IX

9.8K 674 21
                                    

"Dianter sampek rumahnya lo, Leh! Pastikan selamat" ibunya mengingatkan. Tatapan lembut khas seorang ibu.

"Njeh, Buk. Tenang mawon kulo tidak setega itu jika meninggalkan seorang gadis di jalanan" nadanya sedikit bercanda.

"Wes ndang berangkat, hati-hati! Ingat bawa anak orang, Jangan macam-macam!"

"Dengan dua gadis dalam satu mobil? Jangan salahkan Raihan menawi ada apa-apa, Buk. Raihan juga pria biasa." Dia menyeringai dengan menaikan satu alisnya.

Aishh, pria ini! bolehkah aku menjitak kepalanya dengan sepatu, sekarang? Seenak udelnya saja kalau bicara!

Ingat baik-baik di otakmu, Sya! Jika nanti pria ini bertindak macam-macam terhadapmu dan Hanim, turunlah dari mobil lalu berlarilah sekuat tenaga! Bahkan jika dia masih bisa mengejarmu dan menangkapmu, jangan berfikir lama untuk menggunakan sepatumu sebagai alat tempur. Tampol mukanya atau lempari badannya dengan sepatumu, abaikan bahwa dia seorang putra Kyai Hasyim. Yang penting kamu selamat, okey! Otakku memang cerdas, bukan?

"Jangan ngawur! Kalau sampai ada apa-apa sama gadis-gadis ini,  ibu yang akan menghukummu" gertak bu Nyai.

"Siap, sendiko dawuh kanjeng Ibu" godanya sambil mencium tangan ibunya, pamit.

"Nyuwun agungipun pangapunten, Buk. Sudah merepotkan panjenengan." ku cium punggung tangannya seraya meminta maaf karena sudah merepotkan dengan numpang makan di ndalemnya.

"Halah, sudah toh. Aku malah seneng makan malam jadi rame ada kalian. Sering-seringlah main kesini ya, Nduk" Kedua tangan beliau menepuk pundakku dan Hanim bersamaan.

Apa kata beliau tadi? 'Sering-seringlah main kesini, Nduk' alamak! Main kesini sekali ini saja sudah membuat otakku sedikit tak sinkron, apalagi di suruh sering-sering main! Bisa-bisa otakku berteriak demo meminta pensiun dini. Otakku terlalu lemah menerima hal-hal yang sedikit mengandung kejutan. Raihan Al Birruni dengan segala kejutannya misalnya.

***

Aku dan gadis konyolku mengikuti pria itu menuju sebuah garasi yang terletak di samping rumahnya, tak begitu luas karena letaknya yang berada di tengah-tengah sebidang tanah yang memisahkan masjid dan rumahnya. Tapi lihatlah! Di dalamnya terdapat tiga mobil yang terparkir rapi. Satu mobil Innova berwarna silver, satu mobil Jeep bergaya army, dan satu lagi mobil Alphart berwarna putih, sadarkan aku! Aku gak lagi di showroom mobil kan? Gila saja, di dalam rumah hanya ada, Abah Kyai, Bu Nyai dan kak Raihan, cuma tiga orang kan? ... Empat, dengan wanita berpenampilan anggun tadi, abaikan! Anggap saja hanya tiga orang. Dan ... Mobil di garasi ada tiga, belum yang tadi dipakai pak Kyai mengisi acara. Apa memang orang kaya itu harus seboros ini dalam membeli mobil? Tiga orang dengan empat mobil. Bagi gadis yang setiap harinya menikmati panas dan desak-desakan di angkot, ini adalah hal yang luar biasa. Tapi bagi kaum borjuis tiga mobil adalah hal yang remeh, barangkali.

"Kau akan melamun dan mematung seperti itu sampai besok?" suara bassnya membuyarkan lamunanku. Pria ini! Kadang terlihat baik dan tak jarang juga terlihat menyebalkan, lebih sering menyebalkannya sih sebenarnya. Apa tidak ada bahasa yang lebih halus dari 'Kau akan mematung sampai besok?' kau kira aku sales mobil di showroom-showroom yang seharian berdiri di depan mobil? Huh.

"Ayo, Sya! Keburu malem ntar malah gak ada waktu buat ngerjain tugas" gadis konyol ini mengingatkan perihal tugas! sejak kapan? Bilang aja pingin cepat-cepat semobil sama super idolnya.

Tanpa banyak bicara ku naiki mobil Innova yang terakhir ku lihat tadi masih terparkir rapi bersama kawan-kawannya.

Innova keluaran terbaru? Kursi bagian tengahnya tidak seperti Innova yang pernah kutahu, kursinya di rancang seperti kursi mobil Alphart yang hanya bisa untuk dua orang dan bagian tengahnya sengaja di buat seperti gang kecil untuk menuju satu kursi panjang bagian belakang. Hampir persis seperti design interior mobil Alphart, elegant.

Gadis Tanpa GelarWhere stories live. Discover now