Jangan Begini

24.5K 1.2K 31
                                    

Keira baru saja membuka kebaya nya, hari ini gadis cantik itu baru melaksanakan wisuda. Ia menghela nafas berat lantaran hari ini cukup melelahkan untuknya.

Ia meraih ponsel, barangkali Damara menghubungi nya tadi atau bahkan mengirimkannya pesan singkat. Namun Ia harus menelan fakta pahit dimana kedua hal tersebut tidak dilakukan oleh kekasihnya. Sudah 5 bulan setelah Damara harus mematikan telfon karena seorang wanita memanggilnya, sejak saat itu Damara tak pernah menghubunginya. Paling hanya sekedar memberikan pesan bahwa dia baik-baik saja, lalu menanyakan kabar dan setelah Keira membalas pesannya, Damara tak memberikan jawaban lagi.

Sebulan terakhir, tak ada pesan maupun telefon dari Damara. Semakin hari, kejenuhan semakin menyelimuti hati Keira. Kini bahunya sudah naik turun, nafasnya juga sudah tersengal-sengal, air mata yang ditahannya akhirnya tumpah.

"Bodoh banget sih, aku... Kenapa harus nunggu begini lama nya." Ucapnya dalam isakan.

Keira mengusap kasar matanya, menepis air mata yang keluarnya semakin deras. Wajah gadis itu menjadi tak karuan sebab hiasan matanya melebur keseluruh bagian mata nya menjadikan warna aneh. Keira bahkan tak perduli.

Ponselnya berdering.

Brama.

"Halo Bram, ada apa?"

"Halooo calon kakak iparku, pasti cantik sekali hari ini pake kebayaaa...pake togaa... Duh, harusnya aku disana biar bisa foto sama bidadari." Terdengar tawa Brama meledak diseberang telefon, Keira yang tanpa ekspresi menjawabnya dengan sangat singkat.

"Terimakasih udah puji aku, Brama.."

"Kei? Kamu nggak kenapa-kenapa kan? Suaramu agak lain. Kamu sakit?"

"Ah...enggak kok, cuma capek aja jadi suaranya mungkin lemes."

"Udah kenal berapa tahun sih, kita... Kamu mau bohong,nih?"

"Hm.. Ak-ku sebenernya habis nangis, bingung aku dengan Damara. Terakhir kali telfonan lima bulan lalu, beberapa bulan terakhir dia hanya memberi kabar lewat pesan, dan sekarang sudah sebulan dia bahkan tidak menelfon dan mengirim pesan. Aku semakin jenuh, Bram.."

Brama diam sesaat mencerna perkataan Keira. "Jangan berifikir macam-macam ya, Kei. Mungkin abang lagi sibuk. Atau ada hal mendesak. Kamu jangan mikir aneh dulu."

"Entahlah Bram, aku juga semakin bingung. Apakah aku harus berhenti atau melanjutkan kebodohanku." Ucap Keira sambil menunduk dan memijit pelipis matanya.

"Kamu jangan nangis ya Kei, aku bakal coba hubungin abang."

Keira hanya berdehem.

"Em..Kei, nanti ku telfon lagi, ya? Aku harus memeriksa pasien."

"Iya Bram, terima kasih sudah menelfonku."

"Sekali lagi, selamat wisuda, drg. Keira. Assalamualaikum."

"Ya.. Terimakasih, waalaikumsalam."

Keira meletakkan ponselnya diatas nakas tempat tidurnya. Ia berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya.
Setelah lima belas menit, ia meraih handuk yang digantung di sebelah pintu kamar mandi dan menepuk wajahnya lembut. Diletaknya handuk kembali dan melangkah ke tempat tidurnya, merebahkan badan sambil sesekali menatap ke foto yang dipajang di nakas. Tentunya foto Damara.

"Damara, jangan begini... Kalau kamu sudah memilih wanita lain, jangan begini.. Jangan biarkan aku menunggumu dengan bodoh." Lirih Keira, lalu mencoba memejamkan matanya.

DAMARAWhere stories live. Discover now