(2)

57 7 1
                                    

Hingga suatu hari, ada rumor yang beredar tentang pesugihan Babi ngepet. Beberapa rumah warga didatangi Babi jadi-jadian itu.

“Keributan apa lagi tengah malam begini? Ibu tunggu di rumah, biar Ayah periksa,” Ayah mengintip dari balik jendela kamar tidur, ia melihat banyak warga berlarian ke arah rumah mereka.

“Ayah jangan keluar rumah, perasaaaku tak enak dan selalu mimpi buruk belakangan ini,” Ibu menarik lengan Ayah lalu memeluk tak ingin melepaskannya.

“ Inshaa Allah Bu, tidak akan terjadi apa-apa,” Ayah mencium kening dan mengusap perut Ibu yang sebentar lagi memasuki usia 9 bulan.

Namun na'as, Babi itu tertangkap basah saat sedang beraksi. Babi siluman itu dikejar warga lalu masuk ke halaman rumah kita dan bersembunyi di sana. Ayah yang mendengar keributan warga dengan rasa penasarannya, keluar rumah untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi di luar sana.

Saat itu, Ibu sedang mengandungmu. Ibu melarang Ayah, karena akhir-akhir ini mimpinya selalu buruk dan perasaanya selalu tidak enak tapi Ayah bersikeras ingin melihatnya. Ketika Ayah membuka pintu, sebuah batu mendarat tepat di dahinya dan Ayah terjatuh hilang keseimbangan. Penglihatannya sedikit kabur, ia mendengar seorang berteriak dan menunjuk ke arahnya.

"Itu Babinya, cepat hajar!" teriak seorang Pria yang melempar batu ke arah Ayah.
Spontan seluruh warga memukuli Ayah, menendangnya berulang kali hingga babak belur.

"Aayaah!" Ibu berlari keluar rumah dan memeluk Ayah.

"Sudah cukup! Kalian salah paham, apa buktinya kalau suami saya Babi yang kalian kejar?" Ibu menangis histeris.

"Kami melihat Babi itu berlari masuk ke rumah ini," Seorang pesaing bisnis Ayah yang bangkrut berusaha menghasud warga.

"Iya itu benar," teriak warga.

"Coba lihat luka di dahinya, itu luka sama persis dengan luka Babi yang kepalanya berhasil dipukul warga pakai kayu," Pria yang melempar dengan batu memfitnah Ayah.

"Iya betul, kamu masih mau mengelak?" teriak warga.

"Pantas saja suaminya cepat kaya, ternyata pesugihan Babi!" Tetangga sebelah rumah menambahkan.

"Sudah jangan kasih kesempatan, Babi ini tak pantas hidup. Ayo kita bunuh rame-rame biar tidak ada lagi korbannya!"

Mereka tidak hanya menganiaya Ayah, tapi menyakiti Ibu hingga malam itu kamu terlahir sebelum waktunya dan mereka sama sekali tak menolong persalinannya.

Kita ditinggalkan begitu saja saat Ayahmu tewas mengenaskan. Ibu melahirkanmu di malam gerhana bulan dan memberimu nama Luna.

Wajahmu sama persis dengan Ayah, memiliki mata sipit, hidung mancung besar dan telinga besar. Layaknya Babi, mungkin karena itu juga mereka percaya dengan fitnah yang disebarkan pesaing bisnis Ayah hingga ke anak-anak mereka.

Mereka sudah menjarah habis harta benda bersamaan di malam kelahiranmu dan Ibu harus bekerja keras sendirian.

“Jadi alasan Ibu menjual kue ke kampung sebelah yang sangat jauh dan belanja di sana, karena orang di sini tidak memberikan pekerjaan dan melarang membeli sembako di warung mereka. Itulah kenapa Luna harus membantu Ibu membuat kue demi menyambung hidup kita ya Bu?”

“Pintar sekali anakku,” Ibu mencium pipiku

“Luna, Ibu tidak ingin kamu terus menjadi korban bullyan mereka. Jadi tak perlu bersekolah lagi ya Nak?” Ibu menghapus air mata yang mengalir deras di wajahnya yang cantik.

“Iya Bu, Luna juga engga mau menghabiskan uang untuk sekolah. Uangnya kita tabung saja buat beli rumah di kampung sebelah, biar dekat terus dengan Sheila. Jadi Ibu bisa punya usaha kue tanpa perlu berjalan jauh lagi.”

Ibu tersenyum mendengar jawaban yang membuat hatinya tenang dengan memeluk erat tubuhku.
Sejak malam itu, aku tak pernah meminta Ibu menceritakan kisah tragis kelahiranku lagi. Aku ingin Ibu melupakan kejadian buruk dari masa lalunya dan mulai menatap masa depan melanjutkan kehidupan yang bahagia.

💗💗💗

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Endless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang