The Settlement

451 68 7
                                    


Tidak, ia sama sekali tidak pernah menyangka jika kisah seperti ini akan menjadi salah satu nasibnya. Hal yang paling ia benci di dunia ini adalah tindak kecurangan, dan hal ini melebihi hal itu. Bagaimana mungkin mereka berdua tega membuat dirinya menjadi orang bodoh sendirian? Merasa bahagia merasa cinta yang palsu. Entah apa yang mereka lakukan selama ini di belakang Sehun.

Brak! Tangannya berdenyut saat ia dengan kerasnya memukul wastafel toilet umum yang ia datangi, karena memang tak ada tempat lain yang bisa menyalurkan amarahnya. Tak lupa ia mengunci toilet tersebut dari dalam agar tak ada yang masuk.

Suara guruh di hati dan napasnya yang memburu menjadi satu satunya suara yang bisa ia dengar. Dipandangnya wajah dia sendiri di cermin, yang basah setelah membasuhnya dengan air.

"Kau benar benar bodoh" lirihnya pada diri sendiri.

Ingatannya kembali memutar keadaan yang menjadi pemandangan terakhirnya. Dimana Seulgi berdiri sedih di samping Mingyu yang lebam akibat pukulannya. Kenapa mengingat itu menambah rasa sakitnya?

Kenyataan jika kini entah Seulgi sadari atau tidak, dengan gadis itu berdiri di samping Mingyu, itu artinya dia membela pria itu. Seorang Seulgi yang biasanya berdiri di sampingnya, tak pernah jauh bahkan barang satu centipun darinya, kini berada di samping Mingyu tunangannya.

Wajahnya yang beberapa saat lalu terasa dingin akibat basuhan air, kini menjadi hangat oleh air mata. Dia tidak pernah menangis karena seorang wanita, tidak dan tak pernah terbayangkan akan terjadi padanya. Tapi gadis itu, Seulgi membuatnya seperti ini.

Hatinya benar benar hancur, setelah berangan cukup tinggi dengan bodohnya untuk memperkenalkan diri kepada orang tua Seulgi, dan ini yang ia dapatkan pada kenyataannya. Seulgi bukanlah miliknya, bukan sejak awal pertemuan mereka.

Tangannya kembali memukul wastafel dengan keras, "AIIISHH!" serunya untuk menghilangkan rasa sesak dalam dadanya. Meskipun percuma, bukan itu yang ia butuhkan.

Tok tok tok

Sehun menoleh, pintu toilet terdengar di ketuk seseorang.

"Hey kau baik baik saja?" terdengar suara orang tak dikenal yang sepertinya mendengar teriakan dan tonjokan Sehun.

Pria itu dengan cepat menyalakan keran air, membasuh kembali wajahnya sebanyak mungkin sebelum akhirnya membuka kunci dan keluar toilet umum tanpa mengatakan apapun disaat yang lain memperhatikannya dengan penasaran.

^_^

Jika dibiarkan bisa bisa bibir Seulgi berdarah, dia menggigiti bibirnya tersebut karena rasa khawatir yang ia rasakan. Dimana Sehun? Apa yang sedang ia lakukan? Bagaimana keadaannya?

"Tenanglah, kita akan mencarinya bersama" tutur Mingyu menggenggam lengan Seulgi yang duduk di sampingnya. Dia tak bisa banyak bergerak karena pembantu di rumahnya sedang dengan terapti mengobati dan membalut luka di wajahnya.

Pembantunya tak banyak bertanya dan langsung melakukan apa yang diperintahkan. Menurutnya itu akan terlalu tidak sopan untuk mempertanyakan masalah pribadi. Terutama ada tunangannya disana.

"Terimakasih" ucap Mingyu setelah pembantunya tersebut selesai membantunya. Ia membungkuk lalu pergi meninggalkan Mingyu dan Seulgi di kamar.

Seulgi menggenggam erat erat ponselnya. "Dia tidak mengangkat teleponnya" tutur Seulgi.

Mingyu menghela napas, "kalau kau jadi dia apa kau tak akan melakukan hal yang sama?" tanyanya.

Jelas ia sangat mengerti perasaan Sehun. Ia tahu apa yang telah dilakukannya dan Seulgi pada Sehun sangat buruk. Hanya saja waktu yang membuat keadaan semakin buruk, kalau saja mereka mendapatkan waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya, mungkin keadaannya tak akan seperti ini.

Clique ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang