8. Maudy

603 66 37
                                    

Buku itu dimulai dengan adegan Allan Karlsson yang berusia 100 tahun, memanjat jendela dan mencoba kabur dari rumah lansia. Semuanya persis yang dikatakan Rimba padaku. Aku membaca buku itu di bus sepulang dari toko buku kemarin dan baru menyelesaikan delapan bab ketika aku tiba di rumah dan melihat Samudra menungguku di teras. Kami harus latihan untuk sesi-sesi terakhir, katanya. Maka kami pun berlatih hingga hampir tengah malam.

Ingin kukatakan padanya bahwa seharusnya dia mengajak kami latihan sejak pagi karena dengan begitu, kami akan punya banyak waktu untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan kecil yang terlewat. Juga, kalau dia peduli pada band kami dan festival ini, sebaiknya dia mengesampingkan dulu kencannya yang mahapenting itu. Tetapi, aku sadar, tidak seharusnya aku mengatur-ngatur Samudra lagi. Sekarang dia pacar seseorang.

Aku menyanyikan lagu kami di bagian pertama padahal seharusnya aku menyanyikan bagian kedua.

Samudra langsung menghentikan permainannya dan membuat tanda silang di atas kepala dengan kedua tangan sehingga Bima dan Brian ikut berhenti.

Di depanku ada cermin yang memenuhi satu sisi dinding. Bima sengaja memasangnya agar kami dapat melihat penampilan kami sendiri. Lewat dinding cermin itulah Samudra menatapku dengan lembut dan dengan pelan berkata, "Ada apa, Maud? Kamu lagi nggak enak badan, ya?"

Dia selalu berbicara padaku dengan nada seperti itu. Seharusnya, setelah ada Risa, dia tidak perlu lagi melakukannya. Itu membuatku merinding.

"Sorry!" kataku.

Aku meninggalkan mikrofon dan menghampiri satu-satunya meja yang ada di ruangan untuk mengambil botol air mineralku.

"Aku nggak apa-apa, cuma gugup."

Samudra terlihat lega. Dia menghampiriku lalu meraih botol di tanganku dan menenggak sisanya. Padahal tujuanku mengambil air minum sebenarnya adalah untuk menghindari tatapannya tadi.

Setelah nama Risa mencuat di antara kami, berada di satu ruangan dengan Samudra benar-benar membutuhkan tenaga ekstra. Tiba-tiba saja aku merasa kelelahan. Aku tidak tahu apa yang kuinginkan. Tapi yang pasti, aku sedang membutuhkan jarak, dari Samudra. Aku membutuhkan lebih banyak waktu dengan diriku sendiri. Tetapi, aku tidak ingin terlihat berubah dan menjauh. Kalau aku menjauh, aku kalah. Ya, ini pertarungan diam-diam-ku.

"Ini festival besar pertama kita," kata Brian. Dia meremas bahuku, pelan. "Semua orang gugup, kok. Nggak apa-apa, Dy."

Aku memejamkan mata dan memaksakan diri untuk tersenyum.

Yah, semua orang pasti gugup.

Aku tahu, teman-teman kami—bukan hanya anggota band—juga penggemar kami, sangat berharap agar kami menang. Kuharap, aku bisa mengatakan pada mereka bahwa festival musik akan sangat berbeda dengan Youtube dan media sosial. Di Youtube, kami beruntung. Di media sosial, orang-orang menyukai kami. Kami selalu menjadi pemenang dalam selera pribadi warganet. Sementara festival, adalah tingkatan yang berbeda. Kami harus memuaskan juri, yang akan mengamati kami dengan lembar-lembar penilaian di tangan mereka. Ini adalah momen pertarungan kualitas. Dan aku sadar, betapa berbakatnya anak-anak yang akan bernyanyi di atas panggung itu malam ini.

Aku memikirkan Escape Gravity.

Apa yang akan mereka lakukan tanpa Dicky?

Aliran adrenalin seketika memacu di dalam diriku. Aku tidak yakin, apa aku hanya gugup karena memikirkan bahwa festival ini adalah momen pertaruhan nama baik band kami—juga grup duo yang sudah lebih dulu kubentuk bersama Samudra—ataukah aku ingin memberi kesan baik pada Escape Gravity. Untuk alasan kedua, aku tidak tahu kenapa aku harus merasa seperti itu. Mungkin karena aku memang benar-benar menyukai musik mereka. Mungkin juga karena ... oke, aku tidak tahu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 15, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

You're My Splendid EscapeWhere stories live. Discover now