This is us

4.5K 211 9
                                    


"Aaaakkkkk"

Goyangan yang dibarengi dengan teriakan itu membuat fokusnya dari film terkoyak. Jantungnya juga melonjak kaget karena kedua hal itu datang tiba tiba di dalam ruangan gelap gulita yang hanya bercahayakan layar televisi.

"Ya! Aku jadi lebih kaget gara gara kalian!" serunya kesal karena harus terkejut bahkan disaat hantu dalam film belum keluar untuk menakut nakuti penontonnya.

"Dia duluan sih! Kalau saja tangannya tidak tiba tiba masuk ke dalam kantung snack ini!" dengan suara melengkingnya si pemilik teriakan tadi langsung mengomel.

"Hey kenapa jadi aku! Suruh siapa juga tangannya di dalam snack terus. Kan orang lain juga mau makan!" seru satunya lagi tak terima di salahkan.

Tiba tiba goncangan lain terasa di sofa yang mereka duduki berempat itu. Lampupun menyala terang, menampakkan dua orang tadi sedang adu sikut bertengkar layaknya anak kecil.

"Kataku juga apa, menonton film horror bersama Wendy dan Ong hanya akan membuat kita lebih takut" tangannya masih menempel di saklar lampu. Wajah western Vernon menampakan raut 'apa kataku juga'.

Menghela napasnya, ia juga ikut turun dari sofa yang terus bergoyang akibat perkelahian Ong dan Wendy. "Dan lebih tidak fokus" akhirnya ia setuju. Mungkin lebih baik ia nonton film ini di rumah saja bersama adiknya.

Berjalan menuju kulkas, mengambil sebotol air dingin yang sengaja mereka simpan di sana sebagai amunisi disaat haus. Sebenarnya ini musim dingin, tapi entah mengapa baginya sekarang sangat membutuhkan air dingin.

"Seulgi" panggil Vernon. Seulgi menghentikan minumnya untuk menoleh.

Vernon melihat jam tangan, "aku harus pulang dan menjemput adikku" ujarnya. Lalu menggedikkan kepala kearah Wendy dan Ong yang kini saling jambak di atas sofa. Sulit dimengerti memang mereka itu. "Katakan pada mereka aku pulang duluan"

Menggunakan jempol dan jari telunjuknya, Seulgi memberikan signal ok pada Vernon. Membiarkan pria tampan itu pulang untuk melakukan kewajiban setiap harinya, menjemput sang adik dari tempat les.

"Ya! Apa kalian tidak akan berhenti?" tanya Seulgi lama lama jengah melihat pertengkaran dua sahabatnya itu.

Akhirnya keduanya berhenti. Dengan tatapan saling melirik tajam. "Dia yang duluan mengagetkanku!" adu Wendy.

"Dia duluan yang memukulku!" seru Ong merasa tak adil.

"Karena kau memang pantas dipukul!" balas Wendy kembali memukul Ong.

"Ya!" seru ong kesal kembali membalas pukulan gadis itu.

Kening Seulgi berkerut, "apa kalian tak sadar umur? Kita sudah masuk kuliah dan kalian masih bertingkah seperti anak sd?"

Tapi perkataan Seulgi sama sekali tidak di jawab. Keduanya sibuk bertengkar, dalam hati Seulgi hanya berharap satu satunya alasan ia menunggu disini segera datang sehingga ia bisa bebas dari kedua bocah ini.

Seperti panjang umur, pintupun terbuka. Memasukkan cahaya sore hari yang orange kedalam gudang kampus yang sudah mereka rombak habis habisan selama dua bulan itu untuk di jadikan tempat nongkrong alias markas.

"Sehun!" seru Seulgi langsung berlari menuju pintu. Tapi langkahmya juga langsung terhenti secepat kakinya berlari tadi. Dengan kening dan hidung yang mengernyit ia menatap dua pria tinggi menjulang di depan pintu itu. "Kalian bau sekali!"

"Tapi masih tampan kan?" tanya salah pria yang bagaikan kopi susu saat berdiri di samping Sehun.

"Tapi bau Mingyu!" sentak Seulgi.

Clique ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon