BAGIAN 27 - DITUNDA

118 24 11
                                    

Benar kan?
Ditunda.

Awalnya, Lanang tidak akan memberitahu masalah dikeluarkannya Panji dari kampus. Tapi, sepertinya tidak etis jika harus menyembunyikannya. Apalagi, mereka akan jadi anggota keluarga. Bukan Lanang membuka aib keluarga mereka. Jika terus disembunyikan, malah bisa jadi, mereka tahu dari orang lain. Yang biasanya sudah diimbuhi bumbu-bumbu yang tidak seharusnya masuk kesana. Dan menjadikannya tidak sedap lagi. Dari perantara Gendis, dia memberitahu Annur. Setelahnya, mereka menunggu keputusan.

Akhirnya, jalan yang diambil oleh abi dan ummi Annur. Mereka memilih menundanya. Mempertimbangkan kembali semuanya. Lanang juga frustasi rasanya, apalagi dengan Panji. "Panji, bukan salah kamu." Berulang kali Lanang memberitahu Panji dari balik pintu. Sudah dua hari, Panji mengurung diri di kamar. Dia tidak mau keluar kamar.

"Buka pintunya, keluar dong." Lagi-lagi tak digubris.

'Cklek!'

Lanang tersenyum, akhirnya Panji keluar. Tubuhnya langsung berubah kurus, kantung matanya kelihatan jelas disana, sudah seperti panda. Panji pasti kurang tidur. Dan lagi, dia tak mendapat asupan sama sekali, walau cuma sekedar minum.

'Bruk!'

"Panji!"

-WFTW-

"Hipoglikemia. Kadar gula darahnya rendah. Tidak ada yang serius. Dua hingga tiga hari kedepan. Pasien boleh pulang." Terang dokter yang membuat semua orang minus Gendis dan Kula, menjadi tenang.

"Ini salah aku mah, terlalu nyalahin Panji." Sesal bapak. "Dia pasti tertekan." Awalnya, hanya senyum Panji yang hilang dari wajahnya, sehari setelah dia di-DO. Namun, setelah mendengar ditundanya pernikahan, Panji menutup diri, mulai menyalahkan dirinya sendiri.

"Sudah lah pak, Panji udah nggak apa-apa." Mamah terus menepuk pelan punggung bapak, guna menenangkan suaminya itu. Bodohnya bapak yang tidak menaruh kepercayaan sama Panji. Karena hal ini, turut ikut menjadi alasan mengapa Panji ambruk.

Dilain sisi, Lanang sedang menatap wajah adik pertamanya itu. Panjinya yang suka guyon. Kini tergeletak lemah, tak berdaya. Karena kesibukan masing-masing, membuat satu sama lain tidak terlalu sering bersama. Tapi mereka pasti saling peduli.

Lanang mengusap lembut, punggung tangan Panji yang terbebas dari infus. "Panji harus lebih kuat sekarang."

Panji memang belum melakukan aktivitas apapun setelah hari terakhirnya di kampus. Dia masih berdiam diri di rumah. Paling keluar, kalau sholat di masjid. Setelah itu, dia hanya menonton tv, kalau tidak ya, tidur. Lanang ingin sekali mengajaknya ngider. Tapi, rasanya belum bisa, dengan melihat situasi dan kondisi Panji, yang pasti sulit.

-WFTW-

"Lo bilangnya gimana si dek? Sama mbak?"

"Ya sesuai apa yang dikata mas Lanang, lah. Nggak aku tambahin, nggak aku kurangin."

"Masa? Lihat sini!" Kula, dengan serius membaca chat antara Gendis dan Annur, saat dia memberitahu perihal drop outnya Panji. Dan Panji masuk rumah sakit, juga Annur sudah diberi tahu. Demi kebaikkan semua.

"Masih nggak percaya?" Kula mencebik dan mengangkat kedua bahunya.

'Kruuk!'

"Adek laper?" Gendis cuma nyengir lebar. Memperlihatkan senyum kotak yang sama dengan milik Kula. "Mamah belum masak lagi," kejadiannya memang pagi hari, dan sang mamah belum masak apapun, untuk sarapan.
"Cari bubur yuk?"

"Bubur instan?" Kula memandang Gendis tajam.

"Bukan lah, buburnya pak Maman itu lho. Ayok!"

"Mas aja, deh." Gendis malas ikut keluar, mereka sudah siap sebenarnya dengan seragam sekolah. Cuma nunggu Lanang pulang, ngantar mereka.

We Find The Way ✔Where stories live. Discover now