Berharap

144 25 3
                                    

"Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit adalah berharap pada Manusia"

Ali bin Abi Thalib

Ini yang ditakutkan ketika menjalin hubungan dengan lawan jenis, bukan hanya hubungan biasa tapi pasti akan ada perasaan lain yang menghampiri. Kadang, karena perasaan itu sebuah persahabatan harus dikorbankan.

Beberapa tahun yang lalu, ketika tidak sengaja Syiffah melintas di Musholah sekolah, tiba tiba ia mendengar seseorang sedang mengaji dengan suara merdunya. Syiffah tersentuh saat mendengar lantunan ayat tersebut, karena penasaran ia mengintip dan menemukan bahwa pemilik suara tersebut adalah Naufal, sahabatnya yang selama ini usil terhadapnya.

Benar-benar di luar dugaan, ternyata Naufal yang sering membuat keributan di kelas punya sisi baik yang selalu disembunyikan.

Tidak tahu mengapa, rasa kagum terus berkembang menjadi rasa suka. Mungkin dulu Syiffah akan menganggap itu hanyalah perasaan anak remaja yang masih labil. Tapi sekarang? Ia tidak bisa mengelak, bahwa ia telah jatuh cinta pada Naufal, pemilik suara itu.

Selama ini Syiffah berusaha membuang perasaan itu, takut jika nantinya perasaan itu akan membuat persahabatan mereka berakhir, takut jika nantinya Naufal tidak mau bicara dengannya lagi.

Prinsipnya, Cinta bukan berarti harus memiliki. Jadi, biarkan ia tidak memiliki hati Naufal setidaknya ia masih bisa bersama nya meskipun hanya sebagai sahabat. Tapi, prinsip itu hanya berlaku saat SMA dulu, sekarang hatinya sudah tidak bisa mengelak bahwa satu-satunya pria yang ia dambakan hanyalah Naufal.

Dulu, Naufal selalu menggodanya, pria itu selalu mengatakan bahwa ia akan menjaga Syiffah dari siapapun, termasuk dari Izzat yang kata Naufal, Izzat adalah pria gila yang kesurupan, karena selalu membuat usil pada Syiffah dan Astrid.

Karena janji Naufal tersebut, salahkah bila Syiffah menganggap itu sebuah kode? Kode akan perasaan Naufal padanya. Karena itu, ia tak sungkan untuk menyebut nama pria itu dalam doanya, dalam sujud di sepertiga malam.

Dan mungkin, ini teguran Allah padanya yang berharap, Naufal akan menjadi imamnya.

Semenjak Astrid dirawat di rumah sakit, perlakuan Naufal kepadanya berbeda. Tidak ada lagi yang mengingatkannya makan, tidak ada lagi orang yang selalu memberi semangat ketika akan ke kantor, tidak ada pula orang yang melindunginya dari godaan Izzat. Yang ada tersisa perlakuan kasar Naufal yang selalu menyalahkan dirinya terhadap kesehatan Astrid. Tidak ada lagi pria yang selalu memberikan senyum tulus, tersisa tatapan tajam penuh kebencian dari pria itu.

Apa salahnya? Hampir tiga bulan, Syiffah terus dituntut memikirkan kesalahan apa yang ia perbuat sampai Naufal bersifat se-dingin itu padanya.

Bismillah, ia akan berusaha melalui semuanya dan mengembalikkan keadaan seperti semula.

***

Syiffah dan Izzat sudah berada di rumah sakit. Sebelum menuju tempat dimana Astrid dirawat, Izzat bertanya pada salah seorang perawat tentang keberadaan Ners Naufal.

"Kamu deluan sana!" perintah Izzat saat mereka berada di depan pintu lift.

Kening Syiffah berkerut.

"Kamu mau di dalam lift cuman kita berdua? Kalau kamu saya apa-apain gimana?" Tanya Izzat sedikit menggoda.

Wajah Syiffah mendadak merah. Ia lalu menggeleng cepat dan masuk ke dalam lift setelah mengatakan, "amit-amit. Dasar mesum."

Izzat tertawa sendiri di depan lift mendengar makian Syiffah. Gadis itu lucu kalau sedang marah, kesal dan apapun ekspresinya kecuali menangis.

"Cie yang nunggu" goda Izzat ketika keluar dari pintu lift mendapati Syiffah sedang berdiri dekat pintu lift, bisa di simpulkan ia sedang menunggu dirinya.

"Dasar kepedean" jawab kesal Syiffah, lalu berjalan

Lagi, Izzat dibuat tertawa.

"Tadi kata perawat, Naufal lagi ada di Ners Station persiapan pergantian piket. Jadi mungkin Astrid nggak ada yang jaga" ucap Izzat memecahkan hening yang berlangsung selama kurang lebih 3 menit.

Deg!!!

Hati Syiffah terasa teriris ketika nama iti disebut. Padahal, dua hari terakhir Syiffah berusaha untuk melupakan hal mengenai Naufal, tentang lamarannya dan tentang pernyataan bencinya. Dan ketika nama itu disebut, pertahanannya mendadak rubuh.

"Kok diem?" Pertanyaan Izzat membuyarkan lamunannya.

Syiffah menggeleng.

"Kok diem?" Tanya lagi Izzat, karena yang ia butuh jawaban bukan gelengan kepala.

"Apasih Zaat" jawab Syiffah mulai kesal. Belum satu jam ia bersama pria ini tapi kekesalannya terus saja bermunculan.

"Alhamdulillah, masih bisa ngomong ternyata" syukur Izzat mengusapkan kedua tangannya di wajahnya.

Syiffah memutar bola matanya. Orang di sebelahnya ini benar-benar aneh, pikirnya.

"Assalamualikum" ucap keduanya bersamaan.

"Syiffah?" Teriak gadis yang duduk di salah satu bed ruang rawat itu. Ia tampak girang.

"jawab salam dulu dong" kata Syiffah cengengesan dan langsung memeluk Astrid.

Astrid memukul jidatnya sendiri lalu terkekeh, "heheh. Waalaikumussalam ibu negaraku" ucapnya membalas pelukkan Syiffah.

"Maaf yah baru bisa dateng sekarang" ucap Syiffah melepas pelukannya lalu duduk di kursi samping bed Astrid.

"Iya gapapa kok. Kamu kan sibuk"

"Sibuk apaan cuman lapor-lapor gitu?!"cerocos Izzat.

Syiffah menatap tajam ke arah Izzat.

"Nah elu apaan ketuk-ketuk palu doang." balas Syiffah tak kalah sengit.

"Udah-udah, ribut mulu ihh. Nanti kalau saya tambah sakit gimana?" Ucap Astrid.

"Jangan!" Pekik Syiffah.

"Kamu harus sehat doong, biar nanti saya ada temennya kalau di gangguin sama dua lutung ini" lanjutnya lalu dibalas kekehan oleh Astrid.

"Saya nggak merasa" celetuk Izzat.

"Lutung satunya mana?" tanya Astrid. Naufal yang ia maksud.

"Lagi jaga pasien lain, bentar lagi juga datang kok" jawab Izzat.

Astrid mengangguk.

"Hmmm, Zat aku mau ngomong berdua sama Syiffah, jadi..."

"Ohhh ceritanya saya diusir, gitu?"

Astrid cengengesan.

"Jahat yah jadi cewek" ucap Izzat sok manis.

"Sok manis banget, udah keluar sana" cerocos Syiffah.

"Iyaiyah. Mak lampir!" jawab Izzat lalu lari keluar karena Syiffah sudah ancang-ancang akan melemparkan sepatu yang ia pakai.

...

Setelah Izzat keluar keduanya diam, hening bahkan hewan kecilpun juga enggan bersuara,

"Ffah" pecah Astrid.

"Iya?"

"Kamu..."Astrid menggenggam erat tangan Syiffah.

"Iya, kenapa?"

"Kenapa tolak lamaran Naufal?"

----

ryn.

Al HubWhere stories live. Discover now