O1. kali pertama suara hati

1K 104 49
                                    

Ratimaya's Point Of View.

Bagi saya tampang garang manisnya biasa saja, tidak terlalu menarik. Suaranya berisik, sering sekali dengan lantang menjabarkan peraturan-peraturan apa saja yang tidak boleh di langgar di dalam Organisasi miliknya.

Saya sampai ingat betul mimik wajahnya, intonasi suaranya, prakata miliknya, segala hal tentangnya. Namun, saya tetap tidak tetarik padanya.

Dia yang selalu dapat segala puja-puji memenuhi bumantara karena pemikiran kritis yang tak semua orang miliki, jelas jadi daya tarik utama miliknya.

Dia pun tampan, dia pintar, dia wakil ketua himpunan fakultasnya, dia punya bermilyar ide brilian yang sebagian telah ia sumbangkan dengan sukarela demi kemajuan bangsa, katanya.

Pantas mendapat rasa simpati hampir seluruh insan di dunia. Namun, tidak dengan saya.

"Harsa!"

Ya, benar namanya Harsa.
Harsa Birendra, Fakultas Kedokteran angkatan tahun 2020. Seangkatan dengan saya, kami hanya berbeda fakultas. Namun masih satu ruang lingkup, karena gedung fakultas miliknya bersebelahan dengan gedung fakultas milik saya.

Saya mendelik kearah Fadil, teman satu kelas juga teman satu kelompok saya yang baru saja meneriaki namanya entah dengan alasan apa membuat saya kehilangan rasa.

"Rat, maaf kalau bikin kamu gak nyaman. Tapi, aku ada urusan penting dengan Harsa. Aku minta maaf karena gabisa bantu tugas kelompok kita sampai selesai. Aku pamit ya, Rat" Ujar Fadil pada saya.

Mau tak mau hanya saya angguki saja ujaran Fadil dengan wajah masam yang tidak dapat saya sembunyikan dengan baik. Sembari menerka urusan apa yang sedang Fadil dan Harsa jalani.

"Mereka ada urusan dengan Bu Nisa mengenai perbaikan nilai Anatomi kalau kamu mau tahu, Rat" Kata Sandra seolah tahu hal apa yang sedang saya pikirkan, membuat saya menatapnya tak percaya.

"Tadi Fadil bilang ke aku, makanya aku kasih tahu ke kamu agar kamu gak salah paham. Tugas ini tinggal dikirim ke email Bu Erma saja, Rat. Sepertinya aku harus pulang lebih dulu karena Mamaku sakit, aku duluan ya, Rat" Ujar Sandra lalu melenggang pergi meninggalkan pelataran kampus juga saya seorang diri.

Jika dipikirkan kembali, saya pun tidak mengerti mengapa saya bisa menaruh rasa tidak suka begitu besar padanya. Atau mungkin karena dahulu ia pernah menggoda Tarisha, teman sekelas saya. Namun, apa salahnya jika Harsa dan Tarisha bersama? Tidak ada larangan saling mencintai dikampus ini, bukan?

Ah, rasanya kepala saya pening.
Saya ingin berhenti memikirkan dia. Namun eksistensinya selalu saja memaksa masuk memenuhi isi kepala saya.

"Rati, kenapa belum pulang? Ini sudah sore, mau saya antar pulang?" Tawar Harsa yang baru saja saya caci di dalam hati karena dengan tidak sopan memenuhi isi kepala saya hingga pening.

"Tidak perlu, saya bisa pulang sendiri. Lagipula kamu pasti sibuk"

Harsa mencekal pergelangan tangan saya,  "Jadwal saya sudah selesai, saya bisa antar kamu sampai depan rumah. Tolong terima niat baik saya ya, Rat. Saya gak akan macam-macam, saya janji"

"Engga perlu, saya gak ingin merepotkan"

"Saya yang ingin antar kamu, tidak merepotkan sama sekali, Rati" Ujar Harsa dengan jari jemari mencengkram lembut pergelangan tangan saya.

Saya mengikuti langkah demi langkah milik Harsa yang besar tidak seperti milik saya membuat saya sedikit kewalahan. Kami berdua hanya membisu, di dalam mobil milik Harsa hanya dibisingkan oleh lagu milik Mahalini yang baru saja Harsa putar dengan alasan sedang ingin.

"Kamu tahu dulu aku pernah hampir dekat dengan Tarisha, temanmu"

Harsa membuka suara memberi saya pertanyaan yang Harsa sendiri sudah tahu akan saya jawab apa pertanyaan miliknya. Saya angguki pertanyaannya  pertanda benar saya tahu, tanpa berpatah kata sedikitpun.

"Nyatanya saya tidak ingin dekati dia. Saya ingin dekati kamu, Rati"

Nafasku tercekat, degub jantungku berpacu hebat. Harsa apa kamu gila? Apa yang baru saja kamu katakan?

"Kamu bercanda, ya? Galucu Harsa" Cecar saya bersama wajah tak nyaman yang saya tunjukan sebisa mungkin padanya.

Harsa adalah primadona kampus, tidak mungkin akan tertarik dengan perempuan biasa seperti saya, bukan?

"Saya sedang tidak bercanda, saya serius. Saya ingin dekati kamu sejak awal masa ospek, saat kamu dan saya bertukar pikiran di dalam grup tiga fakultas. Apa kamu lupa? Jelas saya tertarik padamu bukan Tarisha, Rat."

Isi kepala saya buyar, sungguh berisik akibat pernyataan yang baru saja Harsa beri.

"Sepertinya saya tahu bahwa hanya saya yang tertarik padamu. Tapi tidak apa, Rat. Tolong izinkan saya tunjukan padamu betapa rasa saya begitu besar hanya untuk kamu, ya?"

Itu adalah pertanyaan terakhir darinya sebelum akhirnya sosok lelaki itu pergi meninggalkan saya ketika sampai di depan rumah.

Saya ingin sekali berkata tidak pada Harsa tapi bibir ini seolah terkunci, lidah ini seolah kelu tak dapat bicara.

"Ah Rati ada apa denganmu" Ocehku lalu masuk kedalam rumah, memikirkan kata-kata yang tepat untuk menolak Harsa.

Lalu berakhir dengan saya yang hanya menulis di atas kertas dengan pena berisi tinta hitam pekat yang saya beri judul : Pesan terbuka untuk Harsa dari saya.

Tolong jangan emban rasa pada saya, Harsa. Rasa saya padamu berbanding terbalik dengan rasamu pada saya.

Lika Liku Rasa Where stories live. Discover now