#12. Reality (Last + Epilogue)

3.7K 353 104
                                    

A/N :
Cerita ini hanyalah fiktif & merupakan hasil dari imajinasi fangirl dg bumbu unsur dramatis di sana sini.

.

.

.

Happy Reading~ ^^

.

.

.

.

.

“Oh, demi Tuhan. Nak, biarkan kami menanganinya!”

Jimin masih menjerit, “Tidak, Taehyung!”

Dan sekejap itulah dia dipisahkan dari tubuh sahabatnya.

“Lengan dan pahanya patah, tolong berikan bidai di sebelah sini!”

“Hentikan dulu pendarahannya!”

“Dia mengalami syok. Denyut nadi dan pernapasannya menurun drastis.”

“Terus lakukan CPR!”

Jimin mendengar orang-orang di depannya meneriakkan kalimat-kalimat itu saat seseorang memeganginya agar tetap menjauh dari tubuh bersimbah darah sang sahabat. Dia masih meraung-raung saat itu, memberontak, berusaha menggapai Kim Taehyung lagi.

“Tidak, Tae ...” pinta Jimin pilu dan putus asa. “Ini bohong. Kau tidak boleh lakukan ini ...”

Jimin amat ingin berada di sebelah Taehyung pada detik itu, tak peduli meski dirinya hanya akan dihadapkan pada pemandangan menyedihkan. Dia telah melihat dengan mata kepalanya sendiri, tapi masih ingin memastikan lagi, hanya agar saat berita buruk datang dia bisa menyangkalnya. Sebab, dia tidak sanggup jika harus menerima jawaban atas apa yang barusan dilihatnya.

Setahun lalu, Taehyung masih memikirkan tentang orang-orang yang akan ditinggalkannya saat merencanakan bunuh diri. Dia memikirkannya baik-baik. Namun tidak kali ini.

Kali ini Taehyung sama sekali tak peduli pada seisi dunia. Dia bahkan melakukannya tepat di depan mata Jimin, sahabatnya yang sudah jelas diketahuinya bakal kacau saat dia tinggal pergi.

Satu yang ada dalam kepala Taehyung hanya ini: Mati dan selesai.

Dulu Taehyung sempat-sempatnya memastikan bahwa saat dirinya pergi, orang-orang yang dikasihinya tak akan bertanya-tanya apa salah mereka. Kini, tepat di hadapan Jimin, Taehyung malah sengaja menjemput maut dengan cara yang paling mengerikan di mata Jimin.

Sudah tentu Jimin menangkap potret kejadian itu dengan baik. Bagaimana ekspresi sahabatnya selama sekejap terakhir, mobil yang melaju kencang menghantam Taehyung, serta bagaimana tubuh itu kemudian terbanting dan dihempaskan di atas aspal. Jimin, sialnya, telanjur menyaksikan itu semua. Kemungkinan juga bakal mengingatnya seumur hidup sebagai kenangan paling kelam.

Ketika tubuh Taehyung dipindahkan sambil dipasangi masker oksigen, Jimin belum juga tenang. Bahkan saat di dalam mobil ambulans, saat mereka disambut petugas medis IGD, serta saat brankar Taehyung melewati pintu ruang operasi, Jimin masih merapal satu kalimat yang dia ulang berkali-kali.

“Kumohon, Tae. Jangan pergi...”

Saat itu, rasanya seolah tak ada lagi peluang untuk berharap. Jimin menyadari betapa besar kemungkinan keadaan memburuk ketimbang jadi lebih baik, apalagi saat kenyataan telah terbaring sekarat di depan matanya.

Already | BTS JinV - NamV - MinV [COMPLETE]Where stories live. Discover now