapi suara deruman mobil sudah menghiasi pagi ini. Ia juga bias mendengar suara burung-burung yang sedang berhinggapan dipohon-pohon yang berada didekat rumah sakit.

Pintu dibuka. Kwangmin secara otomatis mengalihkan pandangannya menuju pintu, lalu ia melihat Youngmin datang masih dengan baju biasa, sedangkan seragam sekolahnya ia taruh didalam tas yang ditengtengnya.

"Tumben sudah bangun." Youngmin menyapa. Ia kemudian meletakan tas yang berisi seragamnya di nakas yang berada diseblah tempat tidur milik Kwangmin. "Eomma menyuruhku untuk menememanimu sebentar sebelum aku berangkat sekolah. Eomma sedang menyiapkan sarapan untuk Appa." Jelas Youngmin tanpa diminta.

"Hm." Hanya itu respon yang Kwangmin berikan.

Youngmin menatap Kwangmin yang nampak tidak bersemangat. Ia menjadi khawatir dan takut jika keadaan Kwangmin kembali menurun. "Gwaenchana? Kau terlihat kurang semangat."

"Ani." Sangkal Kwangmin. "Aku rasa aku bangun terlalu pagi, jadi masih sedikit mengantuk." Sambungnya dengan nada lemah. Tentu saja Youngmin tidak langsung mempercayai apa yang Kwangmin katakana. Namun ia tidak ingin menyinggung perasaan Kwangmin, makai a berpura-pura percaya.

"Kalau begitu tidurlah lagi. Ini masih sangat pagi, jika Eomma sudah datang, aku akan membangunkanmu." Youngmin mengambil kembali selimut yang ada ditempat tidur Kwangmin, lalu menyelimuti Kwangmin. Ia juga mengacak rambut Kwangmin saking gemasnya pada saudara kembarnya itu.

Kwangmin melakukan peregangan dengan cara mengangkat tangannya, lalu ia mengeluarkan suara berupa erangan yang dibuat semanja mungkin. Kwangmin kemudian menggerakan tanggannya agar memeluk tubuh Youngmin yang berada disampingnya dengan sangat erat. Ia memeluknya seakan itu adalah yang terakhir kalinya, Kwangmin dapat mencium aroma sabun yang masih melekat pada tubuh Youngmin.

"Mungkin ini terdengar menjijikkan. Tapi aku tetap akan mengatakannya." Ujarnya didalam pelukan Youngmin. "Hyung, aku selalu bangga padamu dan sangat menyayangimu. Hyung, Saranghae."

Youngmin merasa ada sesuatu yang hangat menjelajar memenuhi rongga hatinya. Ini untuk pertama kalinya Kwangmin mengatakan hal yang semanis itu. Apalagi tadi Kwangmin terdengar sangat sungguh-sungguh mengatakannya. Tak terasa ada setetes air mata yang jatuh dari pipinya, ia merasakan haru yang sangat bersamaan dengan rasa takutnya. Youngmin takut jika hal ini akan menjadi yang pertama dan terakhir kalinya.

"Aku juga sangat membanggakanmu, dan sangat menyayangimu. Saranghae Kwangmin-ah." Youngmin kembali mengeratkan pelukannya lebih erat lagi. Ia memeluk Kwangmin dengan sangat erat dan juga hangat. Ia ingin Kwangmin tahu, jika apa yang dikatakannya benar, bahwa ia sangat membanggakan adiknya tersebut dan juga sangat mencintainya.

"Ah. Hyung, tadi Dokter Shin datang. Katanya dia ingin kau datang keruangannya. Ada yang ingin dia bicarakan."

Youngmin melepas pelan pelukannya, kemudian terlihat berpikir. Menurutnya, ini masih terlalu pagi untuk mengunjungi ruangan dokter. Tidak biasanya juga Dokter Shin ingin bertemu dengannya, biasanya Dokter Shin akan bertemu dengan orang tuanya jika ingin membicarakan masalah Kwangmin. Youngmin berpikir apa ini karena apa yang ia katakan kemarin? Apa dia berpeluang untuk menyelamatkan Kwangmin?

"Dokter Shin benar-benar ingin bertemu denganku? Pagi ini?" Tanya Youngmin memastikan.

Kwangmin mengangguk pasti. "Tadi pagi dia datang untuk memeriksaku, lalu menitip pesan agar kau menemuinya pagi ini."

A LIFE FOR YOUWhere stories live. Discover now