WITR || CHAPTER 2

1.6K 375 116
                                    

•Wound In The Rain•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Wound In The Rain•

[2] Awal Mula Bertatap.

"Aku kurang mengerti banyak hal, termasuk rumah yang katanya tempat paling teduh setelah hari panjang. Namun, kenapa aku tak mendapatkannya?"

.

Bel istirahat pertama baru saja berbunyi beberapa menit yang lalu. Seluruh siswa pasti telah berhamburan keluar dengan riang dari kelas yang membuat suhu kepala mereka panas. Berjam-jam yang lalu, mereka telah mengasah otak untuk mengerjakan soal-soal atau bahkan ulangan dadakan yang diberikan oleh para guru, sekarang saatnya mereka kembali bersenang-senang dan me-refresh otak agar siap untuk jam pelajaran nanti.

Jika orang-orang kebanyakan saat masa sekolahnya akan memilih kantin sebagai tujuan utama saat jam istirahat atau jam kosong—maka gadis yang satu ini sebaliknya, ia bahkan telah berada di dalam ruangan dengan setumpuk buku tebal di tas meja yang didudukinya. Ya, ruang perpustakaan adalah daftar pertama dan wajib yang harus dikunjunginya. Gadis itu—Rain, bahkan berpikir jika berkunjung ke kantin adalah tempat terakhir yang ada di dalam list kegiatannya.

Membayangkan dirinya berada di tengah orang-orang yang kelaparan dengan cacing perut yang terus berkoar-koar membuatnya bergidik ngeri, pasti sangat berdesakan—membuang waktu saja. Bukannya tak ingin bergabung dengan teman-temannya yang lain, namun membaca setumpuk novel ataupun buku pelajaran di perpustakaan memang telah menjadi kebiasaannya dari dulu. 

Jika bercanda dan tertawa bersama teman-teman dapat membuat otak menjadi rileks, maka berbeda dengan Rain—gadis itu lebih suka membaca ataupun menulis dengan suasana hening, itu akan menenangkan pikirannya. Aneh memang, tapi begitu kenyataannya.

Bau apek khas buku-buku yang mulai usang bercampur dengan pewangi ruangan memenuhi indera penciuman Rain. Gadis itu beberapa kali mengambil napas banyak-banyak membuat atmosfer di sekitar terasa menipis agar bisa merasakan bau khas tersebut. 

Jarinya dengan lihai membuka lembaran demi lembaran buku yang ada di depannya, matanya bergerak mengikuti baris demi baris kalimat yang ia baca, hingga menjadi paragraf. Lembaran buku usang yang tebal sedikit mulai menguning. Rumus-rumus terpampang jelas di buku itu. Sesekali menempelkan sticky notes kecil sebagai penanda bagian penting di ujung halamannya, juga mencatat singkat. 

"Oh, jadi ini rumusnya," gumam Rain untuk diri sendiri, matanya memperhatikan rumus itu, lalu menuliskan lagi di buku tulis, begitu berulang-ulang hingga ia akan tersenyum jika hasilnya dapat ia temukan.

"Pak, saya enggak bisa harus bolak-balik bawa buku sebanyak ini!"

"Lah, itu 'kan udah tugas kamu"

Wound in the RainWhere stories live. Discover now