Ice Skating

224 20 11
                                    

"Greyson, apakah kau pernah melihat hantu sebelunnya?" tanya Dy ragu

"Hantu? Tidak. Aku tidak percaya hantu itu ada"

"Tapi..."

"Tapi kenapa? Apa kau yakin kau benar-benar bertemu hantu? Bagaimana kalau itu hanya makhluk astral? Bukan wujud orang yang sudah mati" Greyson menaikkan kakinya sebelah, duduk seperti seorang bos

"Entahlah, mungkin aku hanya berhalusinasi. Tapi, bagaimana mungkin pulpen itu, dan mawar ini ada padaku?"

Greyson hanya mengangkat bahu. Untuk sejenak, mereka kembali terdiam, diganti dengan suara kicauan burung.

"Aku benci ayahku" kata Greyson tiba-tiba

"Kenapa?"

"Dia terlalu memaksa kehendaknya sendiri. Egois. Aku tidak diberi kesempatan untuk bicara. Menyebalkan" Greyson menyandarkan punggungnya ke bangku

"Seharusnya kau tidak berkata seperti itu, Greyson. Dia orang tuamu. Bagaimana kalau suatu saat kau kehilangan dia?"

"Biarkan saja. Aku tidak peduli" amarahnya terlihat jelas, pandangannya lurus kedepan

"Haha. Aku yakin kau tidak sepenuhnya mengatakan itu"

"Maksudnya?"

"Ya. Itu hanya sebatas kalimat yang keluar dari mulut, bukan dari hati. Iya kan?" Dy melihat Greyson, yang membalasnya dengan tatapan kesal. Ia tidak menjawabnya

"Ayo ikut aku. Akan kutunjukkan sesuatu. Bawa sepeda tidak?"

"Sepeda? Bawa. Memangnya kita mau kemana?" mereka lalu berjalan menuju sepeda Greyson

"Ikut saja. Nanti kau akan tau"

Greyson mulai mengayuh sepedanya, Dy duduk dibelakang. Greyson sesekali memperingatkan untuk memegang rok gaunnya agar tidak menyentuh tanah. Selama perjalanan, Greyson hanya mengikuti arahan Dy kemana ia harus berbelok. Ia terlalu konsentrasi, ia bahkan tidak sadar kalau ada daun kering yang terselip di rambutnya. Biasanya ia tidak membiarkan benda sekecil apapun merusak rambutnya yang badai itu(?).

"Sebenarnya kita mau kemana?"

"Nah. Belok kiri. Sebentar lagi kita sampai"

"Belok kiri? Kita ke pemakaman? Untuk apa?"

"Berhenti disini" Greyson mengerem sepedanya. Mereka lalu turun. Dy menuju ibu-ibu penjual bunga yang berada tidak jauh darinya, membeli satu keranjang kecil bunga.

"Siapa yang kita ziarahi?"

"Ayo lewat sini" Dy menuntun Greyson melewati jalan kecil di pemakaman yang sedikit becek. Menuju bagian makam pahlawan. Sambil membaca nama-nama yang ada di batu nisan, ia mencari makam yang dimaksud. Tak lama mereka berhenti di sebuah makam yang bersih dari rumput liar.

"Oh. Jadi... Maafkan aku" Greyson menunduk

"Tidak perlu minta maaf" Dy duduk berlutut. Ia mulai mencabut rumput liar yang masih kecil. Membersihkan debu yang menempel dibatu nisan, kemudian berdoa sejenak, lalu menabur bunga.

"Jadi... Neil Forstwagen ini, ayah mu?" tanya Greyson sambil ikut menabur bunga

"Iya. Beliau seorang tentara, meninggal karena peluru yang salah sasaran menembus jantungnya. Waktu itu aku masih berumur dua belas tahun. Annie masih berumur dua bulan. Masa dimana ayah menemaniku bermain hide and seek ketika liburan, tapi... Begitu ayah meninggal, aku benar benar terpukul. Lalu aku mencoba menghibur diriku sendiri, bermain hide and seek sendirian. Walau aku tau, ayah tidak akan pernah kutemukan. Dan ayah juga tidak akan pernah mencariku lagi. Selamanya"

Scarlet Letter (Not Greyson's Love Story)Where stories live. Discover now