part 4 (TERBONGKAR)

20 6 14
                                    


Tap ... Tap ... Tap ...

Suara hentakan sepatu berbunyi sangat pelan. Mungkin orang yang mendengar atau melihatnya, menganggap bahwa seseorang tersebut mempunyai niat buruk.

Kiera berjalan sangat hati-hati. Ia melirik kanan-kiri, bermaksud agar tujuannya tidak diketahui orang lain.

Pagi sekali, ia sudah ada di kampus. Di gedung lantai 3 ia sekarang berada. Terlihat Kiera seperti menunggu kedatangan seseorang.

Suasana yang sejuk dengan ditemani pemandangan yang indah, membuatnya merasa nyaman berada disana. Baginya, lebih enak dikelas ini daripada miliknya sendiri di lantai 2, yang menurutnya kurang menarik.
Sesekali, ia memijit-mijit pelipisnya yang lumayan sakit. Sambil bersandar di kursi panjang berwarna coklat itu.

Beberapa mahasiswa sudah mulai berdatangan. Kiera dapat melihatnya melalui gedung lantai 3. Celotehan dan canda tawa mengiringi langkah mereka menuju ke kampus.

"Kak Kiera?" Kiera menolehkan kepala ketika mendengar ada yang menyebut namanya.
Sedangkan Nazwa merasa bingung, melihat kakak kelas yang ada di sini sepagi ini.

"Nazwa, kakak ingin bicara dengan kamu ... Ikut kakak!" Kiera bangkit dari duduknya. Dan sudah diikuti nazwa dari belakang.

Sampailah mereka berdua di taman belakang kampus. Kiera sengaja mengajak ke sini, agar pembicaraan mereka berdua tidak ada yang mendengar. Meskipun, ada beberapa mahasiswa yang mengisi tempat itu, setidaknya keduanya bisa menjaga jarak dari orang-orang di sekitar.

Saling adu pandangan pun terjadi. Kiera menatap intens Nazwa, terlihat raut wajahnya mengisyaratkan kesedihan yang mendalam. Yang ditatap hanya bisa menunduk, sembari memainkan jari tangan.

Kiera melihat sekitar, sebelum memulai pembicaraan. Lega baginya, karena orang-orang sibuk dengan aktivitasnya. Tidak memandangi kedua orang yang sedang menjalani proses introgasi ini.

"Katakan, apa yang terjadi dengan kakakmu?" ucap Kiera, yang masih fokus memandangi orang dihadapannya itu.

"A-pa mak-sud kakak." Tubuh Nazwa mendadak gemetar. Dapat diketahui ekspresinya sangat ketakutan.

"Naz, jangan menutupi suatu kebohongan. Cerita sama kakak, apa penyebab tragedi itu." Tak terasa, Kiera menitihkan air mata. Begitupun Nazwa, ia tak kalah hebatnya dari Kiera.

"Kakak janji, ya, jangan cerita ke orang lain, meskipun itu teman dekat kakak," ucapnya, sambil disertai suara parau, khas orang yang sedang menangis.

"Kakak janji," lirih kiera, sambil membulatkan jarinya.

Sebelum mulai bercerita, Kiera melihat Nazwa yang beberapa kali membuang nafas. Sepertinya, ia sedang mengumpulkan energi sebanyak-banyaknya.

"Sebenarnya, kak Meisya hidupnya sering tersiksa," jedanya, sambil mata berkaca-kaca.

Kiera nampak serius mendengarkan curhatan adik kelasnya itu. Ia mengatur posisi duduknya, agar bisa lebih dekat dengan Nazwa.

"Sejak mengidap penyakit kanker, ayah-ibu sangat membenci kakak. Pulang dari kampus, ibu sering memaksa kakak untuk melakukan pekerjaan berat. Ayahpun demikian, tak segan-segan memukul kakak, padahal ia sering menahan sakit akibat penyakit yang  dideritanya. Keluarga layaknya orang buta dan tuli. Mereka seakan tak mendengar dan melihat rintihan yang kakak ucapkan. Nazwa sendiri sangat iba, tidak tega melihat perlakuan tak berperikemanusiaan itu." Tak kuasa melanjutkan ucapannya, Nazwa sudah menenggelamkan wajah pada kedua tangannya, sambil menangis terisak-isak.

Kiera berhasil membulatkan mata. Ternyata teman satu fakultasnya itu telah mengidap penyakit yang mematikan. Sangat pintar ia menyembunyikan penderitaannya. Saking pintarnya, sampai tidak ada satupun yang mencurigai kondisinya.

"Kenapa dia tidak cerita, Naz. Kakak ini dianggap apa? Seharusnya ia cerita kepada kakak. Kenapa ... Kenapa, Naz!" Tangisan histeris sudah membasahi bumi pagi ini. Kejamnya kehidupan, hingga mengerogoti nyawa yang tak berdosa.
Nazwa sendiri terlihat tak berdaya. Stok kebahagiaanya terkuras, akibat tragedi kemarin siang.

"Kak Meisya tidak ingin melihat orang lain sedih. Beliau lebih suka memendamnya sendiri.
Pernah waktu itu kak Meisya pingsan. Ayah-ibu tidak ada di rumah. Para tetangga yang tahu segera membawanya ke rumah sakit. Nazwa coba mengabari ayah dan ibu, tapi responnya sangat tak pantas. Mereka bilang, 'biarin aja, kenapa tidak sekalian meninggal sekarang," lirihnya, sambil meremas bajunya dengan kuat, " kak Meisya sangat tertekan, tak kuat dengan penindasan yang dialami, hingga ia nekat untuk bunuh diri," lanjutnya.

Kiera sangat prihatin mendengar cerita dari adik sahabatnya. Ia sangat merasakan, bagaimana rasanya berada di posisi keduanya. Meisya yang menahan sakit dan penindasan dari orang tuanya sendiri, dan Nazwa yang kehilangan sang kakak tercinta.
Melihat adik kelasnya yang sangat terpuruk, Kiera mencoba menyemangatinya.

"Naz, jangan terus bersedih, ya, ngak baik buat kesehatan kamu. Doain kak Meisya, supaya dia tenang di sana. Jangan buat dia sedih gara-gara kamu belum mengiklaskannya. La tahzan, innallaha ma'ana. Okk?" Kiera merangkul Nazwa untuk memberi kekuatan, agar tidak terus kalut dalam kesedihan yang dipendamnya.

Sekarang mereka berdua bangkit dari duduknya, untuk meninggalkan taman indah itu. Biarlah tempat itu menjadi saksi bisu dari curhatan seorang yang dilanda pilu.

Kiera menggengam tangan Nazwa, mengiringi langkahnya kembali ke kelas, untuk mengasah otak, agar tidak tumpul di zaman milenial ini.

**********

Masih berkutat dengan buku. Wajah serius sudah terpasang di wajah mereka bertiga. Hanya terdengar suara buku yang dibolak-balikkan di siang ini. Sebuah AC yang terletak di sudut dinding terlihat menyala, menambah sejuknya suasana dikala itu. Kursi-kursi berjejer rapi, dan disampingnya dikelilingi rak yang berisi ratusan buku. Entah itu buku pelajaran atau tidak, Fiksi ataupun non-fiksi, semuanya tersedia lengkap di sana.

Perpustakaan ini sungguh menyenangkan. Sangat cocok digunakan untuk belajar, karena suasananya yang begitu bersahabat.

Seperti halnya yang dilakukan Kiera dan kedua sahabatnya saat ini, Mereka bertiga disibukkan dengan persiapan debate competition, sebagai perwakilan dari kampusnya.

Kiera, Devjuliane, dan Nanda, mereka adalah mahasiswi yang mahir dalam bidang tersebut. Tak heran, jika dosen di sana menunjuk ketiga-nya, sebagai perwakilan di universitas Indonesia.

Kiera dan sahabatnya harus cerdas dalam menggunakan waktu. Mereka dituntut untuk mencari referensi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber.

Besok adalah hari dimana ketiga-nya harus sudah siap lahir dan batin. Berkumpul dengan ribuan orang cerdas dari berbagai daerah, Tentu ini adalah moment menyenangkan yang harus dilakukan dengan maksimal.
Debat sendiri memiliki manfaat yang luar biasa, salah satunya melatih otak untuk berpikir kritis. Memberi pandangan dari permasalahan yang ada, melalui argumen-argumen yang diutarakan.

Esok petualangan mereka akan dimulai--sang debat club.



              

~Gunakan masa muda dengan sebijak-bijaknya. Sang putra-putri bangsa, tidak layak menyerah hanya kerena kegagalan yang menerpa. Jangan takut untuk mencoba, meskipun ribuan kali kegagalan telah singgah~

______________________________

Pembaca favorit saya adalah mereka yang mengapresiasi karya dengan memberi vote, dan mengkitik apabila terdapat kesalahan dalam penulisan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 31, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SEMUA TENTANG TAKDIRWhere stories live. Discover now