Nekat

544 151 26
                                    

Yuta nampak duduk di barak tidurnya dengan secarik kertas dan pulpen di tanganya. Malam itu, ia dan Yamato sudah kembali ke kamar dimana mereka dan lebih dari 20 orang lainnya tidur dalam satu lokasi yang sama. Malam ini pun bukan jadwal mereka untuk berjaga di pos kamp. Yuta nampak menuliskan sesuatu dan tersenyum. Terkadang tangannya berhenti menulis namun bibirnya tak lepas dari senyuman.

"Senang sekali kamu rupanya." Yamato yang sedari tadi memperhatikan sahabatnya berkutat dengan secarik kertas dan Yuta tersenyum sendiri.

Yuta menggeleng dan tersenyum, "Tidak, saya hanya sedang menulis."

Sudut bibir Yamato melengkungkan senyum tipis, "Surat untuk kekasihmu itu?"

Yuta tertawa canggung, "Bukan kekasih saya. Hanya saja, ya, memang ini surat untuknya."

Yamato menganggukkan kepalanya, "Semoga berhasil kawan. Lagi pula bagaimana kamu akan memberikan surat itu padanya?" tanya Yamato.

Yuta terdiam sejenak, "ummm", ia masih berpikir

 "Mungkin dapat saya sampaikan ketika ada berkas yang harus diantar kesana" Yuta kembali tersenyum. 

Baginya, berkas- berkas berat yang harus ia antarkan berubah menjadi seringan kapas. Teriknya sinar matahari siang hari pun tak dirasakan olehnya. Dadanya selalu menghangat, bahkan mulai berdebar ketika kakinya mulai melangkah masuk ke dalam kantor di mana Kath bekerja.

Tapi di satu sisi, ada ketakutan yang masih menghantuinya. Ketakutan dimana Kath yang mungkin benci pada dirinya mengingat ia ada pada kejadian dimana ibunya di tembak mati oleh rekannya. 

Ketakutan dimana akan banyak pertentangan dari para teman tentara Jepang maupun keluarga Kath. Yuta paham betul akan posisinya. Posisi dimana ia merupakan tentara dari negara yang sedang menjajah negara orang yang di cintainya, yakni Hindia Belanda meski setengah darahnya merupakan darah Belanda yang turun dari ayahnya.

"Sudah 2 hari tapi saya masih belum ada perintah mengantarkan berkas." ucap Yuta sembari melahap makan siang yang sudah di sediakan di dapur umum.

Yamato tertawa terbahak- bahak mendengar keluhan sahabatnya, "kamu betul- betul meunggu rupanya?"

Yuta hanya tersenyum pasrah dan mengangkat kedua bahu dan alisnya.

"Mungkin lusa, ku dengar beberapa dari kita akan dipindahkan ke Jayakarta."  Yamato mengernyitkan dahinya.

Yuta menghela nafasnya, "Bagaimana jika ada nama saya dalam daftar yang dipindahkan kesana?"

Yamato menatap Yuta tajam dan menggenggam lengannya, "Maka saya yang akan menjaga kekasihmu."

"Jangan harap." ucap Yuta kesal. 

Yamato hanya terbahak- bahak mendengar balasan dari Yuta. Ia cemburu meski Yuta tahu Yamati tidak menyukai Kath.

Mereka berdua makan dengan lahapnya diiringi dengan candaan- candaan dan obrolan layaknya seorang sahabat ketika bercerita.

"Jika harus menunggu berkas yang harus diantar, sepertinya akan memakan waktu yang cukup lama.", Yuta beranjak dari kursinya dan membawa piring kosong untuk di cuci diikuti oleh Yamato.

"jadi apa rencanamu?" tanya Yamato.

Yuta kembali mengangkat kedua bahunya, "masih ku pikirkan caranya."

pikiran Yuta menerawang, memikirkan cara bagaimana ia bisa menyampaikan surat itu sesegera mungkin. Kemudian ia teringat akan jendela terbuka didekat meja kerja Kath. 

One Last Kiss | NCT YUTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang