Bagian [01]

44.1K 2.4K 130
                                    

Ganti POV dan beberapa tambahan di sana sini. Jangan lupa bintang yaaa....  Kali ini,  Kasev nggak pakai judul bab deh habis dengar komentar.

🤗🤗🤗🤗

Terlahir menjadi anak kembar bagiku adalah sebuah musibah. Induk manusia di luaran sana mungkin akan melihat kami sebagai anugerah. Dua gadis identik dibelikan kostum serupa, didandani sama, disekolahkan di satu tempat, dan ke mana-mana selalu berdua. Halah. Semua itu tidak menarik dan aku tak menyukai ide itu sama sekali.

Karena punya bokap yang tukang atur, hidupku bagai di neraka. Untung ada Mama yang penyayang walaupun nyokap enggak bisa melawan titah bokap. Mama pun dibilang adil tidak juga. Kadang ada di sisiku, kadang di sisi Sayla. Tapi nyokap tidak sepemaksa bokap. Waktu aku memutuskan keluar dari rumah,  Mama dan Sayla menolak keras. Papa? Lelaki itu tidak peduli. Dan saudara kembarku yang menjadi pusat perhatian bokap akan selalu jadi musuh terbesarku.

"Kenapa bukan lo aja yang menikah duluan,  Sayla?" Jariku menunjuk dada Sayla, saudaraku yang terlahir lima menit setelahku.  "Lo udah selesai kuliah,  udah kerja, sedangkan gue?"

Ini tahun terakhirku di universitas. Masih banyak yang ingin kulakukan selepas wisuda. Saat ini jangankan wisuda, aku masih berkutat dengan skripsi yang tak kunjung selesai direvisi.

"Pa,  aku enggak mau menikah! Aku ingin kuliah." Walaupun tahu bokap tidak akan mendengar alasanku, aku tetap mengucapkannya. "Sayla aja, Pa. Aku belum siap."

Mama menyentuh tangan suaminya. "Mama juga bilang begitu, Pa. Ayla pasti belum bersedia menikah. Tidak ada salahnya menikahkan yang lebih muda terlebih dahulu. Usia mereka pun sama hanya berjarak menit. Bukan hal besar adik mendahului kakak."

Mama benar. Enggak ada untungnya menikahkanku sekarang.  Apa yang bisa kulakukan sebagai seorang istri?  Memasak,  mencuci, menyetrika,  membersihkan rumah, mengurus laki-laki,  dan membesarkan anak? Tidak,  aku belum mau. Aku akan mencari orang yang pasti sayang kepadaku dan pandai mengasihi anak. Itu didapatkan bukan dari perjodohan. Memangnya aku ini ayam petelur yang dikawinkan tanpa tanya apa aku suka atau tidak dengan calon suami.

"Semua hal yang patut dipersembahkan untuk calon menantu Papa itu ada pada Sayla.  Dia 'kan anak kebanggaan Papa?" Bokap tak mereaksiku.

"Apa tujuan Papa menjodohkan aku secepat ini? Papa ingin segera lepas tanggung jawab atasku?"

Berat menanyakan ini. Tiba-tiba di dalam mataku ada yang mencoloknya saat menyadari hal itu. Bagaimana kalau betul? Dia capek mengurusku yang seperti ini?  Siapa yang membuatku jadi begini? Sekarang dia akan menyerahkan kewajibannya, yang mana jika aku berbuat salah maka teguran itu bukan lagi tanggung jawabnya,  melainkan pria lain?

"Ayla! Ngomong yang benar. Enggak mungkin Papa seperti itu!" tegur Mama. Lihat, mana orang yang tadi membelaku?

Sebenarnya aku tahu hasil obrolan sore ini. Keputusannya Papa tetap dengan rencananya. Upaya apa pun yang kulakukan untuk menentangnya sia-sia. Hanya tenaga,  suara, dan emosi yang kukorbankan untuk hal ini. Papa tetap pada pendiriannya.

"Kalau Papa menyesal membiarkanku lahir, kenapa Papa enggak buang saja aku ke panti? Demi nama baik Papa? Papa malu punya anak seperti aku?" Orang tua itu berdiri.

"Terserah kamu berpikir seperti apa. Kamu tidak bisa membantah perintah Papa."

Ternyata sebuah perintah, ya?  Nasibku jauh lebih jelek dari Sitti Nurbaya.

Ayla (Pindah ke Ungu)Where stories live. Discover now