Part 15

2.3K 165 0
                                    


Terimakasih 🙏🙏 sudah membaca ceritaku readers. Dukungan kalin adalah yang terbaik.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
" Aku sudah menemukan orang itu, namanya Romi Fernandes pemilik perusahaan Echo Grup. Aku tidak tau Dad ternyata menyembunyikan berkas penting di perusahaanya. Dulu Dad menanamkan sahamnya ke Echo Grup kemudian tak sengaja Dad melihat rahasia yang selama ini disembunyikan Romi. Rahasia besar yang membuat Dad dan Mom terbunuh. Sekarang aku mengetahui rahasia itu, mungkin sekarang aku hanya diam saja. Tapi pembunuh itu tidak diam. Rahasia besar yang akan menghancurkan perusahaan serta keluarganya. Kau tau dokter, pembunuh itu mengambil saham dad bahkan tak tersisa sedikitpun. Dia melakukan banyak kecurangan di perusahaanya, penyelundupan uang triliunan, pembunuhan berantai dan itu tidak terjadi pada keluargaku saja tapi keluarga orang-orang yang menanamkan saham disana."

" Aku harus bagaimana, mana mungkin aku hanya diam saja. Seperti ini, tentu aku tidak bisa tapi aku juga tidak tau harus apa. " Juna terdiam ternyata Ellina sudah mengetahui kebenaranya. Apa Juna jujur saja jika saat ini Ellina sudah di mata-matai di sekitar rumahnya. Jika Juna tidak mengatakanya maka neneknya yang akan menjadi korban selanjutnya. " Ellina, aku hanya bisa memberimu solusi. Pindahlah dari rumah itu dan segera urus paspor dan visa baru dengan identitas palsu. Keluarlah dari negara ini, jika kamu ingin hidup" Ellina menghela nafasnya. Apakah itu pilihan satu-satunya. Mana bisa dia meninggalakan italy dengan keadaan mendesak seperti ini.

" Tapi dokter aku tidak bisa pergi begitu saja, apa yang harus kukatakan pada nenek nanti" Juna menatap Ellina. " Tidak ada cara lain, aku akan membantumu. Ini sangat berbahaya bisa saja dia menemukan nenekmu saat ini. Tempat ini cukup berbahaya Ellina apalagi pembunuh itu masih hidup" Ellina bingung dia tidak tau harus apa. " Aku tidak mau pindah dari negara ini. Aku akan menemui pembunuh itu " Juna mengusap wajahnya dengan kasar sungguh wanita di depanya ini keras kepala. " Lalu mau sampai kapan kamu bertahan " Ellina pusing dia tidak bisa berfikir jernih. Sekarang ini dia hanya butuh kekuatan untuk menghadapi pembunuh itu. " Sampai aku benar-benar sudah tidak bisa berdiri lagi " ujar Ellina dengan tegas.

" Tinggal lah bersamaku" Ellina menatap mata Juna. Tak ada keraguan sedikitpun Dokter dihadapan Ellina ini mengajaknya tinggal bersama. Apa dia sudah gila mana mungkin Ellina mau. Tidak, itu tidak boleh terjadi apa kata sahabatnya nanti jika Ellina tinggal di rumah dokter Juna. " Non, apa dokter baik-baik saja?" Ellina mengambil tasnya dan ingin segera keluar dari ruangan itu. " Aku baik-baik saja Miss Wenner, seharusnya aku yang bertanya. apa kamu baik-baik saja ?" Juna bisa melihat kesedihan di mata Ellina. Oh!! Tidak Juna tidak suka melihat wanita menangis. Juna berdiri dan memeluk Ellina, serta menepuk punggung Ellina perlahan. " Hiks... hiks.." Ellina menitihkan air matanya.

Mungkin saja saran dokter Juna benar. Tapi Ellina tidak ingin itu terjadi, karena mereka tidak memiliki ikatan. Ellina tidak akan membiarkan dokter Juna masuk dalam kehidupanya begitu saja.

***

" Wira, cari keberadaan gadis itu sekarang. Sekap dia di dalam gudang tua tempat biasa kita membantai orang-orang yang sudah menghianatiku" Orang yang di panggil wira itu pergi dari hadapan majikanya setelah menerima perintah. " Akan ku huat kau mati seperti orang tuamu gadis manis. Sudah lama kita tidak bertemu ha ha ha ha ha ha " Tawa itu kian menggema di sudut ruangan yang amat megah itu. Pembunuh itu memang tidak mengampuni orang-orang yang menghalangi jalanya. Siapun saja termasuk kepada istrinya sendiri. Menurutnya Ellina adalah saksi mata dimana saat orang tuanya mati terbunuh saat itu. Meskipun saat itu sang pembunuh terlambat membawa Ellina kecil karena polisi datang terlebih dahulu. Ellina harus mati di tanganya. Kuku laki-laki tua itu memutih menahan marah.

Ellina pulang dari rumah sakit di antar oleh Juna. Tadinya sudah menolak tapi Juna bersikeras untuk mengantar Ellina. Ada dua mubil yang terparkir di depan jalan rumah Ellina. Mobilnya nampak mencurigakan sebenarnya. " Kenapa?" Tanya Juna yang melihat ekspresi Ellina. " Dokter bisakah dokter mengetuk pintu mobil itu aku curiga" Juna berjalan menjauhi Ellina dan mengarah ke arah mobil tersebut. Tanpa diduga pintu mobil itu terbuka dan keluarlah sosok laki-laki dengan badan besar. Tanpa ba bi bu orang itu memukul wajah Juna.

Bugh!!!

Bugh!!!

Tentu saja Juna tidak tinggal diam dan ikut menghajar orang itu. Keadaan Juna tidak bisa dibilang baik-baik saja. Wajahnya sudah babak belur. Ellina bingung dia berteriak minta tolong. Dan datanglah beberapa satpam kompleks, namun orang itu langsung masuk kedalam mobilnya dan melesat pergi. Satpam itu membantu Ellina membawa Juna ke rumah Juna. " Tuan !!" Paulo membantu memampah Juna masuk kedalam rumah. Ellina merasa bersalah, seharusnya dia saja tadi yang melihat bukan menyuruh Juna. " Eum... non tolong jaga tuan Juna sebentar saya mau ambil kompresan dan obat merah" Ellina menganggukkan kepalanya " Ellina kamu bisa pulang, kamu harus memastikan nenekmu" Ellina menghubungi neneknya yang ada di rumah. " Hallo Ellina ada apa nak?" Untung saja neneknya baik-baik saja di rumah dia bisa bernafas lega. " tidak apa apa nek. Nenek baik-baik saja kan dirumah" tanya Ellina " Iya ini nenek sedang menyiapkan makan malam untukmu, kenapa?"

" bisakah nenek ke rumah dokter juna aku ada disana "

"Iya" panggilan berakhir " aku menyuruhmu pulang dan memastikan nenekmu bukan menghubunginya" Ellina hanya diam sekarang ini dia tidak ingin berbicara banyak. Paulo datang membawa baskom yang berisikan air hangat dan juga obat merah. Tiba-tiba bel rumah berbunyi. Paulo pergi dari hadapan kedua insan itu dan membukakakan pagar melihat siapa yang datang. Ellina mengambil kompresan dan membersihkan luka Juna di wajahnya. Belum sempat Ellina menyentuh wajahnya, Juna sudah menahan tangan Ellina terlebih dahulu. " Aku seorang dokter Miss Wenner, aku bisa mengobati wajahku sendiri" Juna mengambil kompresan itu dan membersihkan wajahnya. Ellina sangat gatal kemudian mengambil kompresan itu secara paksa. " Dokter sepertinya harus diam aku akan membantu dokter jadi diamlah " ujar Ellina dengan nada memerintah.

" Auh sakit pelan-pelan" ringis Juna. " Maaf apa terlalu kencang? "

" Tentu kau menekannya Miss Wenner" Ellina tersenyum melihat ekspresi Juna yang marah. Seketika dunia berhenti. Baru kali ini Juna melihat senyum Ellina. Paulo datang bersama dengan nenek Ellina. "Maaf tuan non Ellina dicari neneknya" ujar Paulo. Nenek Ellina duduk didepan Juna sambil menata makanan. " Nenek, kenapa membawa makanan banyak sekali "

" tentu saja untuk dimakan sayang, lihat dokter Juna pasti belum makan juga. Sudah sana lanjutkan pekerjaanmu nenek ingin menata makanan" cercah nenek Ellina. Ellina kembali menghadap Juna.

***

Ellina tertidur di depan tv. Juna memperhatikan Ellina dengan kedua matanya. " Dokter bisa bicara sebentar " nenek Ellina berjalan menjauhi ruang tv diikuti dengan Juna yang ada di belakangnya. " Ada yang bisa saya bantu?" Ujar Juna. " Begini, tolong jaga Ellina dokter. Saya tidak tau akan hidup sampai kapan nantinya. Tapi saya hanya minta tolong jaga cucu kesayangan saya. Dulu saat sebelum orang tuanya meninggal, dia gadis yang sangat ceria dan penuh semangat. Tapi setelah itu dia tidak lagi menjadi seorang yang murah senyum, Ellina menjadi wanita yang pendiam dan jarang bergaul. Aku hanya bisa berharap suatu hari nanti ada seseorang yang bisa melindunginya. Dokter juga tau saya terkena penyakit yang sangat langkah dan sulit disembuhkan bahkan mungkin obatnya pun tidak ada di dunia ini. Tapi saya akan berusaha memenuhi apa saja yang diinginkan Ellina. Dokter bisa berjanji pada saya" Juna mengusap wajahnya " Saya akan mengusahakanya, tolong anda jangan patah semangat. Percayalah obat yang paling ampuh hanya berdoa pada Sang Pencipta. Saya yakin anda bisa sembuh" Nenek Ellina menyentuh kepala Juna dan mengelusnya dengan sayang. " Terimakasih dokter" Juna merasakan betapa lembutnya usapan itu. Kemudian mereka berdua kembali ke ruang tv. " Sebaiknya anda istirahat, saya akan menjaga Ellina " Nenek ellina menganggukkan kepalanya dan pergi ke kamar tamu.

***
Dia hanya seorang nenek
Nenek yang begitu sayang dengan cucunya
Rela melakukan apapun asal cucunya bahagia.

HYLOPHOBIA (TAMAT) #wattys2019Where stories live. Discover now