PROLOG

9.8K 183 15
                                    

Brak! Suara patahan ranting yang keras cukup membuat suara keributan. Sang pelaku perlahan mengangkat kakinya dari ranting tersebut berusaha tak membuat suara. Pandangannya jatuh pada gadis yang berdiri tak jauh di depannya. Tampaknya gadis itu sangat marah terlihat jelas dari tatapannya yang tidak bersahabat.

"Sorry, nggak sengaja," ucap lelaki itu tanpa suara.

Kini setiap melihat ranting pohon lelaki itu berhati-hati dalam melangkah agar tidak ada lagi ranting yang terpijak.

Rekannya sudah berdiam diri tepat di belakang tembok. Kelihatannya gadis itu tengah memeriksa keadaan sekitar. Aman. Gadis itu langsung memeriksa keadaan Sang rekan. Matanya terbelalak melihat tingkah berlebihan rekannya itu. Lelaki itu berjalan sambil berjinjit.

Demi Oppa Kai, kenapa lelaki itu harus berjalan seperti itu? Perlahan tapi pasti akhirnya lelaki itu sudah berdiri di samping gadis itu.

"Gimana? Aman?" bisik lelaki itu.

Waktu yang dibutuhkan olehnya untuk sampai di sana lebih dari tiga puluh menit. Jadi gadis itu harus kembali memeriksa keadaan sekitar untuk memastikan lokasi tersebut sangat aman.

Namun baru saja mereka melangkahkan kaki tetiba terdengar suara yang cukup keras. Secepat mungkin keduanya bersembunyi di balik tembok bata berlumut. Gadis itu mencoba mengintip dan melihat darimana asal suara tersebut. Penerangan yang sangat minim membuat penglihatannya semakin tidak jelas. Dia hanya bisa melihat ada seseorang yang tengah berdiri di pintu kayu yang sudah lapuk dimakan rayap. Tetapi ia tidak dapat memastikan rupa dari orang tersebut.

Rekan Sang gadis yang tampaknya penasaran ingin ikut mengintip tapi sungguh sial, dirinya kembali menginjak ranting pohon yang menimbulkan kegaduhan.

"Siapa itu?" teriak orang yang berdiri di depan pintu itu sambil menyenteri tempat keduanya bersembunyi.

Dengan cepat gadis itu menyembunyikan kepalanya. Jantung keduanya berdegup kencang. Keduanya menutup mulut dan menahan napas. Sampai sekarang masih terpikir, apakah dengan melakukan hal tersebut tidak bakal ketauan?

Langkah kaki mulai terdengar samar. Berjalan menuju ke arah mereka. Deru napas mereka semakin memburu begitu pula detak jantung mereka. Cahaya dari senter juga semakin besar dan terang. Tandanya orang tersebut semakin dekat.

Brak! Tak jauh dari mereka terdengar suara berisik membuat orang tersebut teralihkan. Langkah kaki orang tersebut semakin menjauh begitu pun cahaya senternya. Keduanya dapat bernapas dengan legah. Namun aroma yang tidak sedap membuat keduanya kembali menutup hidung mereka. Aman. Begitu pikir mereka sampai terdengar suara tawa seseorang membuat bulu kudu keduanya berdiri.

"Ngapai Adik-Adik manis ini kemari? Mau main sama aku ya? Hihihi...." Dengan gerakan bak slowmotion kepala keduanya serempak menoleh ke asal suara.

Seketika tubuh mereka begitu sulit untuk digerakkan. Kaki terasa teramat berat dan deru napas mereka memburu seketika ketika melihat sosok wanita berambut hitam panjang berbalut gamis putih berlumuran darah. Tampak jelas rupa wanita itu dari sela-sela rambutnya. Hancur. Sudah tidak berbentuk rupanya. Wanita itu masih stay dengan style khasnya tertawa dengan gigi yang dijemur.

Perlahan gadis itu memutar pandangannya ke arah semula. Tepat di sebelahnya Sang rekan sama takutnya dengan dirinya. Begitu jelas saat melihat pandangan laki-laki itu yang tak berkedip sedetik pun.

"Al?!" panggil gadis itu dengan nada pelan tampak seperti berbisik, tapi sepertinya lelaki itu masih sangat syok dengan apa yang ia lihat. Soalnya tak ada sahutan dari lelaki itu dan bahkan kini lelaki itu masih menatap sosok di sebelah gadis itu dengan mata yang juga belum berkedip.

"Al?!" gadis itu mengguncang pelan lengan Aldo membuat lelaki itu sontak tersadar.

"Ayo kita kabur aja, dalam hitungan ketiga kita kabur ya?" bisik gadis itu. Aldo mengangguk setuju. Ia juga tak ingin berlama-lama di tempat itu.

"Satu..." keduanya sudah mengancang-ancang setengah berdiri.

"Loh? Adik-Adik ini mau kemana?" melihat teman barunya berdiri Mbak Kunti berniat menahan keduanya.

"Dua..." gadis itu melanjutkan hitungannya menghiraukan pertanyaan Mbak Kunti. Kini keduanya hanya fokus dengan rencana pelarian diri mereka.

"Tiga! Ayo Aldo!" dengan sisa tenaga yang dimiliki keduanya berlari secepat mungkin agar tidak dikejar oleh Mbak Kunti.

"Ya, teman baruku mau pulang. Hihihi...." sepertinya Mbak Kunti sangat sedih karena keduanya sudah mau pulang padahal mereka belum bermain lempar kapak.

Tak sengaja Aldo menendang setumpuk kayu yang mengenai seng besi membuat suara yang cukup keras.

"Hei! Siapa itu?" teriak orang yang mereka pikir sudah masuk ke dalam rumahnya.

Pria itu mengarahkan senternya ke arah mereka. Keduanya yang masih sibuk berlari semakin memacu larinya. Siapa sangka ternyata Pria itu mengejar mereka. Dengan susah payah Pria itu mengejar mereka. Berulang kali Pria itu tampak menaikkan sarungnya yang sering turun akibat tidak diikat dengan benar.

"Cepat!" ucap Aldo saat mereka sudah berada di depan tembok bata tinggi. Rekannya kesulitan saat hendak memanjat tembok tinggi tersebut. Aldo dengan sigap membantu. Hap! Gadis itu telah berhasil mendarat di sisi lain tembok.

"Ayo cepat Al!" teriak gadis itu dari sisi lain tembok. Kini giliran Aldo. Saat sudah berada di atas tembok, salah satu kakinya berhasil di tangkap oleh Pria itu.

"Mau kemana kau?" ucap Pria itu dengan napas yang terengah-engah.

Gadis itu panik saat melihat rekannya tak kunjung melompat. Lepas! teriak Aldo menendang-nendangkan kakinya berusaha melepaskan genggaman Pria itu.

Sisa tenaga tangan Pria itu telah habis dan genggamannya terlepas dari kaki Aldo membuat lelaki itu tak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan cepat lelaki itu melompat ke sisi lain tembok. Gadis itu senang saat tau rekannya selamat namun pandangannya beralih ke celana yang dikenakan lelaki itu.

"Al?! Itu celana kau kok basah? Kau terkencing, ya?" Aldo pun melihat ke arah yang sama. Lalu wajahnya memerah untung saja sekarang malam hari. Jadi tidak kelihatan sama gadis itu.

"Ah? Men-mending kita pulang. Udah jam segini pasti kau dicariin kalau lama-lama pulang," ucap Aldo mengalihkan pikiran gadis itu.

Melihat tak ada sahutan dari rekannya dengan inisiatifnya sendiri Aldo menarik lembut lengan gadis itu. Sontak gadis itu terkejut dan melepaskan genggaman laki-laki itu dengan kasar.

"Aku bisa jalan sendiri! Aku bukan orang buta yang harus dituntun jalannya! Lagi pula kita bukan mahram!" ucap gadis itu panjang lebar dan berjalan terlebih dulu.

"Dasar gadis gila!" umpat Aldo pelan saat jarak keduanya sudah cukup jauh.

Bendahara dan Ketua Kelas TB [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang