WITR || CHAPTER 1

2K 440 172
                                    

•Wound In The Rain•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Wound In The Rain

[1] Hujan dan Harapan.

"Karena dengan kesendirian, aku belajar untuk menjadi kuat. Kuat menjalani hidup."

—Rainaryza Samudra—

.

Rintik hujan menetes mengenai pelupuk indah matanya tak membuat gadis bermata hazel itu bergeming. Air mata terus merembes keluar—mengalir bak aliran sungai yang sudah tercampur oleh air hujan di pipi mulusnya. Sesekali ia mengusap wajahnya dengan jari-jari yang mulai memucat karena hawa yang sangat dingin.

Rintikan hujan merembes semakin deras. Ia duduk di kursi taman, masih tak bergeming. Tatapannya kosong ke depan menyiratkan sesuatu. Telapak tangannya terulur, membuat air hujan yang turun tertampung banyak di tangan mungilnya.

Senyum tipis terbit di bibirnya. Hujan, gadis kecil itu sangat suka dengan hujan. Hujan sudah ia anggap sebagai temannya, hujan selalu ada, bahkan rintikan air itu datang setelah kejadian yang memutar balik hidupnya, menjadi bukti nyata yang tak bisa ia sangkal.

Terkadang, ia ingin menangis sekeras-kerasnya, berteriak, mengeluarkan kesedihan dan kerapuhan yang telah lama tertampung di dalam hati.

Kakinya terangkat ke kursi, membuat tubuhnya seperti berjongkok sekarang ini. Ia memeluk kedua lututnya dengan tubuh yang semakin bergetar hebat. Sesekali terdengar tarikan napas panjang diikuti dengan isakan yang tertahan.

Rain—nama panggilan gadis cantik itu. Gadis kecil yang sekarang telah tumbuh dewasa dengan kenangan masa lalu pahit yang selalu saja menghantuinya tanpa izin.

Entah untuk ke berapa kalinya, ia kembali teringat tentang kejadian beberapa tahun lalu, kejadian yang dengan sekejap dapat menghancurkan dunianya dan juga mimpi-mimpi yang sejak sangat kecil sudah ia rangkai indah.

Suara gemuruh hujan kian terdengar, ribuan bahkan jutaan rintik hujan telah jatuh mengenai kulit seperti jarum-jarum tajam. Biarlah seperti itu, bahkan jika ia juga ikut terjatuh seperti air-air itu. Bukankan selama ini ia sudah merasakan sakit?

Tangannya mengepal, terangkat memukul dadanya yang kian terasa sakit. Ringisan kecil keluar dari bibir tipisnya. Matanya terus terpejam menahan rasa sesak yang sangat menyiksa.

"Rain takut sendiri. Jangan tinggalin Rain!" ujarnya lirih di sela-sela gemuruh hujan. Ingin rasanya berteriak, namun tenaganya sudah habis tak tersisa.

Rain, gadis kecil nan rapuh dengan garis takdir kehidupan yang sangat menyedihkan. Ia hanya bisa tersenyum, memperlihatkan bahwa ia baik-baik saja di tengah tubuh rapuhnya yang mungkin sudah sangat hancur.

Hanya satu permintaan yang sejak dulu selalu diucapkannya. Permintaan sederhana yang bahkan dengan mudahnya dapat dimiliki oleh semua orang. Permintaan sederhana yang entah mengapa sangat sulit ia dapatkan. Rain, gadis kecil yang sedang meringkuk menangisi hidupnya itu hanya punya satu permintaan. Ia tak ingin sendiri.

Wound in the RainWhere stories live. Discover now