4. Berani menyentuhku lagi, aku patahkan lehermu!

34.1K 3.9K 138
                                    

"Turunkan senjatamu, Serra. Atau aku akan menembakmu!" Allard mengarahkan senjatanya ke kepala Serra.

Serra menatap Allard dingin. "Bagaimana bisa kau melindungi pengkhianat ini, Allard!"

"Turunkan senjatamu atau aku akan menembakmu!" Allard kembali menekan Serra.

"Aku tidak menyangka bahwa cinta sudah membutakanmu. Wanita ini telah membunuh informan kita, dan misi yang kita kerjakan selama satu tahun sia-sia karena kekasih sialanmu ini! Aku tidak bisa menerima kegagalan, Allard. Aku tidak bisa!" Serra menekan trigger-nya.

Detik kemudian Serra terpaku. Senjata yang ada di tangannya terjatuh. Wajahnya berubah pucat.

"ALLARD!" Aerea, kekasih Allard memekik keras sembari memeluk Allard. "Tidak! Tidak! Buka matamu. Aku mohon," seru Aerea histeris.

Serra melihat ke kedua tangannya. Kemudian sebuah suara dari dalam dirinya terdengar.

Apa yang sudah kau lakukan, Serra? Kau membunuh pria yang sangat kau cintai!

Serra menggelengkan kepalanya. Ia melangkah pelan ke arah Allard. Otaknya tiba-tiba kosong.

"Menjauh darinya! Kau telah membunuhnya! Kau membunuh Allard!" Aerea menepis tangan Serra yang mencoba menyentuh Allard.

"Kenapa kau harus melindungiku, Allard! Harusnya kau membiarkan aku tewas. Harusnya kau tidak melakukan ini. Bagaimana denganku sekarang! Aku tidak bisa hidup tanpamu!" Aerea menangis pilu.

Serra tetap berada di posisinya. Ia hanya terdiam menatap Allard yang terkulai dalam pelukan Aerea.

Bayangan pertemuan terakhirnya dengan Allard berputar seperti kaset rusak di otak Serra. Ia menutup telinganya, menolak mendengar suara Aerea yang menyalahkannya. Tidak! Ia tidak pernah bermaksud membunuh Allard. Allard adalah pria yang sangat ia cintai, meski ia tidak bisa memiliki Allard ia tetap ingin melihat Allard tiap harinya. Meski tatapan Allard selalu dingin padanya, ia tetap ingin ditatap seperti itu untuk waktu yang lama. Ia selalu menginginkan Allard berada di dunia yang sama dengannya agar ia memiliki alasan untuk tersenyum.

Serra memeluk kedua lututnya di atas sofa. Air matanya terus bercucuran. Kenapa Tuhan juga mendatangkan Allard ke dunia yang saat ini ia tempati?

Seharusnya Serra bahagia karena ia bisa melihat Allard lagi meski berada di dunia berbeda, tetapi sayangnya Serra berharap dikehidupan selanjutnya ia tidak bertemu dengan Allard lagi. Ia tidak ingin menjadi pembunuh pria yang ia cintai lagi.

"Nona, apa yang terjadi?" Olyn menatap Serra bingung. Ia mendekat ke Serra yang tidak menyadari kapan Olyn masuk ke dalam kamar.

Serra tak menjawab. Ia masih hanyut dalam keterkejutan dan kesedihan yang menghantamnya.

"Nona, ada apa?" Olyn bertanya lagi.

"Biarkan aku sendiri." Serra bersuara pelan.

Olyn ingin menemani Serra, tetapi ia tidak bisa memaksa jika Serra ingin sendiri.

Seperginya Olyn, Serra hanya diam. Dengan otak yang terus dibayangi oleh wajah Allard. Hingga akhirnya ia terlelap di atas sofa setelah fajar tiba.

Seberkas cahaya matahari menyinari Serra. Iris biru Serra terbuka perlahan. Matanya terlihat sembab pagi ini. Semalaman Serra memikirkan tentang Allard dan pria yang menolongnya di hutan.

Pria itu jelas bukan Allard yang ia cintai. Wajah dan bentuk tubuh pria itu memang sama dengan Allard, tetapi cara pria itu menatapnya tidak sama seperti Allard. Allard selalu dingin menatapnya, seakan Allard sangat membencinya. Sementara pria itu hanya menatapnya datar.

The Alpha's MateWhere stories live. Discover now