⏳ 𝒞𝒽𝒶𝓅𝓉ℯ𝓇 𝟮 ⏳

168 21 17
                                    


3 hari setelahnya...

(y/n) dan ibunya sedang duduk di salah satu halte bus dan menunggu bus yang akan mengantar mereka kembali ke kampung halaman untuk datang.

Ya, setelah pulang dari rumah sakit, (y/n) terpaksa menyanggupi rencana ibunya untuk kembali ke Busan dan mengambil mata kuliah manajemen bisnis di salah satu universitas di Busan yang menyetujui untuk memberikannya beasiswa penuh selama 4 tahun.

Setelah bus datang, (y/n) masuk kedalam bus dengan bantuan ibunya, sebab ia belum terbiasa menggunakan krek dan masih takut jatuh. Lalu kedua perempuan itu duduk di kursi yang berada di deret paling belakang karena yang lain sudah ditempati oleh orang lain. (y/n) memilih untuk duduk di dekat jendela agar bisa melihat pemandangan luar.

Bus mulai berjalan setelah semua penumpang masuk dan duduk. Bus melaju dengan kecepatan sedang, namun bagi (y/n) yang masih berat hati meninggalkan Seoul beserta impiannya untuk menjadi instruktur dance seperti ayahnya dulu, bus melaju dengan kecepatan tinggi dan kota Seoul sudah nampak jauh, tak tertangkap lagi oleh pandangannya.

Ibu (y/n) yang melihat dan merasakan kesedihan putrinya segera menggenggam erat tangan (y/n) dan berkata tanpa mengeluarkan suara, "Semuanya akan baik-baik saja."

Walaupun (y/n) tahu bahwa segalanya tidak akan baik-baik saja baginya, namun ia akan berusaha untuk bersikap tegar dan tersenyum. Paling tidak untuk malaikat yang telah dikirimkan Tuhan ke bumi untuk merawat dan menjaganya ini.

Meskipun nanti akan banyak cobaan dan hal-hal lebih berat menimpa dirinya, dia akan tetap berjuang untuk membahagiakan ibunya. Karena ia sudah berjanji, dan ia tak akan mengingkari janjinya. Sudah cukup bagi ibunya untuk merasakan penderitaan dan kesusahan. Ia hanya ingin...ibunya bahagia sekali lagi.


⏳⏳⏳


4 bulan berlalu dengan cepat dan hari dimana (y/n) akan memasuki semester I di kampus barunya telah tiba. Memang selalu seperti itu. Ketika sesuatu yang kita harapkan tiba, kesannya seperti waktu berjalan lambat sekali. Namun ketika kita tidak mengharapkan sesuatu itu untuk tiba, malah waktu terasa cepat berlalu.

Pikiran akan dirundung dan dikucilkan serta menjadi bahan ejekan atau buah bibir mahasiswa lain telah menghantui (y/n) sejak ia menginjakkan kakinya di Busan. Ia khawatir bahwa ia akan dirundung bahkan lebih buruk dari rundungan yang dilakukan Herin dan Sungyeon kepadanya dulu. Dulu ia masih bisa sedikit melawan, namun sekarang dengan kondisinya yang bisa dibilang kekurangan, mungkin ia akan menyerah saja jika seseorang merundungnya nanti.

"(y/n), rotinya dimakan jangan hanya dilihati saja. Memangnya rotinya bisa habis kalau kau pandangi?" Ucap ibu (y/n) yang membuyarkan lamunan (y/n).

(y/n) terkekeh dan membalas ucapan ibunya dengan langsung memakan roti yang telah disiapkan oleh ibunya sebagai sarapannya pagi ini. Lalu ia menengguk segelas susu putih dan mengelap mulutnya dengan sehelai tissue, sebuah kebiasaan yang sudah menempel pada dirinya sejak kecil.

"Ini bekalmu untuk makan siang nanti. Jadwal kuliahmu sampai siang, kan?" Tanya ibu (y/n).

(y/n) mengangguk dan menyambar tas ransel warna merah miliknya serta kotak bekal makan siang dari atas meja. Saat sudah berdiri diambang pintu, ibunya mencium keningnya sambil berkata, "Tersenyumlah."

Dengan senyuman manis yang menghiasi wajah mungilnya, (y/n) memeluk ibunya dan berjalan keluar apartemen menuju ke halte bus terdekat. Udara pagi di Busan memang sejuk dan membuat tubuh terasa bugar. Sesampainya di halte bus, (y/n) mendudukkan dirinya dan menyenderkan kreknya dikursi. Lalu ia mengeluarkan earphone dari tasnya dan menyambungkan earphone tersebut ke ponsel pintar dan menyetel lagu.

𝟐𝟒 𝐇𝐎𝐔𝐑𝐒'ʰʲˢˊWhere stories live. Discover now